Mantra Kuning

Rie Arshaka
Chapter #2

Anak Wanita Haruei

1


NARA WANGI, gadis kampung seberang pemilik bibir delima, adalah korban kesekian dari cinta yang rahasia; cinta yang katanya sanggup berbagi; pun cinta yang berlandaskan nafsu semata. Setiap tutur kata manis dan janji yang terucap kala cinta begitu menggila, membuatnya tak bisa lepas meskipun lelaki itu telah beristri dan mempunyai seorang anak.

Berbulan, bahkan bertahun ia dan lelaki tersebut menjalin hubungan secara diam-diam. Hingga malam yang panas itu terjadi, ketika Nara Wangi dengan rela menyerahkan segalanya, menjadi kecanduan, lalu menanggung bala setelah ia berbadan dua.

Kala itu, ketika dua puluh minggu tamu bulanannya tiada datang, rasa bingung berubah menjadi takut tak terkira. Nara Wangi takut jikalau orang tuanya atau masyarakat tahu kalau dirinya telah berzina dengan suami orang, yang berkata tidak akan sudi menikahinya, sebelum pergi meninggalkan.

Seiring waktu berlalu, perut Nara Wangi makin membesar. Dengan segala akal gadis itu membebatnya dengan kain dan bersikap seperti tak terjadi apa-apa. Namun apalah daya, bangkai tentulah berbau dan orang tuanya menjadi tahu. Nara Wangi seringkali merasa mual, muntah-muntah, lalu berlari ke pemandian. Bahkan, ia pernah muntah-muntah di hadapan ibunya. Namun, ketika itu ia berkata hanya sedang masuk angin.

“Oi, Sundal, siapa gerangan yang telah menghamilimu?” tanya ayahnya dengan mata berkilat marah, setelah Nara Wangi akhirnya mengaku telah mengandung.

Nara Wangi tak menjawab, hanya menangis.

“Sungguh celaka, Nara!” kata ibunya, yang ikut duduk di serambi rumah sambil berurai air mata.

Nara Wangi semakin tersedu-sedu.

“Katakan saja, siapa? Biar hukum adat yang berlaku!” Ayahnya bertanya lagi, kali ini dengan sorot mata serupa bara.

Namun, Nara Wangi tetap bungkam. Ia dibebani rasa bersalah dan keputusasaan. Ia sangat mencintai lelaki itu dan tak ingin membuatnya celaka.

“Jujurlah, Nara,” bujuk ibunya dengan suara lembut, lalu memeluk Nara Wangi.

“Jangan anggap kami orang tuamu jika kau tak mengaku!” timpal sang ayah, menatap istrinya dan menggeleng sebagai bentuk protes terhadap kelembutan istrinya itu.

“Bunuh saja saya. Saya hanya membawa aib. Saya membuat malu!” seru Nara Wangi, merasa sudah menjadi putri satu-satunya yang sama sekali tiada guna dan bodoh.

Jawaban Nara Wangi membuat sang ayah semakin murka. Dengan beberapa pukulan, gadis malang itu diseret masuk ke lumbung padi, lalu pintunya dirantai dari luar.

“Jangan harap bisa keluar kalau tidak bicara jujur, Nara! Besok, aku akan melapor kepada Tetua,” kata ayahnya, sebelum pergi meninggalkan lumbung. Air mata lelaki tua itu pun tak lagi terbendung.

“Sialan! Siapa gerangan lelaki yang berani menghamili anak bawin¹ kita?” rutuknya lagi sambil menggamit lengan sang istri yang hanya menjawab dengan gelengan kepala. Mereka kemudian masuk ke rumah dengan perasaan kecewa. Bingung dan malu pada kenyataan yang ada, sudahlah tentu.

Sementara, Nara Wangi yang merasa hancur terus saja terisak hingga malam mulai datang. Angin bukit berembus kencang menerobos lubang-lubang di lumbung itu, membawa dingin untuknya yang tak jua makan sedari siang. Hingga satu tendangan kecil dan berulang dari dalam perutnya membuat gadis itu tersentak sesaat

Lihat selengkapnya