Tahun 2019, sebelum pandemi COVID-19 melanda, adalah tahun yang penuh kejutan bagiku. Bukan hanya karena anak keduaku yang baru lahir atau berat badanku yang melonjak drastis, tetapi juga karena perjalanan hidupku sebagai pengemudi ojek online mengalami perubahan yang tak pernah kuduga. Semua berawal dari keberhasilanku menjalankan akun-akun ojek online yang, dalam istilah kami sesama pengemudi, disebut “gacor.” Satu kata yang mungkin hanya dikenal oleh kalangan ojek online, tapi memiliki arti besar dalam keseharian kami: akun yang ramai dengan orderan, tanpa henti.
Awalnya, aku hanya mendaftar di satu platform ojek online. Setelah memutuskan mencari penghasilan tambahan untuk menutupi kebutuhan keluarga yang semakin meningkat, terutama setelah kelahiran anak kedua, menjadi ojek online adalah pilihan yang paling realistis. Gajiku di kantor, meskipun cukup untuk kebutuhan dasar, terasa semakin tipis seiring bertambahnya kebutuhan rumah tangga. Jadi, setiap malam setelah pulang kantor, aku menyalakan aplikasi ojek online dan berkeliling kota, mencari penumpang dan mengantarkan pesanan makanan.
Lambat laun, aku menyadari bahwa satu platform ojek online tidak cukup. Beberapa kali, aku melihat teman-teman sesama pengemudi menggunakan lebih dari satu aplikasi sekaligus. Mereka menjalankan akun dari berbagai platform ojek online secara bergantian, dan hasilnya terlihat jauh lebih baik daripada hanya mengandalkan satu platform saja. Aku pun tergiur untuk mencoba. Akhirnya, aku mendaftar di beberapa platform lainnya—hingga aku memiliki empat akun ojek online di ponselku. Akun ojol jaket hijau, akun ojol lokal jaket merah, akun jasa kirim jaket orange, dan akun ojol jaket kuning. Sebuah langkah yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, tapi ternyata memberikan dampak yang sangat besar pada penghasilanku.
Pagi hingga sore, aku bekerja di kantor, dan setelah itu aku langsung beralih menjadi pengemudi ojek online, bergantian menjalankan empat akun tersebut. Setiap kali ada order masuk dari satu aplikasi, aku langsung menjalankannya. Sementara menunggu order dari satu platform, aku menyalakan platform lainnya, berharap ada orderan lain yang bisa kuambil. Perlahan, aku mulai menemukan ritmenya. Menjalankan beberapa akun secara bergantian memang membutuhkan sedikit kejelian, tapi hasilnya sepadan.
Order demi order terus berdatangan. Bahkan di saat teman-teman sesama pengemudi kesulitan mendapatkan pelanggan, akunku hampir selalu ramai dengan orderan. Dalam dunia ojek online, akun yang ramai disebut “gacor”—dan punyaku bisa dibilang super gacor. Ini membuatku mencolok di antara rekan-rekan pengemudi lainnya. Beberapa di antara mereka mulai memperhatikan, mengapa aku selalu mendapatkan order, bahkan di saat mereka menunggu berjam-jam tanpa ada panggilan masuk. Kegacoranku menjadi buah bibir di kalangan pengemudi ojek yang sering nongkrong di pangkalan.
“Wah, akunmu gimana bisa segacor itu, Bro?” tanya salah seorang rekan ojek suatu malam saat kami berkumpul di warung kopi. “Aku dari tadi standby nggak dapat-dapat orderan, loh.”
Aku hanya tersenyum, tak ingin terlalu membanggakan diri. “Mungkin hoki aja kali,” jawabku sambil menyeduh kopi manis yang sudah jadi teman setiaku saat menunggu orderan masuk.
Namun, di balik senyumku, aku tahu bahwa ini bukan sekadar soal hoki. Ada beberapa trik yang kupelajari dari pengalaman dan obrolan dengan pengemudi lain. Salah satunya adalah konsistensi. Aku selalu online di jam-jam yang ramai, terutama saat orang-orang pulang kerja atau saat waktu makan siang. Selain itu, aku juga selalu memastikan ponselku memiliki sinyal yang kuat dan baterai yang cukup. Semua hal kecil ini ternyata berpengaruh besar dalam membuat akun tetap aktif dan “dilirik” oleh sistem.
Meski awalnya banyak yang sekadar kagum dan penasaran, lama kelamaan kecemburuan mulai muncul. Beberapa rekan sesama pengemudi mulai merasa aku bermain curang, meskipun aku hanya menjalankan trik yang mereka juga tahu. Salah satu insiden yang paling kuingat terjadi saat aku sedang menunggu order di sebuah titik ramai di pusat kota. Seorang pengemudi lain, yang sudah lama menunggu tapi tak kunjung mendapat order, tiba-tiba mendatangiku.
“Eh, dirimu main bersih apa gimana? Kenapa orderanmu terus yang masuk?” suaranya terdengar tajam, penuh kecurigaan.
Aku terkejut mendengar nada bicaranya. “Nggak, Bro. Aku juga cuma nunggu kayak jenengan. Mungkin lagi beruntung aja,” jawabku sambil berusaha tetap tenang.