Dan, memang kemenangan itu masih cukup jauh--kalau memang kedekatan Mirna dan Putra bisa disebut awal kemenangan. Tahun depan mereka baru akan menikah andai tak ada kendala. Tapi, siapa bisa menebak apa saja yang mungkin terjadi dalam setahun ke depan?
"Kalau bisa segera kamu minta Putra memperkenalkan kamu ke orang tuanya." Itu kata Mami Rose suatu siang saat ia hanya berdua dengan Mirna.
"Kenapa Ibu buru-buru begitu? Pacaran juga baru berapa bulan."
"Ya, apa salahnya kalau kamu segera menikah, bukan? Apalagi kalau memang dia cocok denganmu, Mirna. Lagi pula Ibu kira Putra itu anak yang baik. Bisalah diandalkan kalau-kalau ada orang mau menjahati kita."
"Kenapa Ibu bilang begitu?" Mirna mengernyit.
Mami Rose tersenyum canggung, berusaha mati-matian mengusir kecurigaan sang putri. Ia tak mau menyinggung masalah yang dihadapinya dengan Kancing. Perkara itu hanya ia dan Yanto saja yang boleh tahu.
"Maksudnya, dia kan polisi. Dia bisa mencegah supaya tak ada orang berniat jahat ke kita, Mirna. Dalam hal apa pun," kilah wanita paruh baya itu.
"Pak Kancing bisa mengurus soal seperti itu, Bu. Lagi pula kenapa harus pacarku yang begitu? Pak Kancing lebih paham karena dia lebih tua, kan, Bu? Ibu ini mendadak ngomong aneh begini."
"Iya, itu tadi Ibu cuma berbasa-basi, Mirna. Tak menyangka kamu sekarang sudah beranjak dewasa. Intinya Ibu senang lihat anak Ibu ini berpacaran dengan polisi, apalagi kalau kelak menikah. Setidaknya Ibu dan ayahmu akan tenang karena selalu ada yang menjagamu, Nak."
"Iya, sih. Aku juga berpikiran sama, Bu. Kalau saja bisa menikah dengannya, aku pasti akan dilindungi," balas gadis itu, tapi dengan wajah murung.