**

“Maharati, puteriku, apakah kau sudah benar-benar yakin pada pilihanmu itu?” tanya Purok Mamut sembari menyeruput kopi hitam dari cangkirnya.
Purok Mamut mengedarkan pandangannya pada beberapa Kapal Tongkang berisi penuh ‘Emas Hitam’ yang datang dari arah hulu menuju hilir Sungai Mahakam. Purok Mamut tersenyum setiap kali dia melihat Kapal-Kapal Tongkang itu berisi penuh dengan ‘Emas Hitam’. Tentu saja, sebagaian besar ‘Emas Hitam’ itu berasal dari pertambangan miliknya dari daerah kerajaanya di Mahakam Ulu. Dan Kapal-Kapal Tongkang yang hilir-mudik di perairan Sungai Mahakam itu, sebagian besar kepemilikannya adalah atas nama PT. Purok Mamut Makmur Coal.
“Bukankah aku puterimu, Ayah.?! Bukankah Ayah tahu, bahwa aku selalu yakin dengan pilihanku,” jawab Maharati dengan mantap dan penuh percaya diri.
Karakternya yang keras kepala dan berpendirian teguh serta selalu berambisi harus mendapatkan apa pun yang dia inginkan, begitulah sifat dasar Maharati, tidak jauh beda seperti ayahnya. Dan tentu saja Purok Mamut tahu persis sifat puteri sulungnya itu. Kesamaan sifat dan karakter itulah yang membuat Purok Mamut selalu lebih menyayangi Maharati, puteri sulung yang selalu dibangga-banggakannya. Berbeda sekali dengan Danum Badia.
“Apakah kau sudah benar-benar tahu, laki-laki seperti apa Arik Badra? Bagaimana latar belakang keluarganya? Siapa ayah-ibunya? Bagaimana bobot, bibit, bebetnya?”
Suara dingin, datar dan agak sedikit parau dari laki-laki tua berusia tujuh puluh tujuh tahun itu sama sekali tidak membuat hati Maharati gentar atas pilihannya. Sebab bagi Maharati, ayahnya bagaikan wujud setengah dewa untuknya. Apapun yang diminta oleh Maharati, selalu bisa diwujudkan oleh Purok Mamut. Itu sudah berlaku sejak Maharati dan Danum Badia lahir bersama ke dunia ini 22 tahun yang lalu. Dan Maharati tahu betul, kalau ayahnya selalu lebih mengutamakan dirinya dibanding adik kembarnya, Danum Badia.
“Hatiku sudah sangat yakin, bahwa Arik Badra pantas menjadi ‘nantun song’ bagi Ayah! Dan sebagai puteri sulung Ayah, bukankah memang seharusnya aku yang menikah duluan daripada Danum Badia.?!” Maharati mengucapkan kalimat-kalimatnya yang bagaikan pertanyaan, namun sesungguhnya dia sedang ingin mengucapkan pernyataan.
Purok Mamut menganggukkan kepalanya beberapa kali saat mendengar pernyataan puteri sulungnya, Maharati. Lagi pula puteri keduanya, Danum Badia, juga belum pernah memberi tahunya tentang sebuah hubungan atau ikatan yang serius dengan laki-laki mana pun. Danum Badia selalu begitu tertutup dan malu-malu saat ayahnya menanyai apakah dia sudah punya kekasih atau belum. Dan sejauh ini, Danum Badia belum pernah memperkenalkan seorang anak muda yang akan menjadi ‘nantun song’ bagi Purok Mamut.
Purok Mamut tahu persis, kalau puteri keduanya, Danum Badia, selalu lebih ambisi ingin menuntut ilmu bahkan bercita-cita ingin melanjutkan pendidikannya hingga ke jenjang S2 atau bahkan S3 ke luar negeri. Impian Danum Badia yang ingin berkeliling dunia hingga ke negeri-negeri Eropa pernah sampai di telinga Purok Mamut dari cerita Dahen.