Dua orang pria karyawan warung masakan padang dianiaya oleh seorang laki-laki mabuk yang ditolak sebagai pembeli karena membawa duit yang kurang, itu kabar berita baru-baru ini yang kubaca, lumayan ngeri. Aku tak bisa bayangkan jika kedua karyawan itu adalah dua gadis manis baik hati yang baru-baru ini kukenal di SKB Paket C: Nur Hasanah dan Nur Fauziyah.
Kejadian itu terjadi pada dini hari, di sebuah warung masakan padang bertagline 'Milik Buyung' yang buka 24 jam sehari seperti toserba. Sementara warung tempat duo Nur itu bekerja katanya buka tak sampai waktu Isya. Mereka bekerja di sebuah warung masakan padang berskala kecil, remahan jika ditanding dengan pemain-pemain besar di sekitarnya. Letak warung makan bundo itu berada di simpang empat Handil Bhakti, tak jauh dari sebuah pos polisi. Lokasinya strategis, berada di persimpangan jalan lingkar antar kota. Jika ke kiri menuju kota Marabahan ibukota Kabupaten Batola, jika ke kanan menuju tol lingkar utara jalan Gubernur Syarkawi yang panjangnya hampir tak bertepi dimana terdapat pusat rehabilitasi orang-orang sakit jiwa RSJ Sambang Lihum—Arkham Asylum-nya provinsi kami, jika jalan terus lurus mentok kawasan Gampa dan Danda, jika balik arah ke selatan menuju pusat kota Banjarmasin lagi.
Harusnya lokasi warung masakan padang itu strategis dan menguntungkan secara bisnis, namun kenyataannya penjualan harian mereka tak terlalu mengesankan. Kalah dipukul oleh lesunya daya beli masyarakat yang kadung memandang nasi padang sebagai makanan mahal. Satu bungkus nasi padang bisa membeli dua hingga tiga bungkus nasi kuning, begitu pola pikir orang sini, tak seperti di daerah Jawa atau daerah lainnya.
Karena penjualan yang tak semarak pasar malam, maka gaji atau honor kedua gadis itu bagi keluarga mereka di kampung pun tak dapat diharapkan. Mereka diupah untuk pekerjaan yang memakan waktu 10 jam sehari hanya sebesar 700 ribu rupiah, perbulan. Jauh di bawah UMR apalagi UMP di tahun-tahun itu. Menjelang subuh keduanya sudah harus bangun untuk persiapan buka warung, jam sembilan pagi masakan harus sudah ready di etalase, tutup menjelang Isya berkumandang. Malamnya ikut bantu-bantu bos menyiapkan jualan untuk esok hari, terus begitu tanpa hari libur terkecuali bos mereka jatuh sakit atau terjegal tanggal merah di kalender.
Apa pekerjaan mereka semacam kerja rodi ala Romusha? Bisa iya bisa tidak. Jika grafik penjualan sepi, tak masuk akal memang menggaji dua pekerja sekaligus dalam nominal upah yang memadai. Harusnya kedua gadis ini saja yang keluar dari sana, pintar-pintar cari kerja yang layak. Tapi lowongan pekerjaan bukanlah kucing kampung yang di Australia saja sudah terkategori hama, mudah dicari keberadaannya dan tersebar di mana-mana. Aku adalah bukti jika lowongan pekerjaan itu sulit dicari, raib tertelan bumi seperti mantan ketua umum partai yang lari ke luar negeri sebab terjerat kasus korupsi. Dan kalau pun lowongan pekerjaan itu ada sangat banyak maunya seperti tingkah seorang bini muda. Syaratnya anda harus bisa membelah lautan, harus bisa debus makan api, harus bisa menyulap batu jadi kayu, wajib punya pengalaman ke luar angkasa, bisa memasang pasak bumi, dan batas usia harus di atas 25, di bawah daripada itu kalian terbilang manula di mata para pemberi kerja. Madonna saja sudah nenek-nenek uzur masih bisa tampil seksi dan berkarya. Apa salahnya dengan nominal usia?
Duo Nur terpaksa harus tetap bekerja meski gaji mereka pas-pasan. Setidaknya urusan tempat tinggal dan uang makan mereka sudah ditanggung oleh bos karena keduanya tinggal di sana. Setengah dari uang gaji akan mereka kirimkan ke keluarga mereka di desa Belandean, sisanya mereka tabung sedikit dan sesekali dikeluarkan untuk kebutuhan jajan. Duo Nur begitu apik kalau perkara duit, mereka tergolong generasi sandwhich yang di usia muda sudah memikul tanggung jawab sebagai tulang punggung keluarga. Hasanah harus menghidupi ayah dan ibunya serta adik laki-lakinya di kampung, sedangkan Fauziyah hanya menafkahi seorang ibu, seorang kakak, dan seorang adik laki-laki yang masih SD. Ayahnya meninggal dunia saat Fauziyah masih SMP kelas dua. Bos mereka sebenarnya orang yang baik. Kedua gadis berijazah SMP ini pun ikut Paket C atas dorongan dari sang bunda, bos majikan mereka. Bahkan katanya setelah lulus Paket C nanti jika keduanya tak ingin menikah muda maka keduanya akan dikuliahkan oleh bos majikan mereka.