Gadis itu tak menemukan makna apa-apa ketika ia berkenalan dengan Rudi. Ia hanya tahu kalau lelaki bertubuh tinggi dan berkulit cerah itu harus ia puaskan dan ia bikin senang, sebab itu memang tugasnya. Tamu-tamu harus pulang dari kelab malam dengan hati bahagia, bukan masam, apalagi penuh amarah.
Begitupun dengan Rudi, yang juga harus pulang dengan senyuman yang lebar tanda kepuasan.
"Om Rudi senang, tidak?" Itu yang Mawar tanyakan sebelum si lelaki pergi.
"Ya, tentu saja saya senang. Saya akan kembali lagi. Saya janji."
"Saya tunggu, Om Rudi."
Lelaki itu mencium keningnya sebelum membuka pintu kamar untuk pergi; tetap saja terasa seperti tak bermakna sebab memang itulah yang para tamu terkadang lakukan untuknya.
Mawar alias Sumiarsih atau yang kelak dikenal dengan julukan Mami Rose, ketika itu, adalah primadona di kelab malam milik Suyadi. Bagaimanapun setiap tamu yang memakai jasanya akan selalu pulang dengan semringah dan perasaan seperti menjadi satu-satunya pejantan tangguh di muka bumi sebab telah menaklukkan seorang gadis yang sebegitu cantiknya.
Hanya saja Rudi merasa gelisah. Sebuah rasa yang timbul karena alasan cinta. Tapi, bagaimana mungkin ia tak rela pulang seperti ini? Ia tak rela meninggalkan Mawar untuk tetap berada di tempat remang itu, sementara besok malam, serta besok malamnya lagi, juga besoknya lagi, dan seterusnya sampai ia menyampaikan niatannya, gadis itu pasti akan menemui entah berapa pria hidung belang!
Bukankah pada akhirnya ia akan menyampaikan niat itu kepada Mawar? Bahwa ia ingin menikah gadis itu dan bahwa sebaiknya Mawar tak perlu lagi bekerja di kelab malam milik Suyadi? Kenapa ia segelisah ini hanya untuk menunggu agar mereka lebih akrab?
Membayangkan itu sulit bagi seorang Rudi. Ia mengira ia pasti bisa gila jika terus begini tanpa segera ambil tindakan.
Mawar adalah kembang yang amat berharga. Untuk memetiknya, Rudi tahu bahwa ia harus melukai kulitnya sendiri lantaran di tangkai sang bunga, ada duri-duri yang begitu tajam dan keras.
"Duri-duri itu, tentu saja, adalah Suyadi si pemilik kelab malam," pikir Rudi. "Lalu, mungkin, tamu-tamu yang mencintai Mawar. Pelanggan setia yang selalu mencarinya setiap kali singgah ke tempat itu. Juga, barangkali, ia mempunyai seorang pacar? Siapa yang tahu? Ah, kenapa tidak sempat saya tanyakan itu!"
Rudi tak tenang dalam perjalanan pulangnya malam itu. Ia tak bisa tidur. Terus saja bayang wajah Mawar yang sedang melayaninya di ranjang mengusik pikirannya. Pada akhirnya ia memutuskan untuk tak perlu menunggu lebih lama lagi.