Mantikei dan Sang Panglima Rangkong Gading

Foggy F F
Chapter #35

Seuntai Kabar Dari Jenggala

KALIMANTAN BARAT - Terjadi kebakaran lahan hutan di kawasan konservasi hutan dan satwa langka, tepian Sungai Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan Barat pada Kamis (23/2). Lokasi lahan terbakar tersebar di beberapa titik yang disinyalir merupakan kawasan hutan purba. Kawasan ini dihuni oleh ratusan masyarakat adat.

BPBD Kalimantan Barat melaporkan lahan terbakar terjadi siang hari pukul 13.00 WITA. Sebanyak 3,5 lahan hektar terbakar. Beberapa saksi mengatakan, terdapat laporan korban jiwa. Korban tewas akibat kebakaran hutan yang melanda kawasan purba Kapuas Hulu telah meningkat menjadi 51 orang, demikian menurut laporan awak media pada Kamis (23/2). Beberapa orang saksi, diantaranya adalah dua orang wartawan majalah Asian Science and Nature beserta rombongan peneliti dari Swedia, mengatakan bahwa kebakaran hutan ini telah menewaskan seorang fotografer ternama, yaitu Mantikei Putra Sagara.

"Mengingat kondisi tragedi tersebut, jumlah korban yang merupakan masyarakat adat penghuni hutan pasti akan meningkat dalam beberapa jam mendatang." Media mengutip pernyataan beberapa saksi terkait.

Upaya penanganan kebakaran lahan dilakukan oleh Tim Reaksi Cepat BPBD Kapuas Hulu ke lokasi terbakar, dengan mengerahkan personel dan mesin pompa air portable. Kondisi terkini api berhasil dipadamkan. Namun terdapat puluhan korban jiwa dan beberapa alat berat yang terindikasi milik perusahaan penambang ilegal, telah hancur luluh lantak. Berdasarkan, Sistem Pelaporan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, melalui citra satelit SNPP terdapat 15 titik sebaran panas dengan tingkat confidence level medium.

Dari laman website BMKG Potensi Kebakaran Hutan, agar penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan efektif, BNPB menghimbau Satgas Penanggulangan Karhutla daerah kembali menyiagakan alat, perangkat dan personil pasca hujan dalam dua minggu terakhir. Penanganan yang cepat akan mengurangi potensi eskalasi dampak yang mungkin terjadi.

***

Tangannya menjuntai di tepian tempat tidur, ruangan itu serbaputih. Alat bantu turut memompa paru-parunya dengan oksigen. Ia membuka mata perlahan-lahan, dadanya nyeri. Ruangan kecil itu tak hanya memuat satu tempat tidur, tapi beberapa berbentuk barak. Semua yang ada di sana meringis, semua mengaduh.

Di kursi sebelah tempat tidurnya, sebuah lengan kecil menghampiri. Ia mengenali luka carut di kulitnya. “Kamu….”

Bola mata mungil itu mengerjap, bekas air mata membingkai sorotnya yang jernih. “Nuan udah bangun, akak cantik?”

“Purok,” rintihnya. “Siapa yang selamat?”

Bocah bernama Purok itu menggenggam jemari Sachita, ia menggeleng. “Tak ada—”

Sachita bangkit berdiri, meski dadanya sesak tapi tubuhnya tidak terluka. Ia menyusun ingatan yang terekam di kepalanya. Semua luluh lantak, api menerjang bumi tempatnya berdiri dalam kecepatan luar biasa. Ia tak menduga, kemarahan mereka yang berada di atas bukit begitu besar, hingga tak bersisa. Semua hangus terbakar.

“Kei—” bisiknya. “Mantikei.” Ia menangkupkan tangan di wajah, dan menangis tersedu-sedu. Meski tubuhnya sama sekali tak tersentuh api, batin Sachita hancur. 

Seseorang berdiri di pintu dengan perban melilit kepalanya. Salman Alfarisi.

“Sachi… kita akan pulang.” Ia mendekat dan merengkuh bahu Sachita. “Kita akan menemui Bethari dan Satomi, memberi tahu mereka kabar duka ini.”

Sachita kembali menangis, rasa kehilangan tak bisa ia bendung. Semua yang dikenalnya di tempat bersahaja itu tewas dilahap api misterius yang turun dari puncak bukit. “Dia….” Sachita menarik napas dalam. “Kita akan meninggalkannya di sini?”

Salman mengangguk, ujung matanya basah. “Itu yang dia inginkan saat berangkat ke hutan ini, Sachi. Pulang ke tanah moyangnya.” 

Sachita melepaskan tubuhnya, ia menatap Salman yang masih dibebat perban. “Siapa saja yang selamat?”

“Kamu tidak akan menyangka.” Suara Salman berubah parau, ia menahan emosi yang menggelegak di dada. Ia menoleh ke arah bocah yang kini duduk di sebelah Sachita. “Kami akan menyelamatkanmu, Nak.”

***

Jakarta– Mengutip dari AntaraNews, Kamis (23/2/2023) Seorang ilmuwan berasal dari Jepang yang hilang 20 tahun lalu dan dinyatakan meninggal 14 tahun kemudian, kini telah ditemukan. Ia ditemukan masih hidup, jauh di jantung hutan tepi sungai Kapuas saat kebakaran hebat terjadi. Tubuhnya telah dievakuasi oleh satgas penyelamat hutan dan lahan. Profesor Ichirou Aruna menghilang pada tahun 2004, dan kini ia mengalami depresi berat.

Lihat selengkapnya