Manipulasi

anakucilibo
Chapter #9

9. Suami dan Istri.

Waktu terus berjalan, beragam rasa tersaji. Mewarnai kehidupan bagai sekotak coklat beragam rasa. Berita kematian Rudy merebak cepat, serangan jantung menjadi penutup yang sempurna. Tidak ada penyelidikan, karena keluarganya malu dengan kondisinya saat di temukan tewas.

Pagi ini awan mendung bergelayut di rumah Ragil. Indra duduk diam, sesekali menatap papanya yang sangat murka. Terus menunduk tidak berani mengatakan apapun, kesalahan fatal kembali ia lakukan.

"Goblok!" maki Ragil lantang, menatap putranya yang tidak henti membuat masalah.

"Pah, kasian Indra," ucap Dita menengahi.

"Diam!" bentak Ragil marah, melotot ke istrinya yang langsung menunduk.

"Pa, maafin aku," ucap Indra lirih, berlinang air mata.

"Maaf-maaf, cuma itu yang terus kamu katakan!" bentak Ragil, hampir tidak bisa menahan diri. Hari ini beragam kabar buruk datang, menyudutkan mereka ke tepi jurang.

Indra langsung berlutut ketakutan. "Pa, ampuni aku," isaknya.

"Kamu tau, kita bisa di buang Nenek!" seru Ragil emosi, mengangkat tangan akan menampar putranya.

"Papa!" jerit Dita sambil memeluk Indra, melindungi putra semata wayang mereka.

Ragil menarik napas dalam, berusaha meredam kemarahan yang bergemuruh di dada. "Aaaahh!" serunya sambil meraih sebuah vas, melemparnya sekuat tenaga ke dinding.

"Praang!"

Meluapkan kemarahan yang menyesakan dada. Kesalahan Indra kali ini sangat berat, hampir saja mencoreng nama keluarga besar mereka. Tak hanya itu, begitu banyak uang harus mereka gelontorkan demi munutup mulut yang menganga lebar.

Ragil berusaha tenang karena masalah datang bersamaan, nenek sama sekali tidak mau memberi dukungan dana. Dia harus mengeluarkan semua uang yang tersisa dari perusahaannya. "Hitung semua uang yang kamu dapatkan dari hasil merger dengan Rudy," ucapnya, tidak bisa berpikir. "Papa bangkrut," lanjutnya lirih.

"Pa," ucap Indra kaget, menatap nanar papanya.

"Om Hendro tidak lagi memberi pendanaan ke Ragils group," ucap Ragil. "Sisa uang perusahaan sudah di gunakan untuk menutupi masalah yang kamu buat, hanya Ting Tang yang bisa menyelamatkam kita," lanjutnya, mencoba membuka mata putranya sambil menutupi sesuatu.

"Pa, aku akan kerja keras," balas Indra meyakinkan. "Sebentar lagi project akan berjalan, aku akan bangun Ragils group kembali," ucapnya percaya diri.

Ragil hanya diam, senyum meremehkan terlukis di wajahnya. "Kamu bisa apa? Perusahaan makanan kita rugi 1 trilyun gara-gara kamu!" bentaknya meradang, tidak ada yang bisa di lakukan putranya.

"Papa percaya sama aku, kali ini aku pasti bisa," ucap Indra sambil merangkak mendekati papanya. "Uang yang terkumpul hampir 1.5 trilyun, dan akan berlipat saat project selesai," lanjutnya.

"Pa, kasih Indra kesempatan," ucap Dita sambil mendekati suaminya. "Dia pasti bisa, kamu harus yakin itu," lanjutnya, menatap suaminya yang seperti putus harapan.

Ragil menatap putranya. "Jangan sampai gagal, atau kita semua di buang Nenek," ucapnya mengingatkan.

"Papa tenang aja, aku tidak akan gagal," balas Indra sambil memegang tangan papanya.

"Urus peusahaan kamu sekarang, jangan kalah dengan Linda," perintah Ragil, melambaikan tangan agar putranya pergi.

"Iya, Pa," balas Indra sambil berdiri. Melangkah cepat sambil menghubungi anak buahnya. Ketegangan terlihat jelas di wajahnya, bersama binar-binar permusuhan yang berkobar.

"Halo," jawab seorang direksi Ting Tang group.

"Pak Ratno, kita harus menang tender L&R di Kalimantan!" seru indra, tidak bisa berpikir tenang.

"Baik Pak," balas Ratno tegang. "Pak, maaf ada yang ingin saya sampaikan," ucapnya takut-takut, tahu kalau saat ini bukan saat yang tepat tapi tidak ada pilihan lain.

"Kenapa?" tanya Indra dengan suara lantang.

"Pendanaan kita di stop L&R, akhir bulan ini," jawab Ratno lirih.

"Pake sisa duit invstasi, goblok!" seru Indra lantang. "Lo bisa mikir ga sih!" makinya.

"Baik Pak," balas Ratno, tidak mau menjadi masalah untuknya.

