“Berapa lama waktu yang tersisa sampai paceklik datang?”
“Kurang dari dua minggu lagi.”
“Kalau begitu ... kita harus bergegas!”
Kau tahu pada akhirnya si Gadis Kecil itu ialah seorang berkemampuan Air. Kau sadar kemudian bahwa sejak awal ia mengamati lewat aliran benda-benda cair di sekelilingmu. Lewat air minum, air yang kau campurkan dengan cat di palet, dan sesekali lewat aliran darah. Pantas saja ia tahu kau terjatuh kelelahan malam ini. Pantas saja ia tahu jalan pikiranmu. Namun, memikirkan itu semua tak akan menyelesaikan persoalan besar yang akan datang. Badai kekeringan.
“Persoalannya pun tak sesederhana itu, Kak.”
“Apa lagi? Jangan membuatku putus asa saat ini juga!”
“Dasar sungai di sepanjang hulu sampai hilir telah naik puluhan meter sejak perjalanan pengeringannya tujuh belas tahun lalu. Lebarnya pun sudah berkurang tahun ke tahun. Kalau kita masih ingin mengalirkan Air dari hulu tanpa mengubah ukuran sungai ini, perlu waktu lebih dari sebulan untuk mengangkat Air tanah ke ujung matanya. Semuanya tertulis di buku-buku yang ada di sekelilingmu, Kak.”
Kau terdiam dan tak berani mengusulkan ide gila yang tebersit di pemikiranmu saat ini. Kau, yang selama ini selalu percaya pada hal-hal logis, kini harus menerapkan cara-cara gila dan tak masuk akal demi persoalan besar.
“Kamu pasti tahu ini gila, Dik!”
“Tidak akan menjadi gila kalau Kakak mau mengupayakannya.”
“Aku tak bisa menjamin keberhasilannya.”
“Tetapi aku bisa. Lakukanlah! Yakinkan penduduk desa agar menggali sedalam mungkin, dan melebarkan bakal aliran sungainya!”