Many Things Happened

Naomi Indira
Chapter #7

CHAPTER 6 : KEBERANGKATAN

CHAPTER 6 : KEBERANGKATAN

 

  Hari ini adalah hari dimana aku akan berangkat ke 5 negara satu per satu. Aku pergi dengan pak Leon. Pak Leon sudah menungguku di bandara. Aku akan berangkat naik taksi online. Sebelum berangkat aku berpamitan dengan Andrea dan ibuku.

“Clement, nak, jaga dirimu baik baik ya, makan yang cukup, jangan lupa istirahat, jangan terpengaruh hal hal negatif.”

“Iya mama, haha mama berpesan seperti aku anak kecil saja.”

“Hahaha, mama berpesan seperti ini bukan karena kamu anak kecil, tapi memang mama khawatir padamu, apalagi kamu akan pergi ke negara negara yang cukup berbahaya.”

  Andrea sejak tadi hanya diam saja sambil tersenyum melihatku, dia seperti ingin mengatakan sesuatu, namun hal yang lebih mengejutkan adalah, dia secara tiba tiba memelukku. Aku begitu terkejut, begitupun ibuku. Kami sama sama terkejut dikarenakan ini semua terlalu tiba tiba. Sepertinya sekarang dia mendengar jantungku yang sedang berdetak begitu cepat.

“Clement, hati hati ya, jaga diri baik baik.”

 Aku membalas pelukannya, lalu memeluknya dengan cukup erat. Aku merasakan kehangatan dan kasih sayang dari Andrea.

“Iya Andrea, aku akan menjaga diriku baik baik, kamu juga ya, jaga dirimu baik baik. Semoga kalian berdua aman disini.”

“Tenang saja nak, mama akan menjaga Andrea dan Beatrice, mereka aman disini, nanti mama juga akan mendampingi Andrea ketika pelepasan.”

“Baik ma, terima kasih atas bantuanmu, oh iya, pak Leon sudah menunggu di bandara, dan taksi online nya sebentar lagi datang, aku akan berangkat.”

“Baiklah Clement, hati hati, sampai jumpa, kabari kami kalau sudah sampai.”

“Iya, dadahhh.”

  Aku menaiki mobil milik taksi online setelah memasukkan barang barangku ke bagasi. Aku kemudian menikmati perjalanan menuju bandara. Hari ini, negara yang akan aku kunjungi pertama adalah India. Aku dengar banyak sekali persekusi yang terjadi di negara ini. Sesampainya di bandara, aku bertemu dengan pak Leon.

  Setelah kami melakukan pengecekan dan lainnya, pesawat kami pun berangkat. Perjalanan begitu lama dan memakan waktu sekitar 6 sampai 7 jam. Perjalanan ini juga terbilang melelahkan karena aku begitu pegal duduk di kursi pesawat. Puji Tuhan kami landing dengan selamat sampai ke tujuan. Kami kemudian mencari hotel sebagai tempat kami menginap selama seminggu. Kami tidak menyewa kamar hotel yang mahal namun yang lumayan murah. Kami akan memulai pelayanan kami di esok hari.

“Clement, kita sudah sampai, kamu carilah hotel terdekat dari sini.”

“Sebentar, aku mau mengabari keluargaku terlebih dahulu.”

“Memang sudah ada sinyal disini ?”

“B-benar juga ya, ya sudah nanti saja di hotel kalau sudah ada WiFi.”

“Haha, baiklah.”

“Lalu ? Bagaimana kau memesan hotel di sekitar sini ? Online atau offline ?” Tanya pak Leon.

“E-eh.. itu pesan online, ah, kita cari kafe atau restoran yang menyediakan wifi gratis saja.”

“Ide bagus, ayo, itu ada kafe tulisannya ‘Free WiFi’ ayo kita kesana.”

“Baiklah.”

 Singkat cerita kami pergi ke kafe tersebut dan ketika kami mencoba untuk menyambungkan wifi dengan ponsel kami, kami berhasil mendapatkan sinyal dan sekarang aku bisa menghubungi keluargaku lalu memesan hotel di dekat sini yang sekiranya murah. Aku membuka aplikasi chat untuk mengabari keluargaku di rumah bahwa aku sudah sampai.

“Halo, mama, aku sudah sampai di India.”

  Tidak lama aku mendapatkan balasan dari ibuku. Dia membalas apakah aku sudah makan, dan bagaimana perjalanannya.

“Halo nak, Puji Tuhan, syukurlah kalau kau sudah sampai dengan selamat, apa kau sudah makan ? Bagaimana perjalananmu ?”

“Hmm, aku baik ma, bagaimana dengan mama ? Mama sudah makan belum ?”

“Sudah tadi nak.”

“Baguslah ma, Andrea sedang apa ?”

“Andrea sedang menidurkan Beatrice, nanti mama sampaikan kalau kamu sudah sampai.”

“Oke ma, ya sudah, aku mau pesan hotel dulu ya, sampai jumpa mama.”

“Iya, hati hati.”

  Singkat cerita aku mencari hotel kemudian memesan hotel tersebut. Hotelnya lumayan jauh dari bandara, fasilitasnya juga tidak seberapa, namun harganya cukup murah.

“Kamu sudah dapat hotel belum ?”

“Sudah pak, kita tinggal kesana, tapi perjalanannya akan memakan waktu sekitar 40-50 menit dari sini.”

“Wah, jauh juga ya, apakah dekat dengan gereja yang akan kita kunjungi ?”

“Hmm, iya, cukup dekat, aku sudah mempertimbangkan hal tersebut tadi.”

“Baiklah, ayo kita kesana.”

  Kami kemudian langsung pergi menuju hotel tersebut. Kami menaiki taksi yang lewat di sekitar bandara kemudian mengatakan tujuan kami. Taksi kami kemudian mulai berjalan menuju tempat tujuan. Pak Leon secara tiba tiba membuka sebuah pembicaraan.

“Clement, tahukah kamu, disini orang orang Kristen dipersekusi oleh beberapa kelompok ekstremis dan radikal Hindu. Kebanyakan dari mereka mengalami hal hal yang tidak menyenangkan, seperti kekerasan, mereka dipukuli habis habisan.”

“B-Benarkah ?”

“Benar, tidak banyak media yang menyoroti hal ini, namun kita sebagai pelayan Tuhan yang mengetahui hal ini tentu harus mengunjungi mereka yang teraniaya untuk menunjukkan bahwa kasih Tuhan masih bekerja pada mereka walaupun mereka dalam keadaan tidak berdaya.”

“B-Baiklah, aku rasa sekarang adalah waktu kita untuk memberikan pelayanan kepada mereka.”

“Benar, itu memang misi kita.”

  Singkat cerita, obrolan kami berlangsung begitu lama dan panjang, sampai pada akhirnya kami tidak terasa sudah sampai di tujuan kami. Kami pada akhirnya melakukan check-in di hotel kami kemudian istirahat menunggu hari esok agar tidak terjadi apapun.

“Hei, Clement, mau makan apa ?”

“Hmm, aku tidak tahu, sepertinya aku tidak makan saja, aku mau langsung tidur, aku sudah kenyang rasanya.”

“Kenyang makan apa ?”

“Tadi roti di kafe rasanya masih cukup mengenyangkan.”

“Haha, baiklah tidur saja, saya akan minum kopi saja.”

“Baiklah, selamat malam pak Leon.”

  Akupun tidur agar aku bisa menjalani hari esok dengan baik. Aku memeluk guling yang aku bawa karena aku tidak bisa tidur tanpa guling.

 

Keesokan harinya

“Clement, bangun Clement, kita harus berangkat.”

“Hm ? Oh, ya, s-saya mandi dulu.”

“Baiklah, saya tunggu di luar.”

  Aku bersiap-siap mandi dan menggunakan bajuku, setelah selesai aku menghampiri pak Leon. Aku begitu lapar rasanya karena belum sarapan.

“Pastor, aku sudah siap.”

“Haha, biasanya kau tidak pernah memanggilku pastor, kenapa sekarang memanggilku pastor ?”

“E-euhmm… hehe, karena dipikir pikir kita sedang ada dalam misi penting?”

“Hahaha, kau lucu Clement, mau sarapan dulu ?”

“Aku mau beli roti saja di bawah.”

“Baiklah.”

   Aku membeli roti untuk sarapan, kemudian aku makan dengan lahap. Setelah mengisi perutku aku melanjutkan perjalanan bersama pastor Leon untuk menjalankan misi kami. Kami pergi ke sebuah gereja untuk mewawancarai beberapa orang disana, serta pelayanan apa yang dapat kami lakukan selama kami berada di sana. Sesampainya kami di sana, kami memulai perkenalan kami.

“Hello, my name is Pastor Leon and this is my student Clement, soon he will be a pastor too.”

“Hello, nice to meet both of you, let’s get into this church.”

“Okay.”

  Mereka mengajak kami untuk masuk ke dalam gereja. Mereka menyambut kami dengan hangat di sini dan kami merasa mereka begitu ramah.

“So, what’s happening in here, in India, as a Christian, what makes you feel uncomfy ?”

“Yeah, they, our governments are trying to catch us as minority, even some of the locals in here. Just knowing that you are a pastor or a Christian leader, they will arrest you and make some false charges against you.”

  Orang orang ini begitu kasihan, mereka merasa terancam saat berjalan sendirian, mereka merasa diawasi oleh pemerintah, bahkan mereka bisa ditangkap sewaktu waktu kemudian diberikan tuduhan tuduhan palsu. Hal ini tidak pernah disorot oleh media mengingat kejadian seperti ini begitu menyedihkan. Namun di sela sela mereka mendapatkan tuduhan palsu, mereka masih mengirimkan tim mereka di desa desa kecil untuk menginjil dan memberitakan kabar baik dari Yesus Kristus.

“You will be imprisoned for no reason, just because you are a priest.”

  Mereka bercerita banyak hal, mulai dari para ekstremis yang memukuli orang orang Kristen, adapun juga seorang Kristen yang merupakan ibu hamil, ditendang perutnya hingga keguguran. Semua hal disini kedengaran begitu menyakitkan untuk diceritakan. Singkat cerita kami pun berdoa bersama dan karena ini hari Minggu kami memutuskan untuk beribadah bersama pula.

  Selama seminggu di sini, kami melakukan kegiatan berupa penginjilan serta kami mendoakan orang orang yang sakit. Diskriminasi begitu kuat sehingga kami harus berhati-hati pula karena radikalisme ada dimanapun. Mereka semua bersikap seperti itu sebenarnya juga didukung oleh peraturan pemerintah yang seolah ingin membersihkan agama minoritas di India.

  Kami melanjutkan untuk mengobrol hingga beberapa hari berlalu, kami mendapatkan banyak informasi baru yang mengubah pola pikir kami. Pastor disini mengatakan bahwa orang orang termasuk pemerintah juga sebenarnya tidak menyukai akan ajaran Kekristenan dikarenakan ajaran ajaran tersebut sebenarnya akan mengganggu keberadaan dewa dan dewi. Mereka berusaha menyingkirkan namun dengan cara yang begitu kasar dan anarkis. Pastor Leon datang kepadaku untuk mengatakan sesuatu.

“Clement, ada satu orang yang sedang sakit karena sepertinya diguna guna ilmu sihir, kita harus datang untuk mendoakannya.”

“Dimana dia berada ?”

“Di rumahnya, Clement, ayo kita pergi ke sana.”

“Baiklah, ayo, aku tidak sabar.”

  Di hari ke 4 kami berada disini, kami mulai datang dari rumah ke rumah untuk menguatkan orang yang pernah mendapatkan pengalaman diskriminasi serta penindasan. Kami juga pergi ke beberapa rumah orang yang sakit untuk mendoakan mereka, termasuk orang yang terkena sihir. Sesampainya di rumah orang tersebut, kami mengetuk pintu kemudian meminta izin untuk masuk dan mendoakan. Seorang istri tampaknya begitu kelelahan dengan penyakit suaminya. Sudah beberapa bulan ini suaminya sakit dan masih belum sembuh juga.

Tok Tok Tok Tok

”Excuse me.”

Tok Tok Tok Tok

  Pintu kemