MANDUL

Eric Shandy Admadinata
Chapter #3

Arzan

Sebenarnya, aku sosok yang kuat dalam menghadapi permasalahan yang rumit. Akan tetapi, aku tak bisa berurusan cinta yang rumit. Aku bagaikan sosok cowok yang lemah tentang perasaan hati. Untuk itulah, aku tak berani bermain perasaan hati secuil upil. Aku menyadari betah beratnya kalau sudah menghadapi tentang cinta. Lebih baik diriku mencari titik aman tentang masalah hati. Bisa-bisa runyam dan berpikir bahwa pondasi cinta yang dibangun sekian tahun roboh karena angin puting beliung mampu merobohkan hingga rata dengan tanah.

Sudah dua hari diriku berada di kamar kos sendirian dan tak masuk kerja dikarenakan melawan perintah bapak Yuyud. Namanya karyawan baru, aku tak mengetahui sosok lelaki berumur 40 tahun yang menyuruh di luar SOP perusahaan.

Gara-gara aku berdebat dan melawan perintahnya di luar SOP perusahaan itu, pasti ada resiko yang harus aku tanggung. Entahlah, aku akan kehilangan pekerjaan dan tak dapat gaji karena diriku baru seminggu bekerja.

Dan ketika kejadian itulah bapak Yuyud memberikan sepucuk surat padaku. Tak ada rasa gentar sedikit pun ketika sepucuk surat tiba di atas meja kerja. Aku pun mendapat surat peringatan dari perusahaan. Selama seminggu aku tak bekerja. Bagiku, jika aku merasa benar, kenapa aku harus takut melawan perintah bapak Yuyud? Ah, masa bodoh!!!

Omaigod!!!

Aku lupa malam ini. Bukannya aku ada janji dengan Arzan untuk menemani makan malam. Kedua bola mataku menatap jan dinding di dalam kamar kos. Hufh! Aku bisa bernapas lega. Masih kurang setengah jam lagi Arzan akan menjemput di kos. Dengan langkah tergesa-gesa aku turun dari ranjang tempat tidur dan mengarahkan kedua kaki menuju kamar mandi. Kebetulan kamar mandi berada di dalam kamar kos.

Jadinya aku tak harus antre menunggu di luar kamar kos. Andainya aku tak memilih kamar mandi dalam kamar kos, bisa-bisa aku terlambat untuk berangkat ke kantor karena menunggu antrean mandi. Penghuni rumah kos yang aku tempati adalah kamar kos putera dengan jumlah yang tak sedikit yakni 50 kamar kos.

Waktu tiga puluh menitan itu aku manfaatkan dengan semaksimal mungkin. Waktu tiga puluh menitan cukup untuk menyiapkan diri sebelum kedatangan Arzan ke rumah kos untuk menjemputku. Selama kenal dan dekat dengan Arzan itu, aku tahu karakter Arzan sedikit demi sedikit. Arzan adalah orang yang tepat waktu ketika berjanji. Untungnya, selama ini aku tak pernah mengulur-ulur waktu atau terlambat dari jadwal janjian dengan Arzan.

Pakaian rapi, oke. Rambut sudah klimis, oke. Wajah tak kusut atau kusam, oke. Aroma parfum yang kusemprotkan di badan dan di pakaian juga, oke. Dan saatnya diriku menunggu kedatangan Arzan di gazibu halaman rumah kos.

Betul juga pradugaku akan kedatangan Harzan yang tepat waktu menjemput di rumah kos. Kurang lima menitan, Harzan sudah memarkirkan mobil merah di luar halaman rumah kos. Aku bergegas menuju mobil mewah dengan berjalan santai. Aku buka pintu depan mobil mewah sambil mengumbar senyum ke arah Arzan.

Tiba-tiba kedua sorot mataku tak hentinya memandang Arzan dari ujung rambut hingga ujung kaki. Sosok lelaki yang luar biasa gantengnya. Ah, masa bodoh. Lagian aku tak mungkin tertarik pada sosok Arzan yang siap melajukan mobilnya mengarah ke tempat yang dituju malam ini. Arzan melambaikan telapak tangan kirinya dengan gemulai. Aku pun tersadar ketika Arzan menangkap basah saat kedua bola mata ini menatapnya tanpa berkedip sedikit pun.

Aku tersadar dari lamunan. Aku membenarkan posisi duduk dan memasang sabuk pengaman keselamatan. Klik! Seketika itulah roda mobil mewah bergelinding di aspal hitam pekat. Dan selama perjalanan, suara musik itu bergema menemani mereka. Tak ada yang perlu dibicarakan selama berada di dalam mobil mewah. Aku pun menyibukan diri dengan ponsel sementara Arzan fokus menyetir mobil mewahnya sambil bernyanyi mengikuti nada lagu.

Lihat selengkapnya