Manusia Daur Ulang

Raz Aka Yagit
Chapter #19

Dimana Allah?

Menjelang perlombaan cerdas tangkas antar siswa yang sudah di depan mata, aku malah kehilangan fokus dan rasa percaya diri. Pikiranku kalut tak keruan, seakan semua masalah kumpul berdesak-desakan, berkomplot menghentikan jalanku untuk sukses. Ini tentang Hasanah yang masih terbaring di rumah sakit. Semua siswa-siswi kelas kami sudah bergantian menjenguk Hasanah. Hanya aku yang tak dibolehkan pergi ke sana menjenguknya. Bu Minah melarangku, begitu juga teman-teman dan Fauziyah pun melarangku. Kata mereka si pak kumis itu selalu ada di samping putrinya. Takutnya ia kembali khilaf mata dan kesurupan saat melihat kehadiranku menjenguk putrinya. Fauziyah yang setia mengabariku kondisi terbaru Hasanah. Ia melaporkan padaku kalau Hasanah mulai membaik dari hari ke hari. Fauziyah pun semenjak Hasanah masuk rumah sakit tak kunjung masuk kelas. Aku merindukannya, aku butuh mendengar suara dan wajahnya. Aku memerlukan penyemangat menjelang acara lomba.

Fauziyah mengabarkan ia belum bisa masuk sekolah. Hasanah masih butuh pendampingan. Lagipula Fauziyah merasa amat bersalah. Ia memintaku tenang, ia masih akan tetap melanjutkan sekolah hingga ujian kelulusan nanti. Menjelang lomba pun Fauziyah berjanji semoga ia bisa datang, tapi untuk saat ini ia tak bisa menjanjikan. Kutanya padanya apa jenderal Sudirman itu juga berlaku kasar pada Fauziyah dan menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi pada Hasanah? Fauziyah menjawab aku tak perlu mengkhawatirkan itu, ia menyampaikan bahwa paman Sudirman tak pernah sekalipun menghardik atau menyalahkan dirinya. Hanya aku yang ia jadikan kambing hitam sebagai pelampiasan. Mau bagaimanapun keluarga Hasanah dan Fauziyah masih satu kerabat dekat. Aku senang mendengar Fauziyah tak dimarahi oleh Pak Raden yang bengis kemarin. Fauziyah juga memberitahu jika ayah Hasanah mengetahui tentang diriku dan permasalahan putrinya dari sang bos majikan warung padang yakni bunda. Hasanah dan Fauziyah sempat ditanya kenapa keduanya diam-diaman. Hasanah tak menjawab, tapi Fauziyah memberitahu bos majikannya tentang semua masalah mereka. Karena itulah meski Fauziyah tutup mulut saat ditanya apa alasan Hasanah melakukan perbuatan itu, sang ayah tetap mengetahuinya dari bunda yang bercerita kepadanya.

Beberapa hari berlalu dengan begitu cepat. Roda waktu bergulir memperbaiki keadaan. Tahu-tahu kami sudah akan lulus dari Paket C. Namun sebelum itu masih ada lomba yang akan kuikuti. Fauziyah mulai masuk sekolah, aku merasa senang bisa melihatnya setelah sekian lama. Hasanah pun mulai kembali masuk kelas. Aku meminta maaf kepadanya sambil berderai airmata. Responnya ternyata juga sama. Hasanah meminta maaf kepadaku. Katanya perbuatan itu sangat bodoh. Ia menyesal sudah pernah terpintas melakukan tindakan nista itu. Hasanah memohon maaf dariku. Kukatakan jika ia harus meminta maaf pada Tuhan, bukan padaku.

Hasanah mengaku jika selama di rumah sakit ia kerap bermimpi didatangi olehku. Dalam mimpi itu aku tampil bak seorang kakak di hadapannya. Katanya aku mengajarinya ibadah dalam mimpi itu. Terpecut dengan mimpi yang sangat tak biasa, Hasanah bangun-bangun mulai mengerti maksudnya. Hasanah menyadari jika cinta tak bisa dipaksa, dan bahwa ada cinta yang jauh lebih besar daripada cinta antar manusia, cinta yang begitu tulus, tak pernah padam dan selalu menyertai setiap langkah manusia. Cinta itu adalah cinta abadi sang maha cinta, Tuhan yang bersifatkan esa. Hasanah mulai belajar untuk move on dariku. Ia mulai membangun kesadaran jika cinta memang tak harus selalu dipaksakan. Cinta tak harus memiliki dan dituruti. Apapun ungkapan yang tepat untuk hati yang sedang berjuang merelakan. Nur Hasanah sedang menempuh jalan terjal itu. Peristiwa itu dan mimpi yang dialaminya adalah titik balik.

Lihat selengkapnya