Judul : Rindu yang Tak Pernah Selesai
Penulis : Rana Kurniawan
Sudah seminggu sejak pertemuan di pasar itu.
Namun bayangan Een masih belum mau pergi.
Setiap malam, ketika dunia mulai diam dan hanya suara jangkrik yang terdengar, wajah Een selalu muncul dalam pikirannya.
Matanya, suaranya, cara dia tertawa—semua masih jelas, seolah waktu tidak pernah berjalan.
Rana mulai menyadari, melupakan Een bukan soal seberapa keras ia mencoba, tapi seberapa dalam rasa itu tertanam.
Ia tidak bisa memaksa hatinya berhenti mengenang.
Yang bisa ia lakukan hanyalah menerima, bahwa beberapa kenangan memang ditakdirkan untuk tetap tinggal, tidak peduli seberapa jauh orangnya pergi.
Buku Catatan Kusam
Suatu malam, Rana membuka laci mejanya dan menemukan buku catatan lusuh yang sudah lama ia simpan.
Sampulnya cokelat pudar, halamannya sedikit menguning.
Ia membuka lembar pertama dan mulai menulis.
Tulisannya tidak rapi, tapi penuh emosi.
Kalimat demi kalimat mengalir seperti air hujan di jendela.
“Hai, Een… aku nggak tahu kenapa tangan ini masih pengen nulis tentang kamu.
Katanya menulis bisa bikin hati lebih tenang, tapi setiap kali aku nulis namamu, dadaku malah sesak.
Aku masih inget semua—caramu ngomel waktu aku telat, caramu senyum waktu aku bawain es teh, bahkan caramu diam waktu lagi ngambek.
Aku rindu semuanya, Een.”