Mantikei dan Sang Panglima Rangkong Gading

Foggy F F
Chapter #7

Ibu Bumi dan Bapak Angkasa

Pada Satu Titimangsa di Masa Lalu.

Namanya Nikolaus Dunham, seorang peneliti unggas asal Swedia. Ia tinggal di Indonesia selama puluhan tahun, dengan izin bekerja di balai riset penelitian milik Profesor Arifin Sagara dan Profesor Malina. Izin tinggalnya telah habis, itulah kenapa akhirnya ekspatriat itu pulang ke negara asalnya –meninggalkan banyak pertanyaan– disaat kasus kematian Profesor Sagara dan istrinya kian meruak. Tak ada yang tahu soal masa lalunya dengan Profesor Malina, mereka tumbuh bersama.

Beberapa hasil investigasi tak menemukan titik terang, terlampau banyak area abu-abu yang tak bisa ditelusuri, dengan dalih menjaga kerahasiaan data. Satu-satunya cara yang bisa Sachita lakukan, adalah menggali dan mengakses orang-orang terdekat. Namun, respon Kei dan kakak perempuannya tak se-kompromis ia pikir. Mengingat dirinya punya jejak buruk di mata Mantikei.

“Aku akan menyerahkan hasil laporanku, kalau kamu matikan rokokmu di ruangan ber-AC ini. Dan minta maaf pada semua orang, karena mereka berhak menghirup udara bersih.”

Itulah satu dari sekian ucapan Kei yang Sachita anggap arogan, saat pertama kali memimpin rapat. Kei tak pernah menganggapnya layak untuk memimpin, hanya karena sikap Sachita yang dianggap urakan. Sementara, Sachita merasa kalau Kei adalah satu dari sekian lelaki megalomania (6) seksis, yang tak bisa menghargai kapabilitas perempuan dalam memimpin. Sachita merasa yakin, kalau setiap argumen lelaki itu, berdasarkan masalah personal yang sejak awal ditujukan padanya. Terutama, menyangkut seseorang di masa lalu.

Beredar kabar di beberapa akun media sosial, perihal menghilangnya rombongan peneliti dari Jepang di sebuah hutan purba kawasan Kapuas Hulu. Informasi yang didapat dari berbagai sumber, mengatakan bahwa raibnya mereka terkait area konservasi hewan langka peninggalan suku tua di sana. Keberadaan para peneliti ini, kembali memicu perdebatan warganet tentang sebuah teori konspirasi, asal-usul Suku Api Gading yang telah lama punah.

Sachita merenungkan kembali potongan berita di peramban miliknya. Instingnya mengatakan, Profesor Dunham punya keterkaitan dengan hilangnya para peneliti itu, seseorang yang ia kenal. Sachita menempel beragam potongan informasi di atas papan putih, sambil memasang benang-benang merah dari titik ke titik. Setiap kepingan terperinci, berbagai irisan data diarsipkan, ia sembunyikan tanpa ada yang tahu —termasuk Salman.

Kei dan Bethari masih menginap di kantor. Tempat paling aman untuk mengakses segala informasi terbaru dari polisi, adalah dari sana. Kei yang paling bersikeras untuk menjadi orang pertama dalam mendapatkan berita. 

“Englishman in New York” masih berputar syahdu di atas turntable. Sachita menyesap perlahan, anggur tak beralkohol yang dikirim Salman sore tadi, sambil menatap langit di atas apartemennya. Lagu itu mengingatkannya pada rutinitas kantor belakangan ini —mirip alien di ruangan sendiri. Danila bilang, kalau Mantikei sangat dekat dengan ibunya, informasi baru yang memancing rasa penasaran di benaknya. Ia memandangi satu-satunya foto Profesor Malina di media, ada sorot tajam Mantikei di bola mata itu, binarnya menyala. Dering telepon membuyarkan lamunannya.

Salman Calling….

“Halo, Man?”

“Sachita.” Lelaki di seberang menarik napas. “Kei dan Bethari masih tidur di kantor?”

“Ya… masih.” 

“Dia baik-baik aja?” Kekhawatiran tersirat dalam nada bicaranya. “Mungkin ini pertanyaan bodoh, aku yakin dia nggak baik-baik aja.”

Sachita diam, tak tahu harus menjawab apa. 

“Sachita—” 

“Matanya kosong, Man,” ucap Sachita, sambil menatap benang-benang merah di atas papan putih.  

“Hei, Sachi. Kamu mau menemani dia, melakukan investigasi?” Salman menunggu respon. “Dia butuh orang yang persisten dan punya akses luas ke kepolisian.”

“Why me?”

Salman terkekeh. “Because you did care, Sach. I know you.”  

Sachita diam cukup lama, ia menyesap kembali jus anggurnya. “Man—”

“Yes?”

“Kenapa nggak kirim anggur beralkohol, sih?”

Laki-laki di seberang sana tergelak, suara bariton-nya memenuhi speaker. Sachita kembali meraih kotak rokok.

“Sachi, berhentilah merokok.” 

Lihat selengkapnya