Pagi ini semua ustadz dan ustadzah di aula pengajian sibuk untuk persiapan warung amal yang di adakan besok pagi. Sebagian sudah mulai memasak hidangan utama dan yang lain nya menyiapkan kue dan berbagai macam cemilan.
“Assalamualaikum …”
“Waalaikum salam,” sahut semua yang mendengar besamaan. Semua menoleh pada Mayla yang baru saja masuk ke dalam aula membawa dua kotak berukuran besar.
Ustadz Fa’iq mendekat untuk melihat apa yang Mayla bawa. Muffin cokelat dan keju berbaris rapi di dalam kotak yang ia bawa. “Mayla sungguh … Kamu terlalu baik,” puji ustadz Fa’iq sembari membawa kue Mayla untuk di bagikan pada yang lain.
"Ustadz, Ana sama Lika dulu dong bagi. Jangan langsung pergi gitu aja," cegat Ana mengambil dua buah muffin dan memberikan satunya lagi pada Lika.
"Terima kasih," ucap Lika
Mayla hanya tersenyum dan berlalu menghampiri Ana dan Lika yang sedang memotong sayur. Tak lupa mereka juga menyunggingkan senyum sapa untuk kehadiran Mayla. “Kak Mayla mau bantu juga atau …”
“Mau bertemu salah satu orang di sini?” bisik Ana melirik pada ustadz Imam yang baru saja tiba di depan pintu aula.
“Kalau Aku mau cari seseorang, tempatnya bukan di sini Ana.”
Lika juga melirik ke arah ustadz Imam yang berjalan masuk dan semakin mendekat pada mereka.
“Tuhh …” Ana menunjuk pada sosok ustadz Imam yang berdiri tak jauh di belakang Mayla. Mungkin terlihat sedang memperhatikan Mayla namun yang sebenarnya terjadi, ustadz Imam sedang memperhatikan Lika yang duduk bersebelahan dengan Mayla.
“Ustadz mau bergabung di sini?” ajak ayla.
Pandangan ustadz Imam melihat sekilas pada Lika yang masih sibuk tanpa menghiraukannya. Cemburu? Mungkin tidak. Hanya saja ia tak menemui ustadz Dika sejak sampai di aula sampai sudah 2 jam berlalu. Entah di mana sosok ustadz Dika berada, itulah yang ingin Lika ketahui.
“Saya mau cari ustadz Dika, dimana ya dia?” tanya ustadz Imam sambil melihat sekeliling.
“Kita pun yang disini sejak tadi tidak melihat ustadz Dika. Apalah dia tadi ada di sini?” tanya Ana pada Lika.
Lika menggeleng cepat. Sekarang ia pun juga ingin tahu dimana keberadaan ustadz Dika.
“Ustadz Fa’iq. Tahu dimana ustadz Dika tidak?”
“Dia lagi pergi ke pasar sama ustadz Kahfi. Kenapa memangnya Na?”
“Tak apa ustadz. Terimakasih,”
“Dengan senang hati,” sahut ustadz Fa’iq.
Akhirnya Lika bisa lega dan sedikit tersenyum setelah mengetahui keberadaan ustadz Dika. Melihat Lika tersenyum membuat ustadz Imam pun turut senang.
“Kalua begitu saya pamit dulu. Nanti sampaikan pada ustadz Dika kalau saya mencari dia. Assalamualaikum,”