Many Things Happened

Naomi Indira
Chapter #6

CHAPTER 5 : MISI PENTING

CHAPTER 5 : MISI PENTING

 

POV CLEMENT

  Hari ini semua berjalan begitu lancar tanpa ada masalah. Tadi pagi untuk pertama kalinya aku pergi bersama Andrea bahkan sampai mengantarnya. Sungguh suatu kehormatan bagiku untuk dapat mengantar Andrea sampai ke kampus. Mungkin tidak semua orang bisa merasakan hal yang sama sepertiku. Hari ini kelasku sudah selesai, kemudian pak Leon memanggilku lagi ke perpustakaan. Aku tahu apa yang akan dikatakannya, pasti terkait misi di bulan depan, namun rasanya aku tidak mau kalau Martin tidak bersamaku. Aku ingin kabur namun aku merasa tidak enak karena sebenarnya pak Leon baik, kenapa aku harus kabur ? Pada akhirnya aku menghampiri pak Leon seperti biasa saja.

Tok tok tok tok

“Pak Leon ? Kau ada di dalam ?”

“Iya Clement silakan masuk saja.”

“Halo pak, apakah bapak mau membicarakan terkait misi penting ?”

“Iya nak, tapi sebelumnya saya mau bertanya terlebih dahulu kepadamu, apa kau sudah menemukan Martin ?”

“Hmm sejauh ini saya belum menemukannya pak, saya sudah mencoba menghubunginya namun dia tidak pernah membalas telepon maupun pesan saya. Terakhir kali dia bilang untuk jangan mencari dia. Saya sebenarnya khawatir dia tekanan batin pak.”

“Clement, begini, saya sebenarnya punya firasat cukup buruk dengan sahabatmu itu.”

“Kenapa pak ?”

“Entahlah, rasanya semuanya terasa tidak enak, saya tidak bisa memberitahukannya kepadamu, namun kamu harus tahu, bila Martin tidak bisa ikut denganmu karena kalian tidak berbaikan sampai bulan depan, maka aku sudah menyiapkan seorang cadangan.”

“C-cadangan ?”

“Iya Clement, seorang cadangan, dan dia perempuan, dia sangat pintar.”

“Siapa pak kalau boleh tahu ?”

“Andrea, kakak tingkatmu, kau tahu dia ?”

  Aku terdiam sejenak, Andrea akan pergi bersamaku ? Jelas ini merupakan hal yang membuatku senang sekaligus sedih. Pertama aku akan pergi bersama orang kesukaanku. Namun aku harus meninggalkan sahabatku. Aku bingung harus memilih yang mana, namun memang akan menjadi opsi terakhir apabila Martin tidak mau berbaikan denganku, tentu aku sangat ingin pergi dengan Andrea. Saat ini aku lebih dominan merasa senang mendengar apa yang dikatakan pak Leon. Entahlah, jantungku berdegup kencang ketika mendengar nama Andrea saja. Namun aku harus menjaga dia dengan baik karena kita akan pergi ke tempat yang berbahaya. Ini tentu bukan hal yang mudah.

“Saya tahu Andrea pak, saya dekat dengannya.”

“Benarkah ? Syukurlah kalau seperti itu.”

“Ya pak, saya benar benar dekat dengan Andrea, apabila bapak mau melibatkan dia juga tidak apa apa, saya akan menjaganya selama tugas ini.”

“Baiklah Clement, kita lihat kondisimu saja dulu nanti, saya sudah menyiapkan daftar negara yang akan kita kunjungi. Kita akan menghampiri negara seperti Suriah, Iran, Nigeria, Pakistan, dan India. Beberapa negara tersebut sangat rawan dengan teroris, kita harus hati hati. Tujuan kita kesana adalah melakukan pelayanan serta penguatan terhadap umat Kristen di sana untuk tetap mengasihi serta mengampuni musuh mereka.”

“Baiklah, bulan depan itu bulan..”

“September, bulan depan adalah bulan September.”

“Tepatnya kira kira di tanggal berapa ya ?”

“Mungkin di sekitar tanggal 25.”

“Baik pak, saya akan mencoba untuk berbicara kepada Andrea juga.”

“Boleh saja, saya tidak perlu repot repot untuk memanggilnya kesini lagi.”

“Baiklah pak, saya permisi dulu.”

  Aku dengan cepat keluar dengan perasaan girang. Aku kemudian mengambil ponselku untuk melakukan obrolan chat dengan Andrea. Aku ingin tahu ada dimana dia sekarang, dan apakah dia sudah selesai kelas.

