Judul : Awal yang Indah
Penulis : Rana Kurniawan
Sore itu, langit Ciburayut berwarna jingga kemerahan. Hujan baru saja berhenti, menyisakan aroma tanah basah yang khas. Di jalan kecil yang mengarah ke sawah, seorang pemuda berjalan sambil menenteng dua gelas es teh dalam kantong plastik. Namanya Rana, anak muda Kadubana yang setiap sore punya alasan sederhana untuk menempuh perjalanan sejauh tiga kilometer — hanya untuk melihat senyum seorang gadis.
Langkahnya ringan, tapi hatinya berdebar.
Setiap kali ia melangkah ke arah rumah gadis itu, waktu seolah melambat. Udara sore terasa lebih lembut, dedaunan bergerak lebih pelan, seakan dunia ikut memahami bahwa di hati Rana sedang tumbuh sesuatu yang tak bisa dijelaskan oleh logika.
Di ujung jalan setapak, di bawah pohon jambu yang rimbun, Een sudah menunggunya. Rambutnya masih sedikit basah karena hujan, dan di tangannya ada payung kecil berwarna biru muda. Begitu melihat Rana, bibirnya membentuk senyum yang selama ini menjadi alasan bagi Rana untuk terus datang.
“Telat, ya?” katanya dengan nada setengah menggoda.
Rana nyengir. “Nggak telat, cuma nunggu kambing lewat.”
Een tertawa pelan, matanya berbinar. “Alasan klasik.”
Mereka berjalan bersama menuju batu besar di tepi sawah — tempat yang mereka sebut “batu kenangan”. Dari sana, pemandangan hamparan sawah dan langit sore selalu tampak sempurna.
Rana menyerahkan satu gelas es teh pada Een. “Yang manis, kayak kamu,” ujarnya sambil menunduk malu.
Een menahan tawa, menatap Rana seolah sedang menilai ketulusan di balik kalimat sederhana itu. “Kamu ini bisa aja. Tapi makasih.”