Dalam riaknya orang-orang berpesta alkohol dengan cahaya lampu temaram berkerlap-kerlip khas diskotik, seorang laki-laki dewasa sedang duduk dengan wanita mabuk di pangkuannya. Ia menggenggam batang champagne flute glass kelimanya, lalu meneguk champagne alcohol itu dengan nikmat. Mata pria itu menyipit sudah sedikit mabuk, tak lama satu lagi wanita berambut pirang tak kalah sexy ikut mendekatinya. Kini ia di apit oleh satu wanita di pangkuannya dan satu wanita lagi menggantung di lehernya, menggodanya dengan tatapan sensual dan berkali-kali mengedipkan mata.
"Pak dokter sudah disini rupanya!" Sahut teman sebayanya yang baru saja tiba, lalu mendorong satu persatu wanita itu menjauh.
"Hey! Kenapa kau usir mereka? Aku bahkan belum menikmati mereka!" Oceh pria maskulin itu merentangkan tangan seolah ia bisa menggapai gadis-gadis tadi yang sudah berlalu.
Keiji menyambar gelas yang pria itu masih genggam agar berhenti minum, "besok kau ada operasi, Pak dokter. Ingat?"
"Siapa yang menyangka laki-laki murahan yang suka mabuk-mabukan dan senang bergembira dengan para gadis ini seorang dokter." Kali ini Sho ikut terbahak sambil menepuk-nepuk pipi sahabatnya yang sudah mengambang.
"Sudahlah Keiji, biarkan saja dia. Kita tahu profesinya pasti membuat ia sangat stres," tambahnya sambil ikut terduduk mengisi meja diskotik disebelah Keiji.
"Tidak bisa! Masen, bangun! Kau ingin reputasinya hancur karena menghamili gadis? Bisa-bisa aku ikut ditembak bersamanya oleh professor," ujar Keiji berusaha mengangkat tubuh Masen.
"Kau memang gila reputasi! Sana bawa saja sendiri, aku ingin menikmati ini semua, wooo!" Teriaknya sambil ikut bersulang dengan gadis yang asal ia rangkul, lalu mengajaknya berdansa.
"Sho!!!!"
Pria itu acuh, tak peduli pada Keiji yang kesusahan menyeret Masen dari kursinya. Sho memang sama bajingannya dengan Masen, berpesta, menikmati para gadis, dan mabuk-mabukan. Dia terkenal sebagai konsultan desain interior yang playboy dan sering mengajak kliennya berkonsultasi di ranjang sembari menikmati malam. Dan sialnya, para gadis itu manggut saja ketika diajak one night love seperti itu. Sebab wajah rupawan percampuran Jepang dan Inggris, membuat Sho sangatlah terlihat menggoda.
Kembali pada Keiji yang saat itu sudah dibantu oleh bartender gempal, membopongnya hingga ke mobil dengan susah payah. Ia lalu berterimakasih dan memberikan sedikit uang tip untuknya, bartender itu lalu membungkuk tiga puluh derajat sebagai tradisi di Jepang.
"Kau ini bisa tidak merepotkan ku sehari saja?" Gerutunya bermonolog sambil berdecak kesal atas tindakan saudara sepupunya itu, jika bukan karena keluarga, ia tidak sudi hampir setiap hari harus menjemputnya seperti ini.
"Kau tidak usah marah seperti itu, besok aku akan berubah kembali menjadi dokter yang berwibawa. Tak usah khawatir masalah itu!" Masen mengigau sambil menunjuk-nunjuk ke arah Keiji.
Keiji hanya mendengus dan memutar bola matanya dengan jengah, seakan fenomena seperti ini sudah biasa dalam hidupnya. Sebab dari semenjak masih menjadi mahasiswa kedokteran pun, Masen sudah menjadi laki-laki bajingan dan sering mabuk-mabukan, ditambah setelah bergaul dengan Sho. Namun di sisi lain, pria itu memang tekun dan cukup pintar untuk mendapatkan predikat dokter lebih cepat dari biasanya. Masen kemudian melanjutkan sekolah lagi untuk mengambil spesialis jantung, dan berakhir dengan ia mendapatkan profesi itu. Ia terkenal sebagai dokter paling tampan sekaligus terbaik untuk masalah operasi. Ia tidak pernah melakukan kesalahan, atau mengalami kegagalan dalam operasinya. Dan dipercaya sebagai dewa sebab sifat bijaksana, sabar, dan lembut ketika melayani setiap pasiennya.
Dan baru saja, kita diperlihatkan bagaimana tipekal pria munafik itu. Masen sebenarnya merupakan laki-laki biasa pada umumnya, penggila alkohol, pesta, dan wanita. Hanya saja ia pandai menutupi semua itu dengan menjelma menjadi dokter serius nan karismatik keesokan harinya, dengan berjas putih, bergelut di ruang operasi, dan mendapatkan ratusan pujian serta ucapan terimakasih dari pasiennya.
"Pagi, Dokter." Salah satu perawat menyapanya dengan mengelus area belakang paha Masen dengan sensual.
Pria itu hanya mengangguk dengan senyum simpul, ia sudah biasa mendapatkan sentuhan seperti itu. Beberapa perawat memang gemar menggodanya, dan banyak diantara mereka pun pernah ia coba.
"Dokter, ruangan operasinya sudah siap." Perawat yang lain tampak berlari untuk menggapai posisinya.
"Fine!" Masen meletakan tasnya dan mulai bersiap untuk operasi.
******