“Andrea, kau dimana ?”

“Aku masih di kelas, mungkin sekitar 10 menit lagi aku akan selesai.”

“Baiklah, aku tunggu ya di kantin.”

“Iya Clement, tunggu aku sebentar ya.”

  Aku kemudian berjalan menuju kantin kampus untuk menunggu Andrea. Aku sudah sampai kemudian menghabiskan beberapa menit untuk menunggu. Tidak lama kemudian, Andrea datang menghampiriku. Dia nampak senang sekali.

“Ayo, pulang.”

“Ayo Andrea, aku sudah merindukan rumah.”

“Oke, aku juga sudah merindukan Beatrice.”

  Kami pun menuju parkiran mobil untuk menaiki mobil. Kami bersenda gurau dan mengobrol selama berada di jalan. Tanpa kami sadari, kami sudah sampai. Kami begitu senang dengan perjalanan hari ini. Andrea nampak terburu buru menaiki tangga mau bertemu Beatrice. Namun ternyata sampai di rumah Beatrice sedang tertidur.

“Yah, tidur, padahal mama mau peluk sama cium.”

“Biarkan saja dia tertidur dulu, pasti dia kelelahan.”

  Tiba tiba dari belakang, mama Clement datang dan menyambut kami berdua. Kami begitu terharu karena kami mendapatkan sambutan hangat dari ibunya Clement.

“Eh, kalian berdua sudah datang ? Selamat datang ya, tadi tante habis menidurkan Beatrice, dia sungguh anak yang lucu dan menggemaskan.”

“Eh ? Wah terima kasih ya tante, aku banyak merepotkan.”

“Hahaha, tidak apa apa, tante senang kok, tante sangat ingin punya anak perempuan dan sekarang Tuhan memberikan tante dua anak perempuan sekaligus, eh, berarti Beatrice jadi cucu tante ya, kamu saja yang jadi anak tante, hahahaha.”

“Ahahaha, iya tante tidak apa apa kalau tante senang.”

“Iya Andrea, kamu cantik sekali, kamu mandi dulu sana lalu istirahat ya, pasti kamu capek seharian ini.”

“Iya tante, aku akan mandi.”

  Clement hanya tersenyum melihat obrolan dan keakraban kami berdua. Sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu.

“Andrea, setelah kamu mandi, aku ingin membicarakan sesuatu, kamu belum mau tidur siang kan ?”

“Oh, iya tidak apa apa, bicarakan saja, aku belum terlalu mengantuk kok.”

“Oke oke, kalau gitu aku ganti baju dulu, kamu mandi saja dulu.”

“Baiklah.”

  Andrea kemudian mandi dan aku mengganti bajuku saja. Setelah Andrea mandi, aku mulai bicara padanya. Aku akan membicarakan terkait apa yang dikatakan oleh pak Leon tadi.

“Andrea, aku mau bicara sesuatu.”

“Apa ? Mau bicara apa ?”

“Ini.. tadi aku datang ke pak Leon.”

“Lalu ?”

“Dia memberitahu ku tentang misi kita untuk pelayanan ke beberapa negara yang cukup terbilang rawan.”

“Oh iya ?”

“Ya, tadinya aku dan Martin yang akan pergi kesana, namun dia mengetahui aku dan Martin sedang berselisih saat ini, jadi..”

“Jadi apa ?”

“Dia bilang dia punya pengganti, dan kau tahu siapa pengganti yang dia maksud ?”

“Siapa memang ?”

“Kau, kau adalah penggantinya Andrea.”

  Andrea terdiam sejenak, dia seolah sedang berpikir sesuatu, raut wajahnya tidak tertebak entah dia senang mendengar berita ini atau biasa saja.

“Bagaimana ?”

“Apa yang kau katakan barusan itu benar ?”

“Iya, benar, kenapa ?”

“E- hmm tidak apa apa, aku senang mendengarnya.”

“Kenapa reaksimu begitu ? Apa ada sesuatu ?”

“T- tidak ada Clement, aku senang mendengarnya, namun aku terpikir, kalau aku pergi, siapa yang akan menjaga Beatrice ?”

“Ada ibuku, kau tidak perlu khawatir tentang hal itu.”

“Aku tidak mungkin meninggalkannya selama itu, pasti dia akan mencariku, aku pernah meninggalkannya dua hari karena mengikuti retreat gereja dan orang yang aku titipkan bilang dia menangis sepanjang hari karena tidak melihat wajahku.”

“O- oh.. mungkinkah kita membawanya kalau begitu ?”