Indra menutup telepon, bergegas masuk ke mobil. "Bangsat dia cut pendanaan," ucapnya tidak menyangka. "Dia pasti yang ngebunuh Rudy, sengaja di lakuin di apartemen gw biar nama gw jelek di depan Nenek," pikirnya, termakan konspirasi yang di ciptakan kebencian.

"Ranti bener gw harus singkirin dia," pikirnya marah, semua selaras dengan perkataan Ranti. Matanya seakan buta, menganggap apa yang di tanamkan di kepalanya adalah kebenaran.

Suasana kelabu mengikuti, walaupun di luar matahari bersinar terang seperti di Bali. Di villa, sejak pagi Loji sudah berkeliling, menikmati pemandangan indah memanjakan mata. Tenang dan damai, kebahagiaan di antara beban yang bergelayut.

"Mas Loji!" seru Bejo sambil melambaikan tangan. "Ayo berenang!" lanjutnya riang.

Loji segera melangkah ke arah villa. Tersenyum lebar, melihat Bejo yang tertawa-tawa bersiap melompat ke dalam kolam renang. Matanya langsung berbinar, saat Bejo melompat ke dalam kolam renang.

"Byurr!"

Djunet duduk santai, menikmati jus bersama Helen ikut tertawa-tawa melihat tingkah Bejo. Linda juga di situ, sibuk browsing melihat-lihat baju untuk Loji.

"Ayo, nyebur," ucap Djunet ke Loji.

"Ganti celana dulu Mas," balas Loji sambil bergegas masuk.

"Pake cd aja," gumam Helen, melirik Linda yang cemberut sambil melirik sinis. Dia langsung tertawa lepas bersama Djunet.

Loji tak lama kembali keluar, mengenakan celana ketat tapi masih mengenakan baju.

"Ayo Mas!" seru Bejo mengompori.

"Ayo Mas Djunet," ajak Loji sambil membuka baju.

"Wow," gumam Helen, melihat lekuk tubuhnya. Otot-otot yang terbentuk secara alami hasil menjadi kuli, sangat menggoda. "Sexy banget, Lin," ucapnya lirih, melirik Linda yang pura-pura acuh.

Dia kembali memperhatikan Loji yang melompat ke kolam renang, mengipas-ngipas wajahnya yang terasa panas.

"Byurr!"

Linda kesal, tidak suka dengan tatapannya. "Lo ngapain sih, gitu amat ngeliatinnya," ucapnya ketus. Sesekali ikut melirik Loji yang sedang berenang.

"Badan kayak gitu di buat untuk durability," ucap Helen sambil mengipas-ngipas wajahnya.

"Maksudnya?" tanya Linda kebingungan, tidak mengerti apa maksud ucapan tersebut.

"Net, kasih tau," ucap Helen sambil meraih minuman dingin, tapi matanya terus menatap Loji yang akan naik ke atas. "Lin, liat tuh," gumannya, menyolek-nyolek Linda yang ikut melihat.

"Durability maksudnya tahan lama," balas Djunet ikut memperhatikan. "Lo bisa olah raga sama dia semaleman," ucapnya sambil tersenyum lebar.

Wajah Linda langsung merah merona. "Ayo kita check list event," ucapnya sambil menarik tangan Helen, sebenarnya hanya tidak ingin Helen terus menatap Loji. Menutupi matanya dengan kipas tangan, dan menariknua yang tertawa lepas ke dalam villa.

Mereka masuk dan duduk di ruang makan, Linda langsung duduk menghalangi Helen yang terus melihat keluar. "Jangan di liatin mulu," ucapnya cemburu.

Helen tersenyum lebar, membuka tablet miliknya. Wajahnya tiba-tiba berkerut, melihat sebuah pesan dari Ali. "Lin," gumamnya, melihat sebuah informasi yang mengagetkan.

"Kenapa sih?" tanya Linda sibuk membuka tabletnya. Perlahan matanya terbelalak, melihat sebuah berita Rudy tewas overdosis obat. Saling menatap dengan Helen seperti tidak percaya apa yang terjadi.

Di luar, di area pantai. Dua orang wanita cantik saling melirik, melihat target mereka sedang tertawa-tawa di pinggir kolam renang.

"Show time," ucap salah satu dari mereka sambil memberi kode.

Rekannya melangkah ke pantai, membuka kain yang menutupi bagian bawah tubuhnya kemudian menjatuhkan diri. Temannya berpura-pura panik. "Tolooonng!" jeritnya sekuat tenaga, mencoba menarik rekannya.

"Toloooong!" jeritnya kembali sekuat tenaga.

Djunet langsung berdiri sambil melihat ke arah pantai, begitu juga dengan Loji yang akan melompat ke kolam renang. Linda dan Helen yang mendengar ikut keluar, mereka semua berhamburan berlari ke arah pantai.

"Toloongg!" jerit sang wanita, berusaha menarik rekannya agar tidak terseret arus. "Tolooonng!" teriaknya sambil melihat ke arah mereka.

Suasana terasa tegang, Loji langsung ikut menarik wanita yang jatuh pingsan. Dia membopongnya ke arah pinggir pantai.

