"Hei, ngapain sih lo tidur di sini? Bangun-bangun jangan tidur di jalan ntar lo dilindas baru nangis." Airain mengelus bulu putih yang tampak kusam itu, memberikan efek tenang pada si kucing agar ia tidak agresif dan menyerangnya secara tiba-tiba.
"Lapar ya, nih gue punya roti makan ya," ucap Airain sambil menyerahkan sebagian roti yang ia bawa dari rumah.
"Ya ampun Ai, lo mau kita telat gegara nih kucing doang? Ingat hari ini hari apa, lo gak lupa kan kalo kita yang menjadi petugas hari ini?" Tutur Nami yang mulai jengah melihat drama antara temannya dan si kucing jalanan.
"Sabar kali ini gue juga mau berdiri, gak sabaran banget dah."
"Lo bilang itu dari 5 menit yang lalu Ai, dan apa lo masih aja tuh ngelus tuh kucing." Ucap Nami bersidekap bersandar pada batang pohon.
"Iya, iya Ayuk pergi." Airain menghampiri lalu mengandeng tangan Nami berjalan beriringan.
"Dadah Cima." Airain melambai pada kucing itu, berjalan mundur perlahan-lahan seolah tak mau berpisah.
"Susah kalo punya teman sarap," gumam Nami sambil menujulingkan matanya.
"Nami ... Sakit!" Keluh Airain memelas, mengharap simpati agar Nami membantunya berdiri.
"Ya ampun Ai, lo gak bocah lagi yang kalo jatuh itu ngadu mulu, lo udah kelas berapa sih sekarang?"
"Nam, Lo ada masalah?" Tanya Airain hati-hati.
Nami mulai jengah pergi meninggalkan Airain sendiri terpinga-pinga. Temen gue kenapa lagi ya tuhan, tolong jangan limpahkan masalah yang berat kepadanya.
"Ai! Lo beneran mau telat apa, bel udah bunyi ngapain masih di sana?" Teriak Nami di depan gerbang membuyarkan lamunan Airain.
"Huh, capek!"
Nami segera berlari sebelum Pak Dani berteriak keras meminta agar siswa-siswi yang berjalan santai mempercepat langkahnya.
Airain duduk di koridor mengatur napasnya yang memburu, karena kurang lari menyebabkan ia cepat sesak napas walaupun jarak tempuh yang dilaluinya terbilang pendek hanya 30 meter. Salahkan otak dan hati yang tak mau jalan beriringan.
"Hei kamu yang di sana! Ayo cepetan ke lapangan, malah enak-enakan duduk!" Pak Dani kembali berteriak mengawal proses baris berbaris para pelajar agar rapi sebelum upacara dimulai.
20 menit telah berlalu, guru paling sabar patut diberikan kepada guru yang satu ini. Beliau rela berteriak-teriak demi kepatuhan dan kedisiplinan yang kurang pada sebagian besar pelajar yang berdiri di lapangan.
Pembina upacara memberikan amanat untuk para pelajar yang sebagian besar isi amanat tersebut tentunya tidak akan jauh-jauh dari amanat Minggu lalu dan senin-senin sebelumnya.
"... Kali ini saya tekankan bahwa pentingnya kedisiplinan bagi kalian semua, kedisiplinan yang harus kalian tanamkan sejak dini akan membuat kalian jadi orang yang sukses.
Kalian tahu bukan jika orang yang sukses itu bisa berhasil karena disiplin, baik itu disiplin waktu, kerja dan sebagainya.
Apa kalian gak malu diteriaki setiap paginya, jujur saya pribadi jengkel melihat kalian diteriaki seperti itu. Kalian bukan lagi anak kemaren sore, yang harus diajarkan ini itu setiap saat. Cobalah ringankan beban Pak Dani dan guru-guru lainnya yang selalu berteriak-teriak memanggil kalian agar berbaris di lapangan ini.
Jika kalian disiplin maka gak akan lama palingan 30 menit lebih, ini nggak malah bermain-main kasian juga lah pada teman kalian yang berbaris diawal capek nungguin kalian." Nasihat Bu Arsani selaku kepala sekolah di SMA Bina Bangsa.
Pelajar yang berdiri mulai resah, hanya segelintir yang mau mendengarkan nasihat yang disampaikan oleh Bu Arsani.
"Nah, seperti sekarang ini contohnya anda semua lagi tidak mengacuhkan saya. Saya bicara, anda juga berbicara di belakang."