Mantra Cinta Mengintai

Jagat Aripin
Chapter #8

Rasa yang Tertinggal di Cangkir

Arsat melajukan motor keluar dari parkiran melintasi senja yang perlahan menepi. Angin sore menyapa lembut membawa serta aroma aspal hangat dan serpihan kenangan yang belum benar-benar padam.

Di tengah perjalanan pulang ia menepi di sebuah minimarket mungil di pinggir jalan. Tujuannya sederhana: membeli kopi. Motornya diparkir rapi, langkahnya ringan memasuki toko kecil yang diterangi cahaya lampu kekuningan.

Lima menit berlalu, Arsat kembali keluar. Di tangannya tergenggam kantong plastik putih, berisi bubuk kopi instan—harapan sederhana untuk malam yang tenang.

Namun, langkahnya tertahan. Pandangannya membentur sebuah mobil merah yang terparkir tak jauh dari tempatnya berdiri. Di dalamnya, sosok yang dikenal—Johan. Seorang wanita cantik tampak tertawa kecil bersamanya. Tawa itu ringan, namun terdengar nyaring di dalam dada Arsat yang mulai mengerut diam-diam.

Ada desir asing yang melintas di dadanya. Tapi hanya sejenak. Arsat menghela napas selanjutnya melangkah kembali ke motornya dengan wajah datar dan langkah yang tertata.

“Ayo... mundur-mundur, teruuus!”

Prittt!

Seorang penjaga parkir dengan peluit di bibir menarik motor Arsat sambil mengatur kendaraan yang lewat. Arsat menyodorkan selembar koin kecil.

“Terima kasih, Mas,” ucap petugas parkir itu ramah.

“Sampean ganteng, Mas. Indo punya,” tambahnya dengan senyum lebar.

Arsat menyunggingkan senyum. “Saya cowok, Bang. Sudah pasti ganteng.”

Gas ditarik, percakapan berakhir tanpa tawa.

***

Ayahnya sudah duduk di kursi kayu tua. Senyumnya menua, tapi hangat seperti sore yang bersandar di ambang malam.

“Hehe, Arsat akhirnya pulang juga,” ucap Darwis, menyambut seperti biasa.

“Ayah, aku baru beli kopi. Malam ini kita ngopi ya. Biar aku yang bikin. Tenang, spesial hari ini.”

“Wah, kamu ini anak paling pengertian sedunia,” jawab Darwis bercanda.

Arsat mengeluarkan dua sachet kopi gula aren dari plastik. “Nih, kopi favorit kita berdua. Tunggu sebentar ya, aku bikin dulu.”

Arsat menuju dapur, merebus air, lantas menuangkan bubuk kopi ke dalam cangkir. Uap panas perlahan menari di udara.

Beberapa menit kemudian kembali dengan membawa dua cangkir penuh aroma kenangan.

“Kopi gula aren, spesial malam ini,” ucapnya seraya menyodorkan cangkir.

Lihat selengkapnya