Mantra Pikat

Adine Indriani
Chapter #5

#BIMBANG HATI

Saat hati dan pikiran tidak sinkron, mungkin inilah yang dinamakan kebimbangan. Ingin rasanya terjun ke aliran sungai seperti Cawet yang hanyut di kali pinggiran Kampus. Sampai Puan Menemukannya kembali. Sumpah ini bukan politik. Gilang.

***

Gilang berada di indekosnya, bersiap membasuh dirinya setelah berjibaku dengan latihan fisik yang berat. Pertemuan singkatnya dengan Reyka di lantai empat masih lekat dalam ingatan. Andaikan kamar mandi dengan ukuran 1x2 meter itu memiliki pancuran air akan mengangkat adegan kali ini menjadi lebih dramatis, seperti memijat-mijat kepalanya di bawah pancuran sambil mengibas-kibas rambutnya, memerlihatkan kemaskulinannya. Kenyataannya kamar mandi itu hanya memiliki bak dengan keran.

Kedua telapaknya menapaki pinggir bak yang berisi air setengah kubik. Aliran keran yang cukup deras menciptakan suara percikan yang dalam. Tak kalah dengan suara air terjun yang memecah lapisan air di bawahnya. Suara itu menenangkan sekaligus menciptakan dentuman di dada. Sepertinya, ada yang mengganjal di pikirannya. Ingatan tentang Reyka terus saja muncul bak kilasan dokumenter yang diputar. 

Alangkah indahnya ketika tangan kasar yang penuh dengan kapalan bekas bola basket itu meraba tangannya. Gilang masih tidak percaya jika gesekan kapalannya terasa menggelitik menempel di ruas-ruas jemarinya. Anehnya, telapak gadis secantik itu lebih kasar ketimbang miliknya. Gilang terkekeh, mesem-mesem. Untaian senyuman memunculkan garis indah di pipi Gilang, bahkan terkekeh mengingatnya. Tubuhnya merasakan sensasi getaran yang menjalar ke seluruh tubuhnya, bagaikan tersengat listrik dengan daya rendah. 

Senut-senut yang mengilu, rasanya sangat menyenangkan. Mungkin itulah cinta, rasanya berjuta. Air di bak pun mulai terisi tiga per empat, Gilang mengambil gayung yang sejak tadi berputar terdorong laju air dari keran. Beberapa tempaan air yang diguyur ke atas kepala hingga mengalir ke kaki membuatnya segar. Dalam keadaan memejam, guratan senyuman sesekali muncul menghiasi wajahnya. Gilang tak bisa melupakan kejadian bersama Reyka.

Selang lima belas menit, Gilang keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya sehabis keramas. Ia berjalan ke depan lemari pakaian berwarna hitam dengan kaca yang ditinggalkan pemilik sebelumnya. Pintu lemarinya sedikit terbuka karena sudah tak bisa tertutup rapat, di bukanya lebar. Gilang mengambil kaus oblong warna hitam dengan celana pendek tanpa merek.

Mengenakannya sebelum tubuhnya merasa kedinginan karena kipas angin yang menyala sejak tadi. Ditambah dengan malam itu turun hujan, tetapi Gilang justru membuka lebar-lebar jendelanya agar udara dingin itu masuk. Sudah lama Gilang tak menghidu wangi tanah setelah rintikan hujan membasuh bumi. Teringat masa kecil di mana ia suka sekali bermandi hujan di taman rumahnya.

Menengok dari tepi jendela di kamarnya di lantai dua setelah terdengar suara petir yang beruntun menyambar. Gilang menantikan rintikan hujan itu perlahan menitiki jalan, uap panas matahari yang menempel akan menguap ke udara. Saat itulah, Gilang menghirup aromanya yang menguar. Setelahnya, ia tak sabar berlari menuruni tangga ke taman. Di sana kaki-kakinya mulai berjingkrak-jingkrak riang seraya menarikan tarian hujan.

Masa kecil yang menyenangkan.

Gumam Gilang dalam hati. Tiba-tiba, suara Guntur menggelegar persis di atas genting kamar.

Duaar!

Suara itu benar-benar kencang hingga Gilang menutupi kedua telinganya sambil membungkuk. Bersembunyi di bawah jendela sampai guruh yang menyalak-nyalak berhenti. Jantungnya terguncang dengan dahsyat, hingga gendang telinganya terus bergetar. Gilang mengembuskan napas berulang-ulang untuk mengembalikan ritme paru-paru dan jantungnya kembali normal. Mengembuskan uap dari mulutnya dan menaruhnya di telinga beberapa kali sambil berkata, "anak ayam-anak ayam."

Tiba-tiba, hatinya terusik memikirkan Reyka. Gelegar petir berhasil mengacaukan pikirannya, ia menganggapnya sebagai pertanda jikalau kebahagiaannya bersama Reyka adalah sebuah kesalahan. Tuhan mengirimkan guntur itu untuk memperingatinya supaya tak meneruskan perbuatannya. Cukup sampai di sini. 

Malam itu Gilang tak dapat tidur dengan nyenyak memikirkan langkah selanjutnya yang harus diambil.

***

Kebimbangan hati seringkali merambati seseorang yang masih memiliki hati nurani. Ketulusan yang murni mengalahkan logika dan napsunya untuk memenangkan sesuatu. Inilah yang dialami Gilang, di mana ia merasa kalah meskipun kemenangan di depan mata. Jelas-jelas, Reyka membalas cintanya, tetapi hatinya mengatakan jikalau itu bukan.

Pertentangan di dalam hatinya membuat Gilang belum memutuskan apapun. Masih menjadi sekelumit permasalahan besar di dalam pikirannya yang menyebabkan benturan antara logika dan hati setiap kali memikirkannya. Sepertinya di dalam otak Gilang ada bola sebesar bowling yang bergelinding menghantam dinding tengkoraknya. Kepalanya berdenyut keras tiap kali terngiang ucapan dan senyuman Reyka.

Ap Chagi!

Pekik Sabeum (instruktur) bernama Ivan seorang senior dari angkatan’1998 di Kampus yang sama. Edo dan Gilang melakukan perintah itu, pukulan dengan tangan kanan sekaligus menendang.

Momtong Jireugi!

Pekik Sabeum lagi memerintahkan seluruhnya memukul ke arah ulu hati.

Sudah satu jam latihan berlangsung dengan intensitas tinggi, tiba-tiba Sabeum Nim (instruktur kepala) datang. Sabeum yang melihat kode dari Sabeum Nim meminta mereka berhenti, dikarenakan ada pengumuman penting yang harus diberitahukannya di sepuluh menit terakhir latihan sebelum dibubarkan.

Joon Bi!

Pekik Sabeum kepada seluruh Taekwondoin atau peserta latihan. Memerintahkan atlet-atlet untuk kembali ke posisi awalan berdiri siap dengan kepalan tangan di depan sabuk. Ketika Sabeum Nim sampai di depan, seluruh peserta melakukan Kyung Rye (hormat) sambil mengucapkan Kamsahamnida (terima kasih).

Sabeum Nim seorang Master Taekwondo yang memiliki Dojang Master di rumah pribadinya. Di lantai dua rumahnya disulap menjadi tempat berlatihnya atlet-atlet muda dengan umur bervariasi dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Sabeum Nim yang bernama Rahmat Ideas itu diutus oleh Federasi Taekwondo Indonesia untuk membawahi organisasi kemahasiswaan dalam bidang olahraga Taekwondo di Kampus-kampus. Salah satunya di Universitas Mercusuar Jakarta yang terkenal prestasinya sering menjuarai turnamen Taekwondo antar mahasiswa.

“Saya ada pengumuman cukup penting dari Federasi, bahwa tidak lama lagi akan diadakan ujian untuk mendapatkan lisensi sebagai Pelatih Taekwondo,” papar Sabeum Nim Rahmat.

“Nama-nama yang Saya sebutkan dianjurkan mengikuti ujian ini dan untuk yang sudah bersabuk hitam bisa mengikutinya juga,” sambungnya.

Yes!

Gumam beberapa orang di belakang yang senang dengan berita itu.

“Edo, Gilang, Ryan, Fajar, Hidayat, dan Rismawati. Kalian diharapkan kehadirannya untuk datang,” jelas Sabeum Nim.

Edo mengangkat tangannya.

“Tanya apa, Do?”

“Kapan ujiannya, Sabeum Nim?” tanya Edo.

“Kalian bersiap-siap saja, nanti akan dikabarin lagi tanggalnya.”

Lihat selengkapnya