“Sepertinya terlalu berbahaya Clement membawa anak kecil pergi ke tempat berbahaya seperti itu.”

“Aku akan menjaganya, aku janji.”

“Tidak bisa Clement, ini terlalu berbahaya, aku juga khawatir padamu, apakah kau yakin mau ikut pak Leon kesana ?”

“Aku yakin pak Leon tahu arah dan tujuan, dia pasti bisa memastikan kita aman.”

“Entahlah Leon, ini tidak seperti yang kau bayangkan, apakah menurutmu ini hal yang mudah ? Kau harus berpikir lagi, pak Leon hanya orang biasa, bukan tentara dengan senjata, bagaimana dia melindungimu ? Mungkin melindungi diri sendiri saja tidak bisa, tidak aman, siapa yang akan menjaminnya pulang dengan selamat ?”

“Andrea, kita datang kesana untuk pelayanan, kita ini calon pendeta kita harus siap melayani, kita mungkin tidak datang bersama tentara, namun kita punya Tuhan Yesus, kau tahu itu.”

“Aku tahu, kalau aku tidak memiliki anak mungkin tidak apa apa Clement, tapi aku punya anak yang manja dan harus aku jaga, aku tidak bisa meninggalkannya sendirian, kau tidak memiliki anak dan kau mungkin tidak merasakannya.”

Deg

  Rasanya déjà vu, sepertinya aku pernah mendengar kalimat sejenis itu dari seseorang yang dekat denganku juga. Oh iya, Martin, dia juga pernah mengatakan hal seperti itu. Mengapa orang orang di dunia ini seolah memiliki masalah yang begitu berat sehingga harus mengatakan hal seperti itu ? Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran orang orang.

“Kau tahu ? Kau orang kedua setelah Martin yang mengatakan hal seperti itu.”

“Seperti apa ? Clement ? Aku hanya mengatakan kau tidak punya anak dan kau tidak merasakan apa yang aku rasakan, kau tidak mengerti, aku harus mengurus anakku karena aku harus bertanggung jawab atasnya. Aku tidak mau terjadi sesuatu padaku yang menyebabkan anakku pada akhirnya harus tinggal di panti asuhan, ini terlalu berisiko. Kau tahu, ayahku saja sudah mulai gila.”

“Ya, tapi aku tidak suka kalimatmu, sejujurnya, aku juga merasakan hal yang sama, aku tidak memiliki ayah, ayahku mati tertabrak kereta, apakah menurutmu itu hal yang tidak bisa aku rasakan ? Kematian ayahku menimbulkan rasa luka dan trauma.”

“Ya kalau begitu kita senasib, kita sama sama memiliki luka dan trauma, kau tidak seharusnya seperti itu.”

  Aku tidak terima dan memilih untuk masuk ke kamar saja dengan sedikit membanting pintu. Sayangnya, pintu yang aku banting nampaknya akan membuat masalah yang lebih besar. Aku pun menenangkan diriku dengan tidur saja karena aku sudah lelah dengan semua hal ini. Tadinya mood ku baik namun sekarang aku kehilangan mood. Rasanya emosi, lelah, dan aku rasanya begitu risih. Aku kemudian tidur sangat lama, sekitar 4-5 jam sampai pada akhirnya saat bangun tidur, aku mendapatkan sebuah pesan yang membuatku begitu terkejut.

“Maaf Clement kalau aku membuatmu kecewa, terima kasih satu hari yang keluargamu berikan kepadaku, namun sepertinya aku tidak bisa berlama lama disini. Aku pamit pergi, terima kasih juga untuk ibumu yang sudah menjaga dan merawat Beatrice, namun aku tidak ingin merepotkan kalian berdua. Selamat tinggal, aku sudah merapikan kamarmu seperti semula.”

Tok Tok Tok Tok

“Clement ? Buka pintunya nak.”

  Aku mendengar suara ibu dari luar. Sepertinya dia menyadari bahwa Andrea dan Beatrice tidak ada.

“Clement ? Buka pintunya, ada masalah besar, ibu mau bertanya padamu.”

“I-Iya bu, sebentar.”

  Aku membuka pintu kemudian melihat wajah ibuku yang sepertinya nampak panik dan khawatir, aku sepertinya tahu apa permasalahannya.

“Clement, Andrea menghilang, apa kau tahu dimana dia ?”

“A-aku..”

“Kenapa Clement ?”

“Maafkan aku ibu.”

“Kenapa ? Kau membuat masalah dengan Andrea ya ?”

“T-tidak bu, aku, aku tidak sengaja.”

