Judul : Hari-hari Bahagia
Penulis : Rana Kurniawan
Ada masa di mana segalanya terasa ringan.
Masa di mana tawa lebih sering terdengar daripada keluh, masa di mana cinta cukup diukur dari seberapa sering seseorang rela menunggu, bukan dari seberapa banyak janji yang dibuat.
Itulah masa-masa paling indah bagi Rana dan Een.
Rana tinggal di Kadubana, kampung kecil di pinggiran perbukitan.
Sementara Een, gadis yang mencuri hatinya, berasal dari Ciburayut, kampung tetangga yang jaraknya sekitar dua kilometer.
Tak jauh memang, tapi bagi Rana, setiap langkah menuju kampung Een seperti perjalanan menuju kebahagiaan yang tak ada duanya.
Mereka tak selalu bisa bertemu setiap hari.
Tapi kalau rindu sudah tak tertahan, salah satu dari mereka akan mengirim pesan sederhana:
“Kita ketemu di tengah, ya.”
Dan begitu pesan itu terkirim, Rana langsung bersiap — menyalakan motornya, memakai jaket, lalu berangkat menyusuri jalan berbatu yang menghubungkan dua kampung itu.
Tempat Janjian
Tempat pertemuan mereka sederhana: di pertigaan kecil di bawah pohon waru tua, di antara sawah dan kebun pisang.
Tak ada bangku, tak ada kafe, hanya batu besar dan rerumputan liar.
Tapi di situlah tawa mereka tumbuh, dan kenangan indah berakar.
Een selalu datang dengan langkah kecil tergesa, kadang membawa sesuatu — pisang goreng, permen, atau sekadar senyum.
Rana selalu datang lebih dulu, menunggu dengan sabar, sambil menatap jalan kecil tempat gadis itu akan muncul.
“Telat lagi kamu,” kata Rana suatu sore sambil menahan senyum.
“Biar kamu ngerasain deg-degan nungguin aku,” jawab Een sambil cengengesan.