Mami Rose

Ken Hanggara
Chapter #17

Bioskop Ingatan

Segala yang terdengar pun selayaknya suguhan dalam bioskop ingatan. Film yang diputar hanya satu judul tapi berdurasi cukup panjang serta menyajikan adegan-adegan yang sama sekali jauh dari imajinasi Yanto tentang seorang Sumiarsih atau Asih, atau... yang berikutnya ia kenal sebagai Mawar.

"Ya, saya tak pernah menganggap benar tindakan dan pilihan saya itu, Mas," tutur gadis itu di sela adegan-adegan filmis yang terlintas di benak Yanto. "Saya tahu itu yang kita sebut dosa. Hanya saja, saya tidak punya pilihan lain. Saya benar-benar terjebak di jalan buntu dan saya harus mendapatkan sesuatu. Sedangkan usaha-usaha yang sudah saya jalani hanya berakhir kecewa, kecuali jika saya gunakan apa yang dianugerahkan oleh Tuhan pada saya; kecantikan."

Maka, Mawar bukan menggambar sebuah pembenaran dalam adegan-adegan dari ingatan itu. Ia hanya menggambar peristiwa-peristiwa dan tak peduli apa pun nanti yang mungkin Yanto pikirkan tentang itu.

"Nilai-nilai yang masyarakat anut di sekitar kita sama sekali tidak ada, Mas Yanto. Saya tahu pada saatnya nanti orang akan mengintip ruang-ruang tergelap di ingatan, di jiwa saya. Maka biarlah sekarang Mas Yanto tahu. Biar sekalian saya buka saja semua cerita itu."

Yanto bukan marah, bahkan tak pula ia kecewa. Memang ada secuil rasa sedih saat ia menonton bagian ketika film tiba di titik kelamnya; saat Mawar menerima tawaran si pemilik kelab malam untuk bergabung dengannya. Berikutnya, begitu menit demi menit bagian kelam itu berlangsung, ia malah terkagum akan keteguhan hati Mawar. Gadis itu ditolong oleh Suyadi, sang pemilik kelab, ketika terlunta-lunta tanpa tujuan di Jakarta. Mawar tidak gentar setelah memutuskan ia harus memiliki tujuan, yakni menabung. Ia tidak gentar menghadapi lelaki mana pun sebab tidak ada yang terpenting di hidupnya selain tujuan itu.

"Tidak ada yang saya pikirkan selain membeli tanah untuk kedua orang tua saya. Saya tidak punya pendidikan tinggi, jadi saya pikir saya juga ingin menabung agar kelak Aris, yang saat itu masih bayi, bisa mengenyam pendidikan yang layak, Mas Yanto. Jadi apa pun siap saya hadapi. Lelaki-lelaki itu hanya singgah sesaat lalu sirna. Saya hanya perlu memejamkan mata untuk beberapa saat, membayangkan senyuman bayi saya, Aris. Saya tidak memikirkan apa-apa selain masa tua yang makmur untuk ayah dan ibu saya. Dan hanya itu. Tak lebih dari itu. Siapa lagi yang bisa mewujudkannya selain saya?"

Yanto hanya menyimak tanpa berkata-kata. Seluruh film dari ingatan Mawar itu tak ayal membuatnya mengenal cakrawala baru yang tadinya teramat asing bagi kepalanya; dunia malam yang kejam. Dan, bagi Mawar, dunia macam itu seolah hanya fase singkat yang gadis itu jalani dengan kepala tegak.

"Bagaimana kamu menerima orang-orang itu? Maksudku, mereka bisa saja orang-orang jahat, bukan?"

Lihat selengkapnya