Banyak hal yang harus di syukuri meski kecil namun tetap berarti. Seperti hari ini, langit masih biru dan matahari masih menyinari bumi. Namun dibalik semua itu nampak wajah mendung di selimuti kelabu. Lika masih termenung di bawah pohon rindang dekat sawah.
Sembari menikmati angin sejuk dan bau khas sawah mengurangi sedikit perasaannya yang bergemuruh.
“Assalamualaikum,” ucap seseorang membuat Lika menoleh.
“Wa— alaikum salam,” sahut Lika tercekat saat mendapati sosok yang berdiri di dekatnya. Kedua tangan Lika menangkup gugup di atas lututnya.
“Boleh saya duduk?” tanya ustadz Imam terlebih dahulu meminta izin pada Lika.
"Untuk apa?" tanya Lika spontan.
Ustadz Imam mengambil tempat duduk di sisi kiri dengan memberi jarak antara dirinya dan Lika. Sesekali ustadz Imam memperhatikan Lika yang masih tetap diam menatap lurus ke depan. Seketika wajah tampan ustadz Imam menampakkan semyum simpul setelah mendapati Lika tanpa sengaja menoleh padanya. "Kenapa dia tersenyum?" batin Lika.
Hening menyapa mereka dalam waktu yang lama. Suara kicauan burung dan dedaunan yang bergoyang menjadi terdengar sangat jelas melintas di telinga sampai Lika tak bisa menahan mulutnya untuk bicara.
“Ustadz—“
“Lika,”
Tiba-tiba mereka memanggil bersamaan dan saling menoleh satu sama lain membuat rasa canggung yang sangat mencengkram.
“Ustadz saja duluan,”
Ustadz Imam langsung menggeleng. “Kamu saja lebih dulu,” sahut ustadz Imam.
Wanita selalu menjadi yang pertama karena itulah wanita diciptakan dengan istimewa.
“Apa yang ingin ustadz katakan?”
Apa yang terjadi pada Lika di hari ini. Wajah datarnya menyiratkan makna tak terduga membuat ustadz Imam mengajukan pertanyaan yang sudah di ketahui jawabannya. "Bagaimana kabar kamu?”
“Alhamdulillah baik,”
"Kamu sangat berbeda sekali,"
Lika melihat ustadz Imam dengan tatapan penuh tanya sampai kedua alisnya ikut berkerut bingung.
"Memang Lika seperti apa?"
"Yang tidak Kamu ketahui, bisa saya ceritakan semuanya padamu. Kalau Kamu bosan mendengarnya harap bersabar. Perlu waktu lumayan lama untuk menceritakan semua kenangan tentang Kamu,"
"Memang seberapa banyak ustadz mengenal Lika? Apakah ustadz salah satu teman Lika?"
"Seperti teman tapi tak dekat. Tapi saya tahu Kamu," sahut ustadz Imam dengan tatapan tenang.
"Apa hal yang paling ustadz tahu tentang Lika?"
"Kamu orang yang tidak pernah ingkat janji,"
Lika tertawa mendengar penuturan ustadz Imam. Membuat janjipun tidak pernah, lalu bagaimana mau ingkar. "Lalu apa lagi?" tanya Lika.
"Kamu menjadi cinta pertama seseorang yang kamu tolak dengan segenap jiwa tanpa memberi kesempatan kedua,"
Lika menoleh ustadz Imam. "Lalu kenapa dia tidak berusaha untuk mendapatkanku kembali?"