"Hai, kamu mau gak jadi pacar aku?" goda Ardi pada salah satu gadis yang berdiri di hadapannya.
"Anjing! Goblok! Shit! Arghh!!!!!" umpat seseorang di ruangan yang agak jauh dari mereka, Ardi mengenal suara itu. Ardi tau jika temannya itu pasti tengah ngamuk tetapi ia tidak tau sebabnya. Ardi memberi isyarat pada kedua temannya untuk mengikuti kearah sumber suara.
Setibanya mereka di sana mereka berdebat, menentukan siapa yang masuk terlebih dahulu. "Lo, aja yang masuk, gue takut." ucap Nio cowok yang selalu berpakaian rapi, berkaca mata, bertubuh jangkung, serta potongan rambut cepak. orang paling aneh diantara mereka berempat tetapi paling pintar.
"Lo aja, gua mah ogah tau sendiri kalo tu orang ngamuk kayak gimana, sereem." Sean pun tidak mau masuk, mau tidak mau dan dengan terpaksa Ardi lah yang membuka pintu dan masuk terlebih dahulu.
Ardi meliaukan pandangan sekeliling, lalu menemukan seorang cowok yang memeluk lututnya menyembamkan mukanya pada lutut. tubuhnya bergetar seperti orang menangis. "Eh, Lo kenapa elah? Ngamuk gak jelas?" tanya Ardi sambil melihat tembok. Yang ditanya masih mengumpat sambil nangis.
"Bodoh! Gak guna! Arghhh!!!" Cowok itu berdiri dan menghampiri samsak yang sengaja digantung di tempat itu. Meninju sekuat tenaga meluapkan emosi tidak dihiraukan samsak itu kembali menghantam dirinya.
Setengah jam lebih Ardi, Nio dan Sean memekakkan telinga dengan umpatan yang keluar dari mulut manis sahabatnya itu. Umpatan yang keluar bagai lagu yang terdengar fals, mereka telah jengah lalu menghentikan aktifitas sahabatnya yang masih ngumpat sambil meninju samsak.
"Udahlah Ran, udah! Apa lo gak capek ha? Gue aja lelah dengar lo ngumpat yang keluar itu-itu aja gak ada yang lain apa?" Bukannya berhenti Firanda makin menjadi-jadi memukul, menghantam samsak tersebut.
Ardi geleng-geleng kepala, ucapannya barusan itu bagaikan angin lalu ditelinga seorang Firanda yang keras kepala hanya melakukan apa saja mengikuti ego.
"Iya Ran, udah dong? Biasanya lo gak gini." Ucap Sean berharap cowok itu berhenti dari menyakiti diri sendiri.
Firanda bergeming melihat sahabatnya satu persatu lalu melanjutkan kembali menghantam samsak. "Cerita napa Ran, siapa tau kami bisa bantu." Usul Ardi kemudian.
"Kalo lo bungkam siapa yang akan mengerti apa masalah lo, dari tadi gue perhatiin lo cuma menghantam samsak itu tanpa mau sedikit pun bercerita. Dari tadi kami cuma perhatiin biar emosi lo reda dan mulai bercerita. Namun apa lo hanya ngumpat, emang ada jalan keluarnya gue tanya," ucap Nio setelah lama berdiam diri. Ia jengah melihat sahabatnya yang satu ini selalu memenangkan egonya.
"Bantu apa?! Hah! Bantu dengan cara apa?!" maki Firanda pada sahabatnya. Mata yang merah, buku-buku tangan yang lebam, peluh mengucur di dahi.
"Gue udah merusak, gue bego! Gak akan ada yang ngerti termasuk elo semua." Ucap Firanda lirih.
"Apa yang lo rusak Ran, siapa tau kami bisa ganti." Ucap Sean memberi saran, lelah mendengar umpatan yang tidak berkesudahan. Menangis dan mengamuk tidak akan menyelesaikan masalah bukan, untuk apa marah-marah jika masalahnya tidak akan selesai dengan itu.
"Sayangnya tidak akan bisa diganti Yan! Dengan harta segunung pun gak akan pernah terganti." ucap Firanda lirih yang lain menatap heran.
"Wow! Apa itu? Kok, mahal amat!" lagi-lagi Sean bertanya, memancing kemarahan Firanda. "Pikir sendiri!" Firanda berlalu dan meninggalkan Mereka yang masih bergeming memikirkan apa kesalahan yang dilalukan oleh temannya ini.
"Apaan ya?" tanya Nio sambil menepuk dagunya dengan telunjuk. Karena tidak juga menemukan jawaban ia mengangkat dagunya meminta jawaban dari yang lain.
"Au o! Bhay." Jawab Sean lalu meninggalkan Nio yang masih mencari-cari jawaban benda apa yang telah dirusaki oleh Firanda hingga tak terbayar harganya.
"Yan tunggu!" teriak Nio mengejar Sean yang tidak mau berhenti, menoleh pun enggan.