Mantra Kuning

Rie Arshaka
Chapter #28

Demonstrasi

27


SEJAK dua hari terakhir, Mantikei kembali ke kampungnya setelah mengantar Hamen ke Kandangan untuk berobat, sekaligus melamar seorang gadis sebagai pendamping hidup Mantikei kelak. Pembantu sang paman mengatakan bahwa anak gadisnya, Ariani, sudah menyukai Mantikei sejak pertama kali mereka bertemu. Ariani ini cantik, kulitnya putih, dan punya senyum yang sungguh menawan.

Namun, bukan itu yang membuat Mantikei akhirnya bersedia menjadikan Ariani sebagai calon istri, ibunyalah yang berkehendak. Rupanya, Hamen benar-benar serius ketika tempo hari meminta anaknya agar lekas menikah. Tak usah pilih-pilih, katanya, usiamu sudah matang! Masalah perbedaan suku dan agama, bisa diurus belakangan.

Mantikei sejatinya adalah anak yang sangat berbakti. Ia tak pernah sanggup melukai hati ibunya. Lagi pula, ia berpikir sudah saatnya untuk merelakan Danum. Cinta itu memang buta, sempat membuatnya jadi jahat, tapi sekarang Mantikei menyesal dan ingin jadi orang yang lebih baik. Menjadi lelaki sejati, yang tak menghalalkan segala cara untuk mendapatkan segala sesuatu.

Mantikei masih betah berada di pembaringan. Ia masih malas untuk bangun. Padahal, matahari sudah mengintip dari ufuk timur dan siang nanti ia harus datang ke balai karena di sana akan berkumpul masyarakat yang hendak pergi berdemo.

Sebagai pemuda perantau yang sering tidak berada di kampung, Mantikei merasa inilah saatnya ia berkontribusi pada perjuangan masyarakat adat. Orang-orang di kampung Mantikei akan turut mendemo pihak perusahaan atas rusaknya hutan dan sungai yang membelah kampung mereka sejak lama.

Sebenarnya, Mantikei sendiri kurang begitu paham tentang birokrasi dalam urusan lingkungan. Ia bahkan belum tahu perusahaan mana yang akan didemo. Sama hal dengan orang-orang di kampungnya yang memang masih cukup terisolir dan minim sarana dan prasarana pendidikan itu. Namun, orang tak bersekolah pun bakal tahu jika alam mereka telah dirusak meskipun pada kenyataannya, belum ada tanah adat dari sub-suku Mantikei yang dirampas oleh pihak perusahaan yang culas hati.

Surat ajakan berdemo dari masyarakat kampung lain baru mereka terima beberapa hari yang lalu. Sebagai sesama suku, beberapa orang di kampung Mantikei akhirnya memutuskan untuk ikut serta dalam aksi “Alam Bersatu”, yang bertujuan untuk meminta pihak perusahaan bertanggung jawab atas aktivitas tambang yang merusak, membuat lubang di bumi yang ayu, mencemari sungai, merobohkan pohon-pohon tanpa ada aksi lanjutan penanaman ulang.

*

Matahari sudah naik sepenggalah dan Mantikei baru saja selesai menyiapkan segala keperluan untuk pergi ke balai. Karena perasaannya kurang enak, lelaki itu kemudian duduk sebentar di ruangan depan rumahnya yang sepi. Ia mengingat-ingat barang apa lagi yang hendak dibawa, siapa tahu ada yang terlupa.

Saat lagi asyik berdiam diri, Mantikei tiba-tiba seperti mendengar ada suara langkah kaki yang mengentak-entak di luar rumahnya.

Lihat selengkapnya