Blurb
Hitam.
Pekat.
Gulita.
Mati, semua nyaris mati.
Asap membumbung di langit. Api menghanguskan barisan pepohonan hingga sangit dan luluh lantak. Hampar hijau hutan menjadi bentang merah, dilalap terjangan bara. Lantas yang tersisa hanya abu bercampur tanah dan lumut.
Kepak sang panglima menerjang kabut legam di lapisan langit biru, terbang jauh mengangkasa menuju kawanan yang tinggal segelintir. Liuk terjang sayapku kini tinggal satu, menukik dan mencari udara jernih.
Bangsaku telah binasa.
Habitatku nyaris punah.
Duniaku lantas pupus.
Belantara rimba-ku binasa dibunuh nafsu dan angkara.
Pepohonan, keciap bayi-bayi spesiesku dibantai dan dihabisi, warisanku telah pudar bersama kokohnya egosentrisme manusia-manusia urban.
Ini kisahku, sang penyerbuk hutan dengan balung berwarna lembayung, di hutan Borneo yang kau sia-siakan.
Manusia. . . mari kita bicara.
(Sebuah dongeng, yang terinspirasi oleh perjuangan konservasi hutan dan habitat burung rangkong gading di belantara ekosistem Kalimantan Barat).