Mansheviora: Semesta Alternatif

Miftachul Arifin
Chapter #4

Gadis Kecil Air Tawar #1

Dunia yang bimbang, merasa tak cukup lagi bagi segelintir orang untuk hanya hidup berdasar pada kebutuhan biasa belaka. Ketamakan, ego, dan angkuh. Selalu ingin mendapatkan lebih banyak, tak ingin mengalah, bahkan ambisius. Sebuah tempat tinggal bagi wujud fisik manusia, di mana Air menempati dua pertiga bagian. Menyumbang massa bagi bobot satu dunia. Menjadi ajaran dalam nilai-nilai luhur ketenangan hingga gejolak perilaku penggunanya.

Air bahkan masih lebih sering mengajarkan ketenangan dan kesabaran. Padahal Air masih mau meredam ego dan nafsu demi kelangsungan hidup manusia. Padahal Air masih rela mengalir, turun, jatuh ke bawah dan menghantam bebatuan, demi bertemu penikmatnya. Padahal Air selalu mematuhi perilaku manusia, berada pada segala tempat dan mengisinya, walau tak pernah merasa bisa akrab dengannya. Lalu apa balasannya? Jutaan tahun berlalu dan segalanya tetap sama. Air tetap bersabar, tetap berlapang dada. Lagi-lagi ia rela menuruti kemauan manusia.

Namun, bagaimana jika suatu ketika Air sama sekali tak bisa lagi jadi prioritas. Bagaimana jika dalam suatu masa, Air tak lagi berwujud sama. Berubah menjadi keruh, kotor, beracun, atau hilang sama sekali. Air menjadi sesuatu yang langka. Yang kotor dan tak layak pakai bahkan sampai lenyap tak bersisa. Tiada di mana-mana. Bagaimana jika suatu saat seluruh molekul dan atom yang membentuk sebutir Air itu telah jenuh. Tanpa terkecuali. Bagaimana jika pada waktu yang entah kapan itu, Air tiba-tiba menolak patuh. Mencari cara menggulingkan kuasa manusia atas dirinya. Meruntuhkan peradaban semena-mena manusia. Menggulung triliunan kepala dalam ombak super besar dari segala penjuru. Memusnahkan ego, keangkuhan, dan ambisi. Meredam gejolak, teriak, jerit ketakutan, dan berkata, “Apa kami pernah sekali saja menuntut belas kasihan kalian, wahai manusia? Saat kalian mengotori kami, saat kalian meracuni kami, saat kalian menipu kami dan memberi janji kenyamanan terhadap kami!”

Meski Air tahu tak selamanya sesamamu itu sama. Tak semuanya sejenismu itu punya perilaku sama. Barangkali, termasuk kau sendiri bisa lebih baik dari saat ini. Atau setidaknya kau bisa ajarkan apa yang kau sadari pada sesamamu. Namun akan luar biasa, apabila siapa saja punya kesempatan tak sesempit kesempatanmu. Agar Air tak jenuh menunggu. Agar ia tak lelah berharap. Agar mereka tak pernah menyerah dan berhenti berada di dekatmu dan seluruh sesamamu. Supaya kau masih punya kesempatan, mengikuti jejak langkah dan tindakan seorang gadis kecil penyegar tanah kering yang tandus di tengah lahan rusak pertanian milik semamamu.


Lihat selengkapnya