Nami dan Airain telah sampai di taman, suasananya sangat rami, terlalu banyak orang berkeliaran disini walaupun hari semakin larut. Di bahu jalan terdapat banyak beraneka ragam makanan mulai dari makanan ringan hingga makanan yang berat.
Nami memarkirkan motornya, setelah mengunci stang motor ia pergi ke kedai langganan biasa. Kedai Sate Date. Kedai yang menjual beraneka ragam sate mulai dari ayam, kambing dan lokan dan sapi. Kuahnya paling dicari, rasanya tiada duanya bagi Nami, langganan tetap disini.
"Gue gak mau makan sate," tolak Airain mencegat langkah Nami.
"Gue gak ngajak lo makan sate kok, gue cuma pesan bawa pulang, dibungkus." Diam sejenak. "Makanya jangan geer jadi orang."
Airain memberengut kesal, ia memilih menuju kedai penjual martabak. Membelikan martabak untuk Kakaknya, sebagai sogokan agar saat pulang nanti ia tidak dimarahi.
"Mau kemana?" Nami menaikkan sebelah alisnya bertanya.
Airain menunjuk kedai yang berada di depan kedai Sate Date. "Gue beli marta abak buat keponakan gue biar atinya seneng."
"Gue tunggu di sana jika sudah selesai," ujar Nami menunjuk pelantar di bawah pohon rindang. Airain membulatkan tangannya sambil bilang, "Ok."
15 belas menit sudah berlalu, namun pesanan Airain belum juga kelar - kelas. Nami telah selesai t menit yang lalu, bosan duduk menunggu Nami menghampiri Airain.
"Lama lagi?"
"Sabar, satu lagi." Tunjuk Airain membentuk angka 1. "Nah, itu punya gue," ujar Airain mengacungkan jari tunjuknya tadi pada martabak yang sedang diberi parutan keju.
"Beneran, lo bilang itu tiga menit yang lalu, ternyata itu bukan punya lo tapi punya orang lain."
"Iya, gak percayaan banget jadi kawan."
Setelah membayar dan mengucapkan terima kasih mereka kembali pada pelantar yang di tunjuk tadi.
Menikmati suasana malam dengan hamparan bintang yang tampak malu-malu menampakkan diri.
"Nam, marah ya gue pacaran sama dia?" Tanya Airain sekian lama setelah keheningan diantara mereka.
Nami menoleh, membuang tusuk sate ke depannya sembarangan. "Menurut lo?" Tanya Nami balik.
Airain berdecak sebal, yang ditanya malah menanya balik. Harusnya di beri jawaban bukan soalan, memang jika kita bertanya harus menjawabnya sendiri? Tidak bukan.
"Ada ya orang ditanya malah nanya balik, aneh!" Gumam Airain perlahan, namun masih dapat didengarkan oleh Nami.
"Lagian sih, lo pacaran sama orang yang bikin lo sengsara Ai, bukan sekali tapi berkali - kali." Nami memutar tubuhnya menghadap Airain. "Lo lupa kejadian dua tahun lalu, ha! Kejadian dimana lo nangis kejer di depan rumah gue. Lo lupa apa pura - pura lupa?!"
"Lo boleh pacaran, gue gak ngelarang lo tapi, jangan sama dia lah, banyak loh cowok selain dia Ai."
Airain menghembuskan napasnya pelan. "Tapi gue
masih cinta sama dia."
"Lo kalo dibilangin ngeyel ya, nanti kalo putus jangan hubungi gue dan datang ke rumah gue lagi."
"Gue gak bisa nolak, lagian ini impian gue dari awal Nam, jadi pacarnya seorang Firanda Malka. Cowok yang gue cintai selama 4 tahun dan rasa ini gak pernah berubah." Airain menggenggam baju bagian dadanya.
"Serah lo deh, gue dukung lo selagi itu yang terbaik." Nami melirik jam dipergelangan tangan. "Udh mau jam sepuluh nih, nanti gue bisa kena omel dengan Si Singia."
"Kakak gue bukan singa!"
"Iya bukan, tapi titisannya," ucap Nami diakhiri. gelak tawa.
"Gue aduin baru nyahok lo."
***