Mantra Cinta Mengintai

Jagat Aripin
Chapter #9

Kejutan di Balik Tirai

Melihat ekspresi kesal Dinan yang masih tersisa, Sabil justru tertawa kecil sambil menyenderkan kepala ke bahu sahabatnya.

“Hehe... ya maaf, gua lupa,” ujarnya dengan nada manja seperti anak ayam mencari kehangatan.

Tok-tok!

Ketukan pintu mengalihkan perhatian mereka.

“Biar gua yang buka,” ucap Sabil bersemangat. Melangkah ke arah pintu dan membukanya perlahan.

Ternyata ibu Dinan berdiri depan mulut pintu, membawa sepiring bolu hijau muda yang masih mengepul hangat.

“Hai, Tante!”

“Hai juga, Sabil. Nih, Tante bawain bolu pandan. Masih anget, dimakan ya,” ujar ibu Dinan sambil menyodorkan piring yang masih mengepulkan aroma manis dan hangat.

Begitu pintu tertutup dan langkah ibunya menjauh, Sabil langsung merapat ke Dinan dengan ekspresi girang seperti anak kecil habis dapat THR.

“Wah, nyokap lu keren banget, Din! Bolu pandan segala. Kayak tahu banget kita lagi butuh pelipur lara,” ucapnya sambil cepat-cepat mencomot sepotong.

Ia menatap kue itu sejenak lantas menggigitnya perlahan seperti sedang menikmati harta karun rasa.

Wajahnya berubah penuh takjub.

“Demi apa... ini lembutnya kayak pelukan mantan yang nggak toxic! Enak banget sumpah!”

Dinan hanya melirik dengan malas. Tapi di balik ekspresi datarnya, sudut bibirnya nyaris terangkat.

“Ini enak banget sumpah! Lu kemana aja, bolu?” katanya sambil mengunyah riang.

Dinan tertawa kecil dan ikut mengambil sepotong. “Ya ampun, Bil. Kita udah temenan dari zaman dinosaurus, baru sekarang lu puji bolu nyokap gua.”

Mereka tenggelam dalam keasyikan masing-masing, mengunyah dan bermain ponsel. Tapi ketenangan itu tidak bertahan lama.

“Dinan, liat deh!” suara Sabil pelan, nyaris berbisik. Matanya tak lepas dari jendela kamar.

Dinan menoleh. Hordeng putih di sudut kamar tampak bergerak sendiri. Pelan lalu melambai seperti ada yang meniupnya meski tak ada angin.

“Din, serius deh. Itu kayak ada yang gerakin.” Sabil mencengkeram lengan Dinan.

Dinan meneguk ludah. “Nggak mungkin ah, kipas angin kali? Tapi rumah gua cuma ada AC.” Tetapi tersadar: tidak ada kipas.

Dan ketika hordeng itu bergoyang sekali lagi—lebih kencang—keduanya langsung merapat, nyaris saling peluk.

“Sabil, gua takut. Masa iya, rumah gua ada setan?”

Dinan melempar HP ke atas kasur. Tatapannya mulai panik.

Lihat selengkapnya