Manahara

Jangkar Mata
Chapter #2

#2


Mari kita lihat rumah ku dari garasi hingga ruang bawah tanah ku karena mungkin menurut kalian, ini tidak penting tapi percayalah kepadaku karena aku hidup disini, entah mengapa aku mengatakan itu tapi ya sudah lah.

Pertama, kita lihat dari garasi ku. Ruangan yang luas di isi Banyak perkakas disini dan disana walau saya cuma punya satu motor 2 tak yang terpajang kaku tak pernah kupakai.

Dan juga ada beberapa rakitan senjata api ku, sayang sekali para polisi tak bisa menemukan ku disini untuk melihat lihat mahakarya dari Guruh sang perakit handal.

Walaupun handal tapi jarang ada yang memesan... sungguh ironis, sekalinya ada pun biasanya dompet ku terisi 15 sampai 25 juta itupun langsung kuhabiskan di tempat judinya orang orang kaya.

Lanjut lanjut, untuk tempat tidur nya sebenarnya sangat minimalis karena rumah ku hanyalah garasi ini... ada sebuah tangga di sebelah kanan pintu garasi yang cat nya sudah memudar, jika di hitung kamar nya hanya sekitar 3 x 5 meter ya tapi karena isinya hanyalah alas piknik dengan bantal kualitas hotel bintang lima yang kudapatkan setelah menyuap salah satu staff kebersihan disana. Selain tempat tidur ada juga laci khusus buku, isinya mulai dari kumpulan cerpen, beberapa buku novel romansa dewasa, serta buku Richard Dawkins.

Mungkin kalian merasa aneh bagaimana aku mendapatkan ketenangan disini walau aku betul betul berani mati dan di endus aparat, tapi tenang saja kawan ku. Semua orang disini mencintaiku seperti pak rt salah satu pelanggan ku yang selalu menghasilkan permintaan aneh mulai dari penghibur malam hingga kopi toraja, Bu Yomi depan rumah ku selalu menyuruhku mengajak anak perempuan nya yang belia jalan ke mall indonesia karena ingin punya waktu kenyamanan dengan pacar barunya, dan Pak Heri yang menyuruhku membuat mesiu yang ia gunakan untuk membunuh keluarganya 6 tahun yang lalu dan akhirnya dilepas empat setengah tahun kemudian setelah ku suap mereka. Kenapa harus sampai 4 tahun aku namun membebaskannya? Karena banyak orang disekitar ku yang meminta pertolongan ku.

Tok Tok Tok.

Suara ketukan itu dibarengi dengan suara khas dari Pak Toni, pelanggan terbaik ku sejauh ini karena dia menjadi dosen di tempatku bekerja, serta bayaran yang sangat tinggi ketika aku diperkerjakan olehnya, suara medog Jawa khas dengan nada bagai orang batak dia menyapa. "Permisi... Guruh!"

"Masuk aja pak!"

"Peeww, udah jam lima tapi panas masih nyengat gini, omong omong Guruh... kau tahu kalau saya ini seorang pecinta tanaman bukan??"

Lihat selengkapnya