19
Rasa cemas membuat Syarifudin melarikan mobilnya menuju rumah seperti orang kesetanan. Arum sedang berada di rumah kontrakannya, menemani Danum yang kini sudah resign dari pekerjaan. Sesampainya di depan rumah, Syarifudin langsung ingin mengabari Arum dan Danum. Bahkan di depan pintu, Syarifudin sudah berteriak dengan suara serak bercampur gugup, “Arum, mobil Baihaki masuk jurang!”
Betapa terkejutnya kedua wanita yang ada di rumah saat mendengar penjelasan Syarifudin: Baihaki celaka karena roda mobilnya mengalami slip di tanjakan. Jalan yang licin setelah hujan sore hari memang butuh kehati-hatian ekstra untuk dilewati. Proses sekrap yang dilakukan operator grader tentu mengutamakan jalan yang lebih penting, khususnya jalan hauling.
“Sekarang dia di mana?” Arum menjawab dengan panik.
“Sudah dibawa ke rumah sakit. Katanya luka parah.”
“Astaghfirullahaladzim!”
“Ayo bersiap-siap. Kita langsung menjenguk!” ujar Syarifudin. “Sayang, nanti kunci rumah titipkan ke aku ya, takut lupa. Aku tak bisa menginap di rumah sakit karena masih jam kerja. Kau temani Arum.”
Danum yang bingung hendak berkata apa hanya mengangguk mengiakan. Ia turut khawatir dengan apa yang dialami Baihaki.
Setengah jam berlalu dan mereka tiba di rumah sakit itu. Ketiganya langsung menuju ruangan tempat Baihaki dirawat. Dengan tergesa-gesa mereka berjalan. Lorong demi lorong terasa begitu panjang bagi mereka, terlebih lagi bagi Arum yang dari tadi berurai air mata.
Di ruangannya, Baihaki terbaring lemas di tempat tidur rumah sakit. Tangan kanan, kaki kiri, dan kepalanya terbalut perban. Wajah lelaki itu tampak memar-memar. Matanya sayu akibat pengaruh obat dari dokter, sementara mulutnya sesekali meringis menahan sakit.
Arum langsung berlari mendekati suaminya. Suara tangis wanita itu pecah dan nyaring.
“Jangan menangis, Rum,” kata Baihaki menenangkan. Lebih tepatnya menenangkan diri sendiri. Perawat sempat bilang kalau satu tangannya patah, belum lagi cedera di beberapa bagian, dan hal itu membuat semangat lelaki itu jadi hirap. Rasa sakit yang mendera Baihaki membuatnya berdoa agar bisa pingsan sedari tadi. Namun, rupanya Tuhan berkehendak lain. Bahkan, obat pereda nyeri yang diberi dokter pun seolah kurang mempan baginya.
“Bagaimana tidak sedih melihat Abang begini?” Arum tetap terisak-isak.