Tempaan waktu membuat kami sesama murid sudah saling kenal mengenali. Secara perlahan namun pasti kelas ini bagiku sudah menemukan ruh kehidupannya, berhembus segar dan berdenyut kencang di nadiku. Di kelas ini aku sudah mendapatkan beberapa teman akrab, sahabat berbagi suka duka, pengisi sepertiga hari. Ada si Ahmad yang berprofesi sebagai ojek online, Novi yang bekerja di sebuah konter hp dan pulsa sepulang sekolah, Renaldi si pria macho gagah yang menjadi pramusaji di sebuah cafe, lalu Fadil si wibu akut yang menyukai semua hal berbau Jepang.
Ahmad orangnya sangat baik, pemuda saleh, ramah, ia orang kedua yang mengajakku bicara setelah Nur Hasanah di minggu-minggu pertama kami masuk sekolah. Ia yang menegurku lebih dulu. Tak butuh waktu lama bagiku untuk menyukai Ahmad dan menjadikannya teman sekitar bangku—sebab di Paket C tak ada istilah teman sebangku. Kami berdua nyambung ketika bicara, tak perlu banyak usaha untuk menyamakan frekuensi dengannya. Itu karena Ahmad usianya hampir sebaya denganku, ia kelahiran 1993. Tampaknya di kelas ini dia yang tertua nomor dua setelahku. Meski setahun lebih tua darinya, sikap Ahmad jauh lebih dewasa jika dibandingkan dengan sikapku. Pemuda ini sudah tak punya ayah dan ibu sejak kecil, ia terbiasa hidup mandiri mencari uang sendiri tanpa harus bergantung dengan kakak-kakak perempuannya. Aku dan Ahmad begitu berbeda. Ia punya segudang pengalaman kerja, sementara aku hanya pria dewasa yang masih berlindung di ketiak orang tua. Sungguh memalukan bukan? Saking nyamannya berteman dengan si Ahmad aku tak sungkan untuk langsung membuka kartu perihal usiaku padanya. Ia dapat menjadi teman yang paling bisa kupercaya di kelas.
Setelah Ahmad ada Novi Kumala Sari, kami kerap meledeknya Kumala Laundry, salah satu brand jasa binatu terkenal di sini. Novi gadis berkerudung dengan watak dan sifat-sifat yang gila. Meski ia seorang perempuan tapi Novi bukan tipe gadis yang sangat menjaga imagenya. Gadisnya petakilan namun asyik di lingkungan tongkrongan. Orangnya sangat lucu selucu pelawak. Tingkahnya kerap mengundang banyak tawa. Ia seorang gadis penghibur—dalam konotasi yang baik. Di kelas ia bisa seketika berjoget tiba-tiba, melemparkan canda tanpa peringatan bak granat tangan. Sebagai wanita normal, Novi menyukai Ahmad yang kalem. Ia tak sungkan memberitahukan tentang perasaan yang ia miliki untuk Ahmad. Namun sayang, itu sebuah cinta yang bertepuk sebelah tangan.
Setelahnya ada si Renaldi, pria gagah yang matanya irit macam anak Korea. Tampilannya selalu borjouis, gagah menawan tak bisa dibedakan dengan oppa-oppa Korea. Awalnya kami pikir seperti itu, namun ternyata Renaldi memiliki orientasi seks yang berbeda. Setelah lumayan lama berteman kira-kira pada pertengahan kelas dua, ia mulai terbuka. Aku sendiri hampir tidak menyangka. Rupanya hal semacam ini tak bisa dilihat dari tampilan luarnya saja, tak harus gemulai bak cacing tanah. Namun sebagai teman terdekat, kami semua tak ada yang menghakiminya.
Terakhir ada Fadillah, si wibu penyuka anime dan jejepangan. Sebenarnya aku juga memiliki kadar kewibuan yang tinggi makanya aku dan Fadil bisa berteman meski usiaku ternyata setua kakak tertuanya. Di antara kami hanya Fadil yang berusia asli anak SMA. Maksudnya Fadil mengambil Paket C segera setelah ia lulus SMP di tahun sebelumnya. Novi dua tahun lebih tua dari Fadil. Tempat tinggal si Fadil juga yang paling jauh di antara kami semua, rumahnya ada di desa Tatah Halayung, beda Kabupaten antara kediamannya dengan sekolah. Sungguh luar biasa!
Selain mereka, di kelas aku mulai mengenal yang lainnya. Di Paket C selain memiliki dua Nur kami juga memiliki dua Maulana. Satu Maulana Rizki dan satu hanya Maulana saja. Khusus yang hanya bernamakan Maulana, di kelas ia selalu memakai peci putih layaknya pak haji, sangat kontras dengan kulit tubuhnya yang coklat pekat. Alasan anak ini selalu memakai peci ke sekolah dikarenakan separuh tubuhnya penuh luka bakar termasuk rambut kepala yang hanya mampu tumbuh setengah. Aku pernah sekali diperlihatkan model rambut anehnya oleh Maulana. Sekuat tenaga kutahan tawa, tak elok rasanya mengkomedikan sebuah derita.
Rumah Maulana terbakar saat ia masih balita. Malangnya sang ibu lupa menyelamatkannya waktu itu. Maulana kecil menderita luka bakar hebat. Sekitar 87% tubuhnya hanya berisi peta-peta bekas luka bakar masa lalu. Maulana tak minder diri, ia tak malu dengan kondisi fisiknya. Bahkan ia menyebut dirinya sendiri sebagai Zuko, anak raja api Ozai, sang pangeran negara api dari serial kartun Avatar. Maulana memandang kekurangannya dari sudut pandang kesabaran. Aku yang memiliki kecenderungan inferiority complex belajar banyak darinya. Sementara Maulana satunya yang berembel-embel 'Rizki' di depan namanya adalah anak orang kaya. Pemuda ini berangkat sekolah dengan menaiki sepeda motor CBR Honda. Meski kaya, orangnya tak sombong sama sekali. Rizki Maulana yang kerap dipanggil Dilan oleh Novi karena ada kemiripan jaket yang selalu dipakainya ini adalah pemuda yang baik hati. Ia dekat dengan Hasanah dan Fauziyah karena tempat duduk mereka berdekatan. Rizki Maulana tipe manusia yang sulit menyerap pelajaran. Tak tega kusebut ia ber-IQ jongkok namun seperti itu kenyataannya. Seolah anak ini tak dirancang untuk memahami suntikan pengetahuan. Hasanah pernah menyampaikan padaku begitu sulit mengajari si Dilan dari kelas kami ini perihal mata pelajaran. Padahal ia seorang kidal, menulis dengan tangan kiri. Apakah teori yang menyebutkan mereka yang bertangan kidal adalah orang-orang pintar perlu direvisi lagi?