Mamah, Panda Ingin Sehat

Ita Mutiara Dewi
Chapter #15

Bab 14: Serah-serahan Yang Membawa Bencana

Setelah proses lamaran di Malang berlangsung lancar, kini giliran keluarga Ita membalas lamaran ke rumahku di Yogyakarta. Rumahku tidak besar, dan terletak di ujung desa di Kalasan. Rumah ini mungkin sederhana, tetapi dipenuhi dengan kehangatan dan doa untuk masa depan yang lebih baik.

Pada hari yang telah ditentukan, rombongan dari Malang tiba. Mereka terdiri dari Bapak dan Ibu Ita, serta Om dan Tante Ita. Sesuai dengan kebiasaan, calon pengantin perempuan, yaitu Mbak Ita, tidak ikut dalam rombongan ini. Menurut adat, calon pengantin perempuan memang tidak perlu ikut dalam proses balasan lamaran.

Rombongan keluarga Mbak Ita disambut hangat oleh keluarga besarku. Adik nenekku (ibu Om Derry), Om Derry, Tante Merry, Mamah, Bulik Tyah, Dik Elly, dan adik-adikku hadir untuk menerima kedatangan mereka. Meski rumah kami sederhana dan tidak besar, kami berusaha menyambut mereka dengan suasana yang penuh kekeluargaan. Makanan khas Yogyakarta seperti gudeg, opor ayam, sayur asem, garang asem, pepes ikan, sambal terasi dan aneka kue tradisional telah kami persiapkan di meja makan.

Pertemuan itu berlangsung dengan suasana yang hangat dan penuh kekeluargaan. Keluarga Mbak Ita sangat ramah dan menghargai kesederhanaan rumah kami. Mereka berbicara dengan sopan dan terbuka, seakan-akan telah menjadi bagian dari keluarga kami. Ibu Mbak Ita memuji masakan Mamahku yang katanya sangat lezat. Om Derry dan Bapak Mbak Ita terlihat berbicara serius tentang banyak hal, termasuk rencana pernikahan dan masa depan kami.

Setelah acara balasan lamaran selesai, tahap berikutnya adalah persiapan serah-serahan yang akan dibawa ke Malang. Mbak Ita memutuskan untuk membeli serah-serahan bersama Dik Elly, adik sepupuku. Mereka pergi berbelanja di beberapa toko di Yogyakarta untuk memilih perlengkapan serah-serahan. Sesuai tradisi, serah-serahan ini berisi perlengkapan sholat seperti mukena, sajadah, tasbih, kosmetik, kain tulle dan kain satin untuk bahan gamis, serta kain satin glitter untuk kerudung, semuanya bernuansa biru tosca.

Tidak hanya itu, Mbak Ita juga menghubungi Mbak Dea, temannya yang biasa mengemas serah-serahan dan mahar pernikahan. Mbak Dea dikenal sebagai ahli dalam membuat kemasan serah-serahan yang elegan dan cantik. Saat aku menanyakan kepada Mbak Ita tentang mahar pernikahan yang diinginkan, ia menjawab dengan tenang bahwa maharnya bukan seperangkat peralatan sholat seperti yang biasa ada dalam akad nikah. Mbak Ita menginginkan mahar berupa perhiasan, tetapi bebas saja berapa beratnya, “Semampunya saja Mas Andre,” katanya.

Setelah mendiskusikan dengan mamahku, aku memutuskan untuk membeli cincin dan gelang emas seberat 8 gram lebih. Kami memilih desain yang sederhana namun elegan, berharap bisa memenuhi harapan Mbak Ita dan keluarganya. Setelah semua urusan membeli serah-serahan selesai, Mbak Ita kembali ke Malang untuk berdiskusi dengan keluarganya.

Namun, di sinilah hambatan baru muncul. Beberapa hari kemudian, Mbak Ita menghubungiku melalui SMS dan email, mengungkapkan kekhawatirannya. Ia merasa serah-serahan yang telah kami siapkan terlihat kurang karena hanya menjadi 5 parsel. Mbak Ita membandingkannya dengan adik sepupunya yang pernah membawa 14 parsel dari Yogyakarta ke Madiun. Hal ini membuat Ita merasa tidak enak dan meminta pendapatku apakah parselnya perlu ditambah atau tidak. Berikut e-mail dari Mbak Ita:

 

Assalamu'alaikum wr. wb.

afwan saya meminta pendapat jenengan berkaitan serah2an. gambarannya sebagai berikut:

alhamdulillah bapak ibu kemarin merasa pertemuan di kalasan cukup perfect, tidak ada kekecewaan sama sekali.

alhamdulillah pula menurut sy, barang2 utk serah2an sudah lebih dari cukup.

bapak, ibu, kakak dan kakak ipar juga sudah saya ceritakan tentang serah2an juga merasa cukup pantas.

namun yang masih mengganjal dan agak menjadi bahan pikiran saya:

serah-serahan setelah dikemas jadi 5 parsel (meski menurut saya barang2 yang sy pilih bagus2 dan berkualitas).

sedangkan sewaktu pernikahan saudara lain, ternyata ada 14 parsel yang dibawa selain makanan.

memang kesalahan saya, sewaktu belanja tidak memilih perlengkapan sholat yang harganya murah saja

sehingga masih ada sisa banyak uang untuk membeli barang lain.

masalahnya di satu sisi teman2 akhwat saya seserahannya tdk banyak dan maharnya simple2, lebih mengutamakan kualitas dibandingkan kuantitas.

di sisi lain, keluarga besar mengutamakan kualitas dan kuantitas.

lantas baiknya tetap 5 parsel saja atau tambah 5 parsel lagi???

bila menambah 5 parsel, bapak,ibu dan keluarga besar saya tentu akan merasa lega karena seserahan cukup perfect.

Lihat selengkapnya