Mami Rose

Ken Hanggara
Chapter #35

Luluh

Hari-hari itu terasa begitu murung bagi Mami Rose. Baginya Mirna seolah tersesat di pemikirannya sendiri tentang profesi orang tuanya. Apa yang harus gadis itu katakan pada calon mertuanya? Ya, tentu, di mana pun itu, siapa pun itu, jika seseorang hendak menikahi orang lain, antara mereka tak akan ada rahasia. Bagaimana cara membongkar jati dirinya untuk orang tua sang polisi muda?

Mami Rose tidak langsung memberi solusi untuk Mirna saat itu. Ia hanya bilang, "Yah, itu sulit untuk dijelaskan, Nak. Tapi, biar Ibu dan Ayah pikirkan cara bicara yang tepat untuk mereka. Yang pasti, Putra itu pemuda yang baik. Dan Ibu senang jika kelak kalian menikah."

"Ya, semoga saja tak ada masalah, Bu. Apa Ibu mau membantuku bicara nanti?"

"Ya, Nak. Tentu saja Ibu akan bantu. Tak akan ada masalah. Ibu tak bisa janji akan semulus kulit bayi, tetapi Ibu yakin mereka akan menerima. Ini hanya tentang cara kita menyampaikan kenyataan ke mereka."

Mirna tampak lega, namun tentu jawaban-jawaban itu hanyalah cara Mami Rose untuk meredam kegelisahan Mirna. Sesungguhnya ia sendiri juga merasa berdiri tepat di sebuah jalan buntu.

Bagaimana menjelaskan ke keluarga terhormat itu bahwa ia dan suami, orang tua dari Mirna, memiliki dan mengelola wisma di Gang Dolly? Akan ada reaksi yang keras dari mereka tentunya. Penolakan mungkin akan terjadi begitu mereka mendengar fakta itu. Ya, satu hal itu belum dipikirkan Mami Rose dan Yanto, karena terlalu berambisi untuk mendepak si Seragam Sakti.

"Kalau saja cuma itu cara menyingkirkan Kancing, membicarakan pekerjaan kita ke orang tua Putra bukan hal yang buruk, kan?" ucap Yanto ketika ia keluhkan masalah ini.

"Ya, Mas. Kita harus segera memikirkan cara menyampaikan itu ke mereka. Kalau mereka tahu apa alasan kita memulai bisnis ini, mungkin mereka akan mengerti."

"Ya, mungkin."

"Kuharap pertemuan dengan mereka bisa segera terjadi, Mas. Aku tak peduli Mirna belum lulus sekolah. Paling tidak, kita bisa mengenal terlebih dahulu kedua orang tua Putra. Akan lebih tenang buatku kalau saja mereka menerima alasan kita. Mungkin juga mereka akan mau membantu 'menjaga' wisma kita, bukan? Jadi setelah itu kita cuma fokus mengatasi Kancing dan keserakahannya sampai Mirna lulus."

"Terdengar menyenangkan dan terlalu mudah. Tapi, tidak ada yang bisa menebak-nebak masa depan. Dan semoga saja semua ucapanmu itu terkabulkan. Aku juga sudah tak tahan lagi menghadapi Kancing. Makin lama dia makin tak tahu diri."

Setelah obrolan itu, Mami Rose jadi sedikit lebih tenang. Namun, ia terus-menerus memikirkan kapan Putra bisa mengajak mereka menemui orang tuanya? Kapan pemuda itu mampir lagi ke rumahnya? Mirna masih sibuk dengan urusan sekolah. Gadis itu juga jarang bisa bertemu sang pacar. Bulan demi bulan berlalu. Putra tak jua mampir. Mirna hanya bilang kalau Putra belum ada waktu untuk mengatur pertemuan yang diinginkan Mami Rose.

Mami Rose perlahan mulai mahir mengelola kesabarannya. Ia juga mulai tak peduli lagi saat Kancing datang menagih setoran bulanan dengan kata-kata yang pedas dan tak mengenakkan. Yang ia pikirkan hanya, "Tak lama lagi Kancing akan enyah dari hidupku! Akan ada saatnya obrolan itu terjadi. Dan itu pasti. Orang tua Putra pasti mendengarkan langsung penjelasanku. Mereka pasti menerima situasi keluargaku!"

Lalu, tibalah hari saat Kancing menagih uang setoran bulanan lagi. Ketika itu jam masih menunjuk angka lima. Masih terlalu sore. Mami Rose dan suami belum bersiap untuk pergi ke wisma. Tahu-tahu si Seragam Sakti mengetuk pintu rumah.

"Permisi. Oh, aku agak tergesa kali ini. Jadi datang lebih awal!" kata Kancing usai pintu rumah dibukakan.

Lihat selengkapnya