MANTRA CINTA Si Anak LASANG

Poloria Sitorus
Chapter #6

BAB. 6 - Mempertanyakan Makna Cinta


**

“Danum Badia…”

“Katakan padaku…”

“Apa kau tidak mencintaiku? Apa kau benar-benar ingin melepaskan cinta yang selama ini telah kita bina bersama?” suara Arik Badra terdengar bergetar.

 

“Danum Badia, dengarkan aku…” Arik Badra meraih kembali jemari kekasihnya dalam genggamannya, dan dengan lembut Arik Badra membawa jari-jemari perempuan yang sangat dicintainya itu. Mengangkatnya mendekat ke wajahnya. Dengan lembut dan penuh cinta, Arik Badra mencium lembut punggung tangan kanan dan tangan kiri Danum Badia bergantian.

 

“Danum Badia…hanya kau satu-satunya perempuan yang telah menjadi ‘Ratu’ di hatiku sejak 4 tahun yang lalu. Sejak pertama sekali aku melihatmu menari di Festival Hudoq ketika itu. Dan tidak akan pernah tergantikan oleh siapa pun di hatiku! Meski itu kakak kembarmu, Maharati,” kata Arik Badra lalu membawa turun tangan kekasihnya, meletakkannya di atas lututnya. Mereka kini duduk berhadapan. Sesekali Arik Badra membelai lembut rambut hitam milik Danum Badia yang jatuh terurai menutupi setengah wajahnya setiap kali Danum Badia tertunduk sedih menyembunyikan tangisnya. Malam ini, perasaan dan hati Danum Badia benar-benar hancur dan remuk. Kakak kembarnya, Maharati, kini berusaha merampas hal paling berharga dari hatinya. Dari hidupnya. Cintanya.

 

“DANUM BADIA…”

“Sudahlah, sayangku… Jangan menangis lagi!”

“Berhentilah menangis. Sebab, masalah kita tidak akan selesai hanya dengan menangisinya saja, Danum.”

“Sekarang coba bantu aku berpikir. Bagaimana caranya kita bisa mengungkapkan semua ini di depan ayahmu…” Arik Badra mencoba membujuk Danum Badia lagi.

 

“Maafkan aku, Arik Badra…” Danum Badia menarik tangannya. Lalu menelungkupkan wajahnya di dalam kedua telapak tangannya, mencoba menghentikan air mata yang masih terus mengalir membasahi pipinya sejak tadi.

 

“Tapi sungguh, ‘Agit’ yang telah kau pakaikan di leher Maharati itu adalah sebagai penanda bahwa kau telah setuju untuk menikahi Maharati. Kau tidak boleh mengingkari itu. Dan jika kau mengingkari itu, maka—” Danum Badia tidak sanggup meneruskan kalimatnya. Dadanya terasa nyeri ketika membayangkan hal-hal mengerikan terjadi diantara mereka jika sampai Arik Badra bersikeras untuk menolak Maharati.

 

“Maka apa, Danum…?”

“Jelaskan padaku!”

“Jangan membuatku semakin bingung…”

Hati dan pikiran Arik Badra semakin kacau. Arik Badra tidak pernah menyangka, perjalanan cintanya dengan Danum Badia akan menjadi serumit ini setelah kehadiran Maharati di antara mereka.

Lihat selengkapnya