Mantra Cinta Mengintai

Jagat Aripin
Chapter #7

Nasi Goreng Rasa Cinta

Arsat terlihat galau. Menopang kepala dengan kedua tangan, matanya kosong menatap layar monitor yang tak lagi menggoda. Secangkir kopi diangkat perlahan. Baru saja hendak diseruput tiba-tiba terdengar suara lantang menggelegar seperti petir di siang bolong.

“Mas!”

Sontak Arsat tersentak. Kopi dalam mulutnya muncrat, menyembur ke arah sumber suara—dan tepat mengenai wajah Angku.

“Buih!” teriak Angku kaget, mengusap wajahnya yang kini belepotan cairan hitam.

Sempat ingin berbicara, tetapi karena insiden barusan, Angku hanya bisa menghela napas dan melenggang pergi dengan wajah kusut seperti cucian belum kering. Sementara itu Arsat masih syok, tangannya mengelus dada menenangkan detak jantung.

Orang-orang memperhatikan keduanya bak sedang menonton atraksi topeng monyet di pasar malam. Sebelum kerumunan makin ramai, muncul Bahar—dengan ekspresi penuh kuasa.

“Ngapain ngumpul-ngumpul?! Bubar! Kerja lagi, kerja!”

Seketika suasana cair berubah tegang. Semua kembali ke meja masing-masing. Beberapa detik kemudian Johan datang dengan senyum mekar seperti bunga yang baru disiram embun pagi. Ia melenggang percaya diri menghampiri Bahar.

“Pak, saya berhasil naikin omset minggu ini!” katanya bangga, seperti pahlawan baru pulang dari medan perang.

Bahar mengangguk puas. “Kamu hebat, Johan. Kerja kerasmu patut diapresiasi!”

Sementara itu, di ruang kerja lain...

“Kesel banget gua sama Arsat! Masa ditolak lagi, padahal udah usaha setengah mati,” keluh Dinan sambil menjatuhkan tubuh ke kursi dengan dramatis. Suaranya meninggi, ekspresi wajahnya jelas menunjukkan rasa jengkel yang menumpuk.

 

Sabil menoleh dari layar monitor seraya menyeringai iseng. “Makanya, jangan terlalu jual mahal waktu ada yang naksir duluan. Sekarang giliran kamu naksir, eh... ditolak. Karma, Beb, karma!” ucapnya sambil mengangkat alis nakal.

Lihat selengkapnya