Lima hari setelah pembunuhan, tepatnya 18 Agustus 1988, Mami Rose, Yanto, Aji, Aris, dan Putra ditangkap. Tak ada perlawanan. Gang Dolly mendadak heboh sekali lagi. Wisma Mawar dan Melati seketika terbengkalai, seperti kapal yang kehilangan kapten, terombang-ambing tanpa kepala di tengah samudra kehidupan yang ganas. Penangkapan Mami Rose dan sang suami beserta kaki tangannya mengisi halaman-halaman koran, meramaikan tayangan berita di televisi nasional. Sebuah keluarga membantai keluarga yang lain. Dari mulut ke mulut, kisah ini semakin luas tersebar.
Segala tindakan harus ada pertanggungjawaban. Tanggal 30 November 1988 semua pelaku divonis hukuman mati. Budi Saputra, menantu Mami Rose, ditembak mati tak berapa lama setelah itu. Tahun demi tahun berlalu dalam jurang kegelapan. Mami Rose berulang kali coba mengakhiri hidupnya sendiri tetapi gagal. Aji dan Yanto meninggal karena sakit di waktu yang berbeda selama tahun-tahun panjang yang terasa sama-sama kelabunya itu. Mami Rose menjalani masa hukumannya sebelum kematian dijadwalkan untuknya di lembaga permasyarakatan yang terpisah dari tempat di mana sang anak, Aris, menunggu hukuman yang sama. Permohonan grasi sebanyak dua kali, kepada dua presiden yang berbeda, ditolak selama hampir dua puluh tahun berikutnya.
Tahun 2008, dua puluh tahun setelah pembunuhan, Mami Rose dan Aris menyusul Yanto yang lebih dulu berpulang bertahun-tahun sebelumnya. Ibu beranak itu ditembak di tempat yang sama, bersebelahan. Menjemput ajal bersamaan untuk pergi bergandeng tangan menuju keabadian.
"Bagaimana, Bu Asih? Apa ada permintaan terakhir?" Suara itu serasa menggema di kepalanya.
"Aku hanya ingin tidur. Ya, tidur dengan tenang tanpa mengkhawatirkan apa-apa," ucap Mami Rose dalam hati. Dengan senyap, ia menggeleng. Sang anak juga tak bicara apa-apa. Mereka sudah diberi waktu yang cukup untuk menemui keluarga sebelum maut dihantarkan melalui peluru-peluru regu tembak. Tak ada lagi yang mereka harap. Tak ada lagi yang mereka ingin. Ini akhir. Dan mereka dengan berbesar hati menerima.
Maka, Mawar yang dulu bertumbuh di mata air terbaik, yang dulu menjadi pusat perhatian, akhirnya layu dan mati. Seperti segala sesuatu yang hadir di dunia yang tak akan pernah abadi.