“Tidak sengaja bagaimana ? Pasti yang kau buat itu masalah besar ya sampai Andrea pergi dari rumah ini ? Cepat cari dia ! Kau mau dia dalam bahaya ? Kau tahu kan permasalahan yang dialaminya ? Bagaimana kalau di pertengahan jalan dia di tangkap oleh ayahnya ?”

“Maaf bu, aku akan mencarinya, aku akan segera menemukannya.”

  Wah Clement, banyak hal terjadi di dalam hidupmu ya, kenapa bisa hidupmu penuh dengan masalah. Kau benar benar bodoh Clement.

 

POV ANDREA

  Clement, aku tidak menyangka semua ini terjadi, aku hanya mengutarakan perasaanku sebagai seorang ibu, aku tidak menyangka akan seperti ini. Sepertinya, aku akan pergi saja dari rumah ini membawa Beatrice. Lagi pula, mungkin sedari awal aku salah mengikutimu. Tidak seharusnya aku berada di rumah orang, tidak seharusnya semua ini terjadi. Aku memutuskan untuk membereskan semua barang barangku, kemudian membangunkan Beatrice. Aku hanya berpamitan dengan Clement lewat chat, kemudian aku membereskan barang barangku dan cepat cepat pergi sebelum Clement dan ibunya menyadari kepergianku. Tidak lupa, aku berusaha mengangkat semua barangku sambil menggendong Beatrice.

“Sayang, kita pulang yuk, maafkan mama ya, kita tidak bisa lama lama disini, maaf mama menggendong, kamu pasti masih mengantuk ya.”

  Aku menggendong Beatrice dengan tenaga penuh, kemudian sampai di depan rumah Clement aku memesan taksi online melalui ponselku. Aku tidak pergi jauh jauh, aku hanya pulang ke rumah, dipikir pikir walaupun tidak aman, namun entah kenapa pikiranku membawaku untuk pulang ke rumah. Taksi online berjalan cukup cepat sehingga aku sampai di rumah dengan selamat.

“Terima kasih ya pa katas tumpangannya.”

“Iya, sama sama.”

  Aku mengangkat semua barang barangku sambil menggendong Beatrice. Kemudian aku masuk ke dalam rumah. Namun ketika masuk ke dalam rumah, aku merasa sangat terkejut karena aku melihat seseorang. Seorang laki laki yang sangat aku kenal sedang duduk di meja makan.

“A- ayah ?”

“Hai nak, darimana kau ?”

“A-aku.”

“Kemana saja kau ?”

“Aku.. aku ada acara.”

“Kau pikir saya tidak tahu hah ? Kau melarikan diri kan ? Nampaknya kau sudah tahu keberadaanku lalu kau melarikan diri .”

“T-tidak, aku tidak bermaksud untuk melarikan diri ayah.”

“KENAPA !? KENAPA KAU MELARIKAN DIRI DARI AYAHMU SENDIRI ? HAH ?! AKU TIDAK PERCAYA TERNYATA ANAKKU SENDIRI, PUTRI KECIL YANG AYAH SAYANGI INI MELARIKAN DIRI DARI AYAHNYA SENDIRI !”

“ITU SEMUA KARENA AKU TAKUT ! AYAH SUDAH GILA ! KAU MEMBUNUH IBUKU, SEKARANG SIAPA YANG KAU INCAR HAH ?AKU ? ATAU ANAKKU ? WAJAR SAJA AKU MELARIKAN DIRI, SEHARUSNYA AYAH YANG TAHU DIRI !!!”

  Ayah terlihat tidak terima dengan pernyataan yang aku sebutkan barusan, kemudian dengan sangat mengejutkan dia langsung menghampiriku lalu menarik tanganku, dan Beatrice hampir terjatuh oleh karena itu. Aku berusaha memberontak namun dia menjambak rambutku, dia juga melepas paksa Beatrice dari dekapanku.

“AYAH ! AYAH SAKIT ! APA YANG KAU LAKUKAN ?! AYAH, JANGAN, AKU MOHON, AKU MINTA MAAF.”

“KAU TERLAMBAT !”

“AYAH JANGAN, AAAKH, AWW, AAARGHHH.”

  Sakit sekali rasanya, tubuhku dipukuli oleh ayah menggunakan gesper. Setiap cambukannya membuat seluruh tubuhku terasa sakit. Aku tidak bisa menahan tangis. Aku takut sesuatu hal terjadi pada Beatrice. Aku melihat Beatrice terkapar di lantai sedang menangis juga. Aku berteriak minta tolong tapi tangan ayah dengan cepat membekap mulutku. Aku tidak bisa apa apa.

