Aku pernah merasakan kekalutan yang membuatku merasa paling nestapa sedunia. Melihat semua orang seakan-akan tertawa di atas penderitaanku. Aku terlihat sangat menyedihkan, hingga tak sanggup menjalani hidup lagi. Reyka.
***
Berjalan di atas kedua kakinya, tetapi tak merasakan kekuatannya. Pikiran ini kosong melompong. Pandangan ini menatap nirbangun. Ingin menggapai-gapai gambaran yang hanya sebuah ilusi. Meraih asa, melebur menjadi arang. Habis tak tersisa, ke mana rasa yang nyata itu. Kini, tinggal kekacauan.
Sudah berusaha keras menguraikan status yang menggantung ini. Memikirkan alasan terparah yang bisa dipikirkan oleh pikiran. Tidak ada yang pas untuk melabelinya. Baik itu Ghosting atau Summering. Yah, sesuatu yang sifatnya sementara. Jika sudah berganti musim, ucapkan Sayonara.
Tidak, Gilang bukan orang seperti itu. Berkali-kali Reyka menyanggahnya. Namun, rasanya tetap saja sakit. Setidaknya jangan abaikan, berikan kepastian. Sebenarnya apa salah Reyka, apakah memang mau diakhiri sampai di sini saja. Ataukah, memang sudah tidak ingin bersama. Mungkinkah ini karma atas pengabaian pernyataan cinta Cowok-cowok yang pernah digantung oleh Reyka. Benarkah, perasaannya mereka seperti itu, ataukah memang dalam cinta harus merasakan hal sepahitnya. Jika iya, mungkin sudah sepantasnya merasakan itu.
Sudah beberapa minggu ini, Gilang mengabaikan Reyka. Ia sudah berusaha untuk mengajak Gilang bicara atau bertemu untuk menanyakan perihal hubungan mereka yang menggantung. Gilang selalu menghindar. Ia hanya ingin membuat ingatan buruk tentangnya, agar bisa segera melupakan mantra yang sudah menyihirnya. Namun, mantra itu tak semudah keinginannya menghilang.
Tak pelak, seberapa pun Gilang membuat hubungannya menggantung semakin membuat Reyka tak bisa melupakannya. Mantra itu terlalu kuat untuk dilawan, ia tetap saja merindukan Gilang hari demi demi, minggu demi minggu. Bahkan, tak jarang pun Reyka menunggunya di depan sekretariat sampai berjam-jam hanya untuk melihat Gilang. Setiap perbuatan keji sekali pun, akan dianggap baik olehnya. Cinta yang membutakan atau mantra.
Alhasil, depan sekretariat Taekwondo menjadi tempat Reyka berlama-lama. Termangu sendirian, menjadi sorotan orang-orang, sudah berapa ratus mahasiswa yang melewatinya. Sangat menyedihkan. Tidak ada lagi yang berani nongkrong di sana, karena tak ingin mendapatkan pertanyaan tentang keberadaan Gilang. Bahkan, Gilang sendiri jadi jarang ke Kampus dengan alasan ia sedang menyusun skripsi dan hanya sesekali datang untuk menemui dosen pembimbing.
Padahal, ia sama menderitanya, bahkan lebih dari yang terlihat. Setiap harinya, ia berjuang untuk tetap teguh menahan kerinduan sekaligus menanamkan kebencian kepada Reyka. Itu sangat sulit dilakukan terhadap gadis yang dicintainya, apalagi untuk melupakan. Bagaimana bisa melupakan seseorang jika ia terlalu indah. Mengintip dari ruangan dosen pembimbingnya yang bisa melihat ke belakang. Gilang bisa melihat jelas, Reyka yang selalu menunggunya di sana.
Sampai tibalah saatnya pertandingan final yang membawa Universitas Mercusuar bertemu dengan UNJ. Teman-temannya sudah mengetahui kondisi Reyka, tetapi mereka semua mendukungnya dan berusaha untuk tetap fokus kepada pertandingan. Hanya itu yang bisa mengalihkan pikiran Reyka untuk tidak melamun memikirkan Gilang.
Reyka harus dibuat bergerak terus, jangan kasih kendur. Jangan sampai pikiran Reyka kosong dan mengingat Gilang lagi. Kekuatan sihir itu juga membuatnya tak kehabisan tenaga, karena ia tak memiliki perasaan lelah. Layaknya seseorang yang merasa jatuh cinta tak akan pernah merasa lelah untuk merindu dan mencinta.
Pertandingan sudah dimulai beberapa menit lalu di kuarter pertama. Reyka sudah menyumbangkan enam belas poin untuk timnya dari lemparan tiga angka, tembakan di bawah keranjang dan lemparan bebas karena pelanggaran yang dilakukan pemain lawan.
Semua merasa bersemangat karena Reyka membawa energi positif di lapangan. Sampai di kuarter terakhir, Reyka mulai terlihat keletihan. Tenaganya mulai terkuras habis dan ia memerlukan udara segar. Tiba-tiba, Reyka mulai merasakan dadanya sesak dan memilih untuk ke pinggir lapangan. Kebetulan pertandingan bergengsi itu digelar di lapangan outdoor yang terdiri dari tiga lapangan berjejeran. Dan di kelilingi oleh lapangan voli dan tenis lapangan.
Reyka memegangi kedua lututnya dan berusaha menghirup udara berulang kali. Mengambil napas dalam dan membuangnya perlahan. Mendadak, dadanya terasa nyeri dan mengilu, Reyka tak tahan lagi dan mulai menangis tersedu-sedu, perasaannya sangat sakit. Ia sudah berusaha menahannya selama berminggu-minggu. Namun, ia sudah tidak sanggup lagi dan memerlukan airmata itu merintik.
Mata Kiki mencari keberadaan Reyka yang tak ada di bangku pemain. Tak sengaja, penglihatannya melihat jauh keluar lapangan. Ia melihat Reyka yang sedang tersungkur sambil menekan-nekan dadanya. Mengetahui kondisi Reyka yang tidak stabil dan mendapatinya sedang menangis. Seketika itu, ia memeluk Reyka membiarkannya menangis di pelukannya.
Teman-teman satu timnya berdatangan untuk menutupi Reyka yang sedang menangis kencang. Mereka tidak ingin Pelatih mengetahuinya terlebih pihak lawan mengetahui jika pemainnya sedang ada masalah. Hal ini bisa membuat tingkat kepercayaan diri musuh kembali naik.
“Tenang, Rey. Menangislah, nggak apa-apa,” tutur Kiki sembari membelai rambut belakangnya.
“Rey kenapa?” tanya Teman-temannya yang mengerubunginya.
Priiiiit-Priiiiiit!
Suara peluit membuat semuanya harus masuk ke lapangan, sedangkan Pelatih baru sadar jika anak didiknya berada di luar lapangan. Pelatih juga baru menyadari sesuatu telah terjadi dengan Reyka. Berkat, dorongan semangat dan bujukan teman-temannya, Reyka bisa kembali bangkit untuk bertanding. Terlihat Reyka berusaha menghilangkan jejak airmatanya dengan menyeka wajahnya kasar. Pelatih bersikap berpura-pura tidak tahu apa-apa dan membiarkan Reyka dan teman-temannya dengan waktu yang tersisa.
Priiiiiiit!
Panggilan peluit terakhir dari wasit di lapangan yang meminta tim Mercusuar untuk masuk. Akhirnya Pelatih memberikan kode kepada Kiki dan teman-teman untuk masuk ke lapangan. Ia menepuk bahu mereka satu per satu untuk memberikan dukungan.
Kuarter terakhir yang akan menentukan apakah mereka akan mempertahankan gelar juara di tempat itu, setahun yang lalu. Skor sementara 45-41, masih unggul Mercusuar dari UNJ. Namun, sepuluh menit terakhir di kuarter ke empat ini masih bisa terjadi segala kemungkinan. Apalagi, Reyka tidak sedang dalam kondisi stabil seperti di tiga kuarter sebelumnya.
Benar saja beberapa kali Reyka membiarkan seorang Playmaker (pembawa bola) dari UNJ menerobos pertahanan depan hingga mendapatkan poin dari lemparan lay up di tengah lapangan. Skor semakin mendekati 45-43, hingga membuat Pelatih khawatir jika tim lawan akan menyusulnya.
Dampak pengalaman itu berkali-kali, pemain Playmaker lawan dengan nomor punggung sepuluh itu melakukan hal yang sama berulang-ulang. Kondisi Reyka membuat pertahanannya mudah ditembus, tim lawan memanfaatkannya bah mengambil gulali dari seorang anak kecil, sangat mudah. Tembakan tiga angka, dan gerakan pick and roll dari samping mengecoh langkah Reyka dan berhasil menambah poin yang membuat UNJ unggul. Skor 45-48.
Semua mulai bersorak kegirangan dari pendukung Tim UNJ yang mulai mendapatkan poin demi poin secara beruntun. Tidak disangka di lima menit yang tersisa di kuarter terakhir ini, UNJ berhasil membalikkan keadaan. Sontak, kepercayaan diri mereka mulai membumbung tinggi dan merasa sudah menang. Pendukung UNJ pun tak kalah kencangnya menyuarakan yel-yel dan teriakan kemenangan. Skor menjadi 45-52.
Wasit, time out!
Pekik, asisten Pelatih meminta waktu istirahat di sisa tiga menit terakhir. Melihat lawan terus saja menghabisi pertahanan tim asuhannya membuatnya geram. Tentu saja karena ia lebih mengetahui jika timnya lebih baik dari tim lawan. Seharusnya Tim Mercusuar lebih bisa menguasai permainan, seperti di tiga kuarter sebelumnya.
Semuanya mulai berkumpul mengelilingi Pelatih, beberapa orang menenggak air mineral dalam botol kemasan, beberapa membungkuk memegangi pinggang yang mulai kehabisan tenaga. Suara Pelatih berangsur-angsur diselingi oleh suara embusan napas yang tersengal-sengal dari seluruh pemain. Tak terkecuali, Reyka yang terlihat sangat kelelahan. Matanya sembab dengan pandangan kosong melompom.
“Apa kalian nggak mau menang?” tanya Pelatih kepada tim Mercusuar. Pelatih menatapi seluruh pemainnya dengan tajam.