Tapi malapetaka belum menunjukkan wujudnya. Malapetaka, andai itu diibaratkan sesosok makhluk berdaging dan bertulang, masih berupa embrio yang tak berbahaya di dalam rahim waktu.
Surga dunia sedang ada dalam genggaman Mami Rose dan Kancing. Betapa tidak? Di sepanjang gang itu, Wisma Mawar dan Melati-lah yang paling diminati orang. Selain karena tempatnya bersih mewah, dan nyaman, gadis-gadisnya sangat cantik dan muda.
Suatu kabar burung menyebutkan: jika seorang gadis kampung memutuskan untuk mengadu nasib ke gang itu, merelakan tubuh dan jiwanya untuk terjun ke jurang dunia malam, tujuan pertama mereka pastilah wismanya Mami Rose.
Maka, kedatangan gadis-gadis kampung yang merasa tidak ada lagi pilihan kecuali melakoni dunia malam, membuat Wisma Mawar dan Melati semakin dikenal dan laris. Setiap malam kamar-kamar selalu penuh. Tirai-tirai kamar selalu tertutup dengan desah dan bisik-bisik liar menghiasi sisi dalamnya. Para tamu memiliki ruang tunggu tersendiri dengan bar dan kafe, juga meja-meja biliar serta karaoke untuk menunggu tamu-tamu lain yang lebih dulu datang menyudahi urusan dengan gadis yang mereka kencani.
"Jauh beda dari wisma-wisma lainnya," ucap seorang pria hidung belang. "Wisma Mawar dan Melati yang paling elit! Bayangkan kau mau pergi bersenang-senang. Dan, yang kau temui wanita-wanita yang sudah seharusnya memiliki cucu?! Datang ke wisma milik Mami Rose, maka kau berasa jadi pengantin baru! Hahaha!"
"Tapi, harganya mahal, Bung."
"Ada harga, ada kualitas! Kau mau mengencani siapa? Itu terserah kau saja!"
Begitulah kira-kira obrolan yang sering terjadi di antara para pengunjung gang soal keunggulan wisma-wisma milik Mami Rose itu. Uang mengalir deras setiap malamnya berkat pujian pelanggan yang tersebar dari mulut ke mulut. Dan, tidak ada yang berani membuat masalah setelah Yanto memperkenalkan Seragam Sakti pada pemilik-pemilik wisma lain, yang secara otomatis akan membuat kabar tersebut juga melesak masuk ke lubang kuping para pengunjung gang itu. Bahwa Mami Rose punya rekanan berseragam. Dan, sebagaimana fungsi seragam pada masa itu, tidak ada yang cukup bodoh untuk membikin gara-gara.