“TOLONGGGG TOLONG- MMMHH MMMMMHHH”

  Ayah kemudian menarikku paksa, menjambak rambutku dan membawa aku pergi ke kamar sementara Beatrice sendirian di luar. 

“Ayah, kumohon, jangan apa apakan aku, jangan lukai Beatrice juga, aku berjanji akan melakukan apa yang kau mau, tapi jangan lukai Beatrice.”

“Ayah tidak akan apa apakan kalian kalau kalian tidak mengadu pada orang. MENGERTI ?”

“M-Mengerti ayah.”

“Baiklah, ingat, jangan adukan siapapun, sekarang rapikan dirimu sebelum dilihat orang.”

  Akupun mengangguk dan menurut saja apa yang dikatakan ayahku. Aku tidak mau apapun terjadi pada Beatrice karena itu akan sangat melukai hatiku. Lebih baik aku saja yang disiksa dibandingkan Beatrice yang harus tersiksa.

“B-Beatrice.”

  Aku berlari dan menghampiri Beatrice dengan segera, aku kemudian menggendong dan memeluknya. Aku mengeluarkan air mataku dengan diam diam supaya ayahku tidak mendengarnya. Aku membawa Beatrice pergi ke kamar untuk mengamankannya. Aku menidurkannya kemudian di sela sela aku menidurkan Beatrice, ada suara yang tidak asing memanggil namaku dari luar. Suara Clement.

“ANDREAAA, ANDREA BUKA PINTUNYA, INI AKU CLEMENT, MAAFKAN AKU.”

Tok Tok Tok Tok Tok Tok

“Buka pintunya Andrea, aku tahu kau di dalam.”

  Secara tiba tiba, ayah membuka pintu kamarku dan dia tampil dengan wajah yang begitu kesal. Dia terlihat sangat murka karena mendengar ada seseorang di luar memanggil namaku terus menerus. Dia begitu emosi mendengar Clement.

“Siapa itu ? Buka pintunya dan segera selesaikan urusanmu dengannya. Jangan pernah berurusan lagi, ATAU KAU DAN BEATRICE AKAN MERASAKAN AKIBATNYA.”

“B-baik ayah.”

  Demi kebaikan kami berdua, aku pada akhirnya terpaksa untuk berpura pura bahwa kami baik baik saja. Aku memutuskan untuk berbohong saat aku bertemu secara langsung dengan Clement.

Tok Tok Tok Tok Tok

“Andrea ?? Kau baik baik saja di dalam ?”

“Iya sebentar.”

  Aku membuka pintu kemudian aku melihat di pagar depan ada Clement yang terlihat seperti begitu lelah. Sepertinya dia mencariku kemana mana.

“Andrea ? Apa kau dan Beatrice baik baik saja ? Maafkan aku Andrea, aku tidak bermaksud membuatmu kesal, mungkin aku yang terlalu lelah tadi, ayo tinggal di rumahku saja, aku khawatir padamu, kau tidak akan aman disini.”

“Clement..”

“Apa ? Apa kau tidak mau ? Aku mohon, aku janji aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama, tapi kumohon kau untuk tinggal dengan keluargaku saja, aku tidak yakin kau dan Beatrice aman disini.”

“Clement, maafkan aku, tapi aku tidak akan ikut denganmu, tenang saja, aku bisa menjaga diriku disini. Aku yakin aku bisa aman.”

“Tapi.. itu tidak mungkin kan ? Apa yang membuatmu merasa aman ? Aku tidak yakin, ayolah ikut saja bersamaku.”

“Aku tidak mau, Clement, terima kasih atas ajakanmu, kau memang baik, tapi maaf, aku tidak bisa menerima ajakanmu untuk kembali.”

“M-maafkan aku.”

  Dia menangis, dia benar benar menangis, aku tidak tega melihatnya, sepertinya dia benar benar tertekan, dan dia benar benar mau aku tinggal di rumahnya. Aku benar benar kasihan, tapi aku benar benar tidak bisa menerima ajakannya.

“Clement, tidak perlu meminta maaf, aku yang minta maaf. Clement, lihat aku.”

  Aku memegang wajah Clement dan mengelus lembut pipinya. Aku mengusap air matanya supaya dia tidak menangis terus menerus.

“Jangan menangis, aku tidak apa apa, Clement, aku benar benar tidak apa apa.”

“Tapi kau tidak mau kembali bersamaku, kau pasti kesal denganku kan.” Clement berkata sambil menangis sesegukan.