"Bawa ke dalem!" seru Linda, menunjuk ke arah villa. Berlari mendahului dan menarik sebuah matras, alas kursi kayu. "Taruh sini!" serunya.

Loji segera menaruh wanita yang di bopongnya, membiarkan Helen dan Linda mengambil alih. Dia mengambil handuk, memberikan ke Linda untuk menutupi tubuh sang wanita yang hanya mengenakan bikini.

"Dia tiba-tiba pingsan," ucap sang wanita khawatir, sambil memagangi tangan rekannya. "An Anna," panggilnya ketakutan.

"Uhuk uhuk!"

Anna perlahan membuka mata, skenario yang mereka perankan berjalan sempurna. Melihat rekannya dan orang-orang yang mengelilinginya. "Terima kasih," ucapnya lirih. Berhasil masuk ke sarang target, siap menjalankan skenario berikutnya.

Dia menatap mereka satu persatu, berpura-pura lemas tapi memiliki arti terselubung dari lirikannya ke Loji.

"Saya Putri," ucap rekannya memperkenalkan diri. "Terima kasih," lanjutnya, mendekatkan diri dengan maksud tertentu.

Mereka berkenalan, tanpa ada kecurigaan. Linda menerima mereka secara terbuka, berpikir telah menolong orang yang sedang dalam bahaya. Membiarkan Anna dan Putri beristirahat sebentar di tempatnya.

Sementara itu di Jakarta, di sebuah hotel. Indra menceritakan apa yang terjadi kepada Ranti.

"Aku sudah ingatkan kamu agar hati-hati, mereka ingin menjelekan kamu di mata Nenek," ucap Ranti sambil menatap dalam mata Indra, menggenggam tangannya bagai memberi dukungan. "Mereka pasti yang menghabisi Rudy, setelah itu kamu," lanjutnya memanipulasi.

"Aku juga curiga kematian Rudy ulah Linda," balas Indra meyakini ucapan tersebut.

"Kamu harus balas dendam," balas Ranti mengompori. "Aku akan dukung kamu," ucapnya sambil tersenyum menguatkan.

Api kebencian di dada Indra membara, memiliki dukungan dari kekasihnya. "Kita berangkat ke Bali hari ini, aku kenal jaringan Rudy di sana," ucapnya bersemangat sambil meraih teleponnya.

"Jangan buang waktu, kita harus bertindak cepat," balas Ranti terus mengompori, tapi dalam hatinya dia tertawa-tawa. Memperhatikan Indra yang sedang menghubungi seseorang.

"Halo," jawab seorang laki-laki.

"Zak, orang lo di Bali pro atau enggak?" tanya Indra tanpa basa-basi.

"Pro lah, masak amatiran," balas Zaki sambil tertawa lepas.

"Gw mau ke sana, ada target yang harus di eksekusi," ucap Indra serius.

"Kirim datanya," balas Zaki santai.

"Oke," balas Indra dan menutup telepon, menatap Ranti di sisinya. "Yuk jalan,' ucapnya menggebu-gebu.

"Ayuk, kamu memang luar biasa," balas Ranti gembira, semua rencananya berjalan lancar. Tidak peduli saat melihat laporan tetang elimanisi Randreas dari L&R di email, dia telah mengunci 1 trilyun dan akan bertambah dengan project yang akan terjalan.

Di Bali saat sore datang, Anna dan Putri datang ke villa Linda. Beragam makanan untuk barbeque serta minuman keras mereka bawa, siap berpesta sebagai ucapan terimakasih.

"Buka botol dong!" seru Djunet, sangat menikmati malam ini.

"Nah," sambut Putri, segera meraih botol minuman keras yang mereka bawa. Menuangkan minuman, membagikan gelas ke pada mereka semua.

Loji yang baru selesai memanggang daging bersama Bejo menghampiri. "Ayo makan," ucapnya riang sambil menaruh daging di meja.

"Ini, makasih ya tadi dah nolongin gw," ucap Anna menyerahkan segelas minuman.

"Maaf, saya ga minum," balas Loji santai, duduk di samping Linda. Menatap mereka semua yang sangat bergembira, minum-minuman keras mengingatkannya ke para preman pinggir jalan. Memperhatikan mereka dengan sorot mata tidak suka.

Linda yang tadinya akan ikut minum langsung menaruh kembali gelasnya. Melirik Loji yang memilih minum jus, terbersit rasa tidak enak di hatinya. Dia tersenyum saat Loji menuangkan jus ke gelas, dan memberikan kepadanya. "Terima kasih," ucapnya kaku.

"Kamu suka minum?" tanya Loji sambil menyuap makanan.

"Kadang," balas Linda singkat, membetulkan rambutnya sambil sesekali melirik.

"Oh, kok ga minum?" tanya Loji, mencoba meruntuhkan tembok di antara mereka berdua.

"Aku minum kok," jawab Linda tertantang, meraih minuman di gelas dan langsung menghabiskannya.

Lihat selengkapnya