Ah, Senin yang padat dan sibuk. Tak terkecuali bagi Sisil. Bagi yang belum tahu, sebenarnya dia bukan bagian dari osis. Dia hanya membantu Jojo dalam setiap kegiatannya. Hal ini diawali dengan Jojo yang mengajukan diri untuk mewawancara Sisil karena satu puisinya yang dimuat di Harian Kota. Dengan serius cowok itu menggarap hasil wawancara bersama Sisil untuk terbit di buletin sekolah. Lengkap dengan foto ceria cewek itu. Satu sekolah langsung menyadari kecantikan Sisil dan membuatnya populer dalam sehari. Awalnya, Sisil selalu berlindung di ruang osis karena hanya ruangan ini yang tidak mudah digapai oleh siswa lain yang tidak berkepentingan. Lama-lama dia jadi terbiasa berada di sini dan Jojo tidak keberatan sama sekali.
Hari ini Sisil sedang membantu Jojo menyiapkan semua keperluan yang dibutuhkan untuk seleksi lomba. Terdapat lima ruangan yang akan dipakai untuk beberapa kategori lomba. Lomba baca puisi, menyanyi, menari, dan mata pelajaran seperti matematika, fisika, biologi. Setiap kelas harus mengirim satu perwakilan untuk diseleksi tahap sekolah sebelum maju ke lomba antar sekolah. Setiap ruangannya diatur meja juri, konsumsi dan juga bangku untuk penonton. Beberapa anggota osis lainnya mengatur lomba yang diadakan di luar ruangan seperti basket, sepak bola dan voli.
"Jo, ini ruangan terakhir?" tanya Sisil. Jojo tergelak.
"Kenapa? Capek?"
"Nggak, cuma tanya. Iya nggak, Yan?" Sisil menengok ke arah anggota osis yang bernama Sean minta pembelaan. Sean menggeleng tidak berminat kerja sama. Jojo kembali tertawa. Dia mengecek jam pada benda yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Udah setengah sembilan. Kita tepat waktu. Biar Sean dan yang lain berjaga di sini, lu ikut gue ngecek yang outdoor. Soalnya jam sembilan udah harus mulai semuanya dan gue harus siap-siap buat tanding basket," ucap Jojo. Sisil girang. Dia mengekor di belakang Jojo setelah menjulurkan lidahnya pada Sean. Cowok itu hampir melempar Sisil dengan jeruk jika saja Jojo tidak berbalik untuk melihat lagi isi ruangan dan memastikan untuk terakhir kalinya.
***
"Nin, Kafka dapet nomer urut 6 di ruangan IPA 2. Mau nonton dia?" Sisil mengambil tempat di samping Hanin yang sedang duduk di area penonton lapangan basket.
"Nggak. Kenapa, Sil?"
"Ya barangkali lu mau nonton. Tuh bocah pasti seneng banget kalau lu liat dia. Kayaknya emang tujuannya ikut lomba buat pamer sama lu deh."
"Kayaknya lu lebih belain Kafka daripada gue." Hanin merelakan pemandangan anak basket yang tinggi ganteng demi melihat Sisil. Sisil terbahak.
"Apaan sih, lu jadi sama anehnya kayak Kafka," respon Sisil.
"Lu masih dapet surat di laci, Sil?"
"Seminggu ini aman. Mungkin pengirimnya liat pas gue buang suratnya ke tong sampah."
"Emang lu buang di tong sampah mana?" Hanin penasaran.
"Gue buang di tong sampah lapangan selesai upacara minggu kemaren," jelas Sisil bangga.
"Gila!" Hanin tak habis pikir dengan aksi gila temannya itu.
"Ya habis, kalau suka sama gue bilang aja. Ngapain ngirim surat segala."
"Hei, Nona. Lu jangan pura-pura amnesia. Lu yang bilang suka sama hal-hal menyentuh hati kayak kirim surat begitu," berondong Hanin mengingatkan kembali isi wawancaranya dengan Jojo.
"Oke, oke. Stop. Gue yang salah."