“Tidak, tidak, jangan berpikiran seperti itu, Clement, tatap mataku, aku janji akan baik baik saja disini, kau yang jaga dirimu ya ? Jaga dirimu baik baik, makan yang cukup, kau akan pergi jauh di bulan depan, aku minta maaf namun aku sepertinya tidak akan pernah bisa ikut, Clement, tapi aku selalu mendoakan yang terbaik untukmu.”

  Clement hanya menatap mataku sambil masih sesegukan, entah kenapa rasanya begitu menyakitkan. Clement adalah laki laki pertama paling baik yang pernah aku temui. Dia benar benar menjagaku, dia sepertinya menaruh hati padaku dan aku menyadari hal tersebut.

“Kamu akan selalu berada di dalam doaku, mengerti Clement ? Jangan menangis ya, jaga dirimu baik baik.”

“T-terima kasih, kau juga jaga diri baik baik Andrea, aku akan selalu mendoakanmu.”

“Iyaa, sekarang kamu pulang ya ? Sudah malam, nanti semakin gelap, berbahaya.”

“Haha, aku bukan anak kecil lagi.”

“Kalau bukan anak kecil kenapa menangis ? Hm ?”

“Hehe, maafkan aku.”

“Shhh, sudah, berhenti minta maaf.”

“Baiklah, a-aku akan pergi.”

“Ya, hati hati.”

  Clement membalas aku dengan sebuah senyuman yang tulus, sebuah senyuman yang begitu aku rasakan kehangatannya. Sebelum dia pergi, dia mengatakan suatu hal yang cukup membuatku terkejut sekaligus senang bukan kepalang walau aku tidak menunjukannya secara eksplisit.

“Andrea, aku..”

“Hm ?”

“Aku menyayangimu.”

  Aku tidak bisa berkata apapun sejenak, dia benar benar manis, dia mengucapkan itu semua tulus dari hatinya.

“Sampai jumpa Andrea, sampai bertemu di kampus.”

“Y-ya.”

 Mobil yang dia kendarai perlahan pergi menjauhi rumahku. Dia benar benar pergi, namun walaupun sudah pergi, aku membalas ucapannya.

“Aku juga, Clement, aku juga menyayangimu.”

  Aku tersenyum, jantungku berdebar kencang, aku tidak dapat menahan rasa senang, seperti banyak kupu kupu yang terbang di perutku. Rasanya seperti ingin terbang. Aku kembali masuk ke dalam rumah dan aku baru menyadari, ternyata ayahku sedaritadi memantau apa yang aku lakukan dengan Clement.

”Siapa itu ?”

“T-temanku.”

“Teman ? Kau berbohong, kau memegang pipinya, apakah dia benar benar teman ?”

“I-iya ayah dia temanku, memangnya kenapa ?”

“Dasar jalang, kau sudah memiliki anak tapi masih mendekati pria lain.”

  Aku benar benar terkejut, kalimat tersebut menusukku begitu dalam. Aku sudah kehilangan masa mudaku, harta berhargaku, harga diriku, semuanya, dan sekarang aku masih harus menghadapi orang seperti ini di hidupku.

“Kau seharusnya sadar diri, kau sudah tidak layak dekat dengan laki laki lain.”

“A-aku minta maaf ayah.”

“Kalau kau dekat dekat dengan laki laki lain, ayah akan menghajar Beatrice.”

“J-jangan ayah, jangan, aku mohon, baiklah aku tidak akan mendekati laki laki lain.”

“Kalau gitu pergi tidur sana, jangan ganggu aku, aku mau pergi ke diskotik, besok pagi rumah ini harus sudah bersih, dan kau harus sudah menyiapkanku sarapan dan kopi. Bila tidak, kau akan habis.”

“B-baik ayah.”

  Akupun pergi ke kasurku lalu tidur. Aku tidur begitu nyenyak sampai akhirnya di pagi hari, aku memang cukup telat bangun. Aku begitu panik lalu dengan cepat aku keluar kamar. Namun, aku melihat ayahku yang tertidur pulas di sofa dengan pakaian yang berantakan dan posisi masih memakai sepatu. Sepertinya dia pulang dari diskotik tadi malam dan mabuk berat. Dengan segera aku pergi ke dapur untuk memasak sarapan dan bahan makanan. Namun aku baru ingat, ada satu masalah besar, aku sudah tidak berada disini kemarin, dan tentu aku tidak memiliki bahan makanan. Dengan cepat aku pergi berjalan kaki untuk pergi ke warung terdekat supaya bisa membeli bahan makanan. Kemudian aku berjalan begitu cepat agar bisa sampai ke rumah. Aku lalu mengambil peralatan untuk memasak kemudian langsung memasak apa saja yang bisa dimasak. Aku juga tidak lupa membuatkan kopi supaya saat bangun, ayahku bisa menikmati semuanya.

  Ketika semua sudah matang, ayahku ternyata belum bangun namun aku ada jadwal kuliah di jam 9 pagi. Aku benar benar khawatir dengan Beatrice, siapa yang akan menjaganya dan merawatnya ? Aku akan meninggalkan dia bersama orang yang sangat berbahaya. Aku tidak berani meninggalkannya sendirian. Sepertinya aku harus menitipkannya di tetangga depan. Singkat cerita setelah aku mandi, aku menyuapi Beatrice makan dan memandikannya juga. Tidak lupa aku membersihkan rumahku. Lalu secara tiba tiba, ayahku bangun dan langsung memanggil namaku.

“Andrea, Andrea ? Apa semuanya sudah siap ?”

“S-sudah ayah.”

“Mau kemana kau ?”

“A-aku mau kuliah ayah ?”

“Siapa yang memperbolehkan kau kuliah hm ? Lalu kalau kau kuliah siapa yang akan menjaga Beatrice ?”

“A-aku tidak akan merepotkan ayah, soal Beatrice aku akan menitipkannya kepada tetangga, ayah jangan khawatir.”

“Hm ? Siapa yang mengajarkanmu merepotkan orang Andrea ? Jangankan tetangga, aku sebagai ayahmu saja tidak mau direpotkan APALAGI TETANGGA ?!”

  Suara ayah yang tiba tiba meninggi membuatku benar benar terkejut. Aku tidak diperbolehkan untuk kuliah, dan aku tidak diperbolehkan untuk menitipkan Beatrice ke tetangga, yang artinya aku hanya diperbolehkan untuk berada di rumah, menjaga Beatrice, dan tidak boleh kemanapun juga kecuali mengurus Beatrice dan ayah.

“T-tapi ayah, hari ini aku harus kuliah karena ada ujian.”

“Siapa peduli ? Siapa yang peduli kau ujian ? Kau ujian atau tidak urusanmu sekarang adalah mengurus anak, tidak ada perdebatan lagi, lagipula untuk apa kuliah ? Kau hanya akan berakhir mengurusku dan Beatrice, bukankah begitu ?”

  Aku diam seribu bahasa dan tidak dapat berkata kata lagi. Ini semua di luar kendaliku. Aku menjadi serba salah dan bingung sekali sekarang.

“Makanan sudah siap kan ? Kopi juga ? Sekarang ayah mau makan dulu.”

  Ayah pergi ke meja makan untuk memakan makanan yang sudah aku masak serta kopi yang sudah aku buat. Aku benar benar was-was.

“Andrea, kenapa kopi ini dingin ?”

“K-karena aku sudah membuatnya sejak tadi pagi ayah.”

“Kau tahu kan kalau kopi dingin itu tidak enak, hm ?”

“I-iya ayah, aku tahu.”

“LANTAS KENAPA DINGIN !? HAH ?! KAU MAU MENYALAHKAN AKU YANG BANGUN SIANG ANDREA ? KAU YANG BODOH ! KENAPA MEMBUAT KOPI TERLALU DINI ? SUDAH TAHU KOPI PASTI AKAN DINGIN KALAU TERLALU LAMA !!”

“M-maaf ayah, aku tidak bermaksud- ARKHHH.”

  Ayah menjambak rambutku lalu menyeretku paksa ke kamar. Dia mengambil gesper dari celananya lalu mencambukkannya ke badanku.

“Tidak, ayah, jangan.”

AUHHH, AKHHHH

BUK BUK BUK PLAK

“SAKIT AYAH, SAKIT.”

 Rasanya begitu sakit mendapat cambukan yang begitu kuat, rasanya tubuhku memar semua, aku juga terluka. Begitu tersiksa rasanya.

 

POV CLEMENT

  Pagi ini aku terbangun, rasanya masih teringat kejadian tadi malam. Aku ingat dia memegang dan mengusap lembut pipiku. Namun aku juga masih teringat ibu yang memarahiku karena tidak berhasil membawa Andrea kembali kesini. Tadi malam, aku menangis seperti anak kecil yang rindu pada ibunya. Benar benar seperti bukan diriku. Namun, aku begitu bahagia karena aku bisa mengungkapkan kepada Andrea bahwa aku menyayanginya. Aku tidak pernah merasa selega ini, walaupun suasana hatiku sedang tidak baik sekarang karena Andrea tidak lagi berada disini, namun aku akan bersiap saja ke kampus karena aku yakin sekarang aku masih bisa bertemu Andrea di kampus.

  Aku pergi ke toilet, mandi dan menggosok gigiku. Setelah selesai, aku mengenakan pakaianku lalu dengan segera turun ke bawah untuk sarapan. Di bawah, ada ibuku yang sedang menyiapkan sarapan dan aku duduk di meja makan.

“Bagaimana Andrea ?”

“Bagaimana apanya ?”

“Kau tidak mengobrol via chat lagi dengannya ?”

“Sepertinya dia sibuk, tidak mau diganggu ma.”

“Kamu sih, sudah besar tapi masih bertingkah seperti anak kecil. Mau sampai kapan begitu ?”

“Ma, aku kan sudah bilang aku tidak sengaja, mungkin hanya kesalahpahaman, atau mungkin memang aku yang sedang kelelahan, tapi semua orang memaksaku untuk mengerti nasib mereka. Bagaimana kalau mereka yang aku suruh memahami nasibku ? Aku juga yatim dan kematian ayahku begitu tragis.”

“Nak, kalau kau mau menghargai orang, belajarlah untuk menghargai mereka juga. Walau seeorang tidak bisa menghargaimu, tetaplah jadi orang yang baik walaupun banyak orang menindas. Satu satunya cara adalah mengampuni serta mendoakan mereka yang menyakitimu. Marah boleh saja namun kau tidak perlu marah untuk hal hal yang tidak penting, kau mengerti ?”

“Hmm, ya ma.”

“Kamu kan calon pendeta, belajarlah untuk mengampuni orang.”

“Iya ma.”

“Sudah, makanlah, sebelum kuliah, nanti kamu lapar. Kalau ketemu Andrea, belikan dia hadiah, coklat atau apapun itu, dan minta maaflah padanya.”

“Tadi malam aku sudah minta maaf ma.”

“Ya, sekarang minta maaf lagi dan berikan dia hadiah, pasti dia senang.”

“Ah, iya ma, sudah deh aku berangkat dulu ya.”

“Iya, hati-hati Clement.”

  Aku salam dan mencium tangan ibuku. Hari ini aku berangkat menggunakan mobil saja karena aku sedang tidak ingin naik kereta. Aku mengendarai mobilku sambil memikirkan dua orang, Martin dan Andrea. Aku tidak paham kenapa mereka begitu menghantui pikiranku tapi kurasa semua itu terjadi karena mereka adalah dua orang yang dekat denganku. Mereka begitu dekat denganku lalu sekarang mereka terkena masalah.

“Hmm, Martin, Andrea, ada apa dengan kalian.”

  Tidak terasa, entah aku yang mengendarai mobilku terlalu cepat atau bagaimana, aku sudah sampai di kampus. Aku memarkirkan mobilku di salah satu tempat parkir dan aku turun dari mobil. Aku menuju ke kelas dengan cepat karena sebentar lagi kelasku dimulai. Saat sampai di kelas, aku melihat ada seseorang yang beberapa hari ini aku cari namun tidak pernah kutemukan. Ya, orang itu adalah Martin.

  Martin hanya diam saja dan tidak menggubris keberadaanku. Entah apa yang terjadi pada Martin, namun aku begitu sedih melihatnya hanya terdiam seperti ini. Pikirannya seakan kosong, dia terlihat kosong. Aku ingin sekali menghampirinya namun aku memutuskan untuk tidak menghampirinya karena dosen sudah datang. Akupun dengan segera duduk di tempatku dan tidak menyapa Martin sama sekali. Pelajaran dimulai dan aku berusaha untuk fokus walau pikiranku sedang terpecah. Setelah kuliah selesai, aku menghampiri Martin dengan segera dan menyapanya.

”Baik anak anak, sampai disini dulu materi kita, sampai bertemu di minggu depan.”

“Terima kasih pak.”

  Setelah dosen keluar, aku dengan perlahan menghampiri Martin yang kelihatannya sedang sangat tertekan. Aku dengan pelan menepuk pundaknya.

“M-Martin ? Apa kau tidak apa apa ?”

“Hm ? Oh, halo Clement.”

“Y-ya, apa kau baik baik saja ? Bagaimana kabarmu.”

“Hmm, baik sih Clement, namun aku merasa aneh beberapa hari ke belakang.”

“Oh iya ? Aneh ? Aneh kenapa ?”

Lihat selengkapnya