Lika pergi ke sawah untuk memeriksa apakah ikan sudah mulai mudik. Biasanya saat sawah berair dalam, banyak ikan yang berenang di sela anak padi yang tumbuh rumpun.
Sebuah pondok kecil tempat beristirahat para petani menjadi tempat pilihan Lika untuk bersantai. Sawah yang cukup jauh dari rumah membuat Lika ingin beristirakhat sebentar sebelum pulang.
“Kenapa masih di sini? Semua sudah berkumpul di aula,”
“Ustadz sendiri sedang apa di sini? Bukankah ustadz pemimpin mereka,” sahut Lika dengan tawanya.
Ustadz Dika juga ikut tertawa setelah terjangkit tawa Lika. Karena pondok yang kecil dan sempit, ustadz Dika memilih untuk bersandar di tiang nya saja sekalian melihat gadis cantik yang sedang duduk santai dengan pandangan lurus ke depan.
“Ustadz,”
Ustadz Dika langsung menoleh setelah Lika memanggilnya.
“Apa dulu ustadz juga mengenal Lika?”
“Tentu saja. Semua orang di desa ini juga mengenal Kamu,”
“Benarkah?”
Ustadz Dika kembali melihat Lika, “Apa ada hal yang mengganggumu?” tanya ustadz Dika dengan hati-hati.
“Hemmhh tidak. Tidak ada,” sahut Lika cepat.
Tak mungkin untuk Lika menanyakan tentang orang yang ia sukai dulu pada ustadz Dika. Ada satu orang yang paling bisa di andalkan untuk menceritakan apa yang sdang terjadi. Adam. Lika harus menemui Adam dan menanyakan semua dengan jelas.
“Lika …”
“Lika …”
“Lika …”
Tiga kali berturut-turut ustadz Dika memanggil Lika sampai membuat Lika melihatnya dengan penuh kebingungan. Tiba-tiba saja ustadz Dika bertingkah tak biasa.
“Ada apa ustadz???”
“Aku hanya senang memanggil namamu. Lika … Lika … Lika. Siapa tahu nantinya Kamu akan merindukan panggilanku,” ucap ustadz Dika tersenyum senang.
“Kalau begitu Lika juga akan memanggil ustadz, ustadz Dik—“
Belum menyelesaikan kalimatnya, Tiba-tiba Lika berhenti. “Ada apa?” tanya ustadz Dika bingung.
“Sepertinya Lika tidak bisa memanggil ustadz dengan nama,”
“Kenapa tidak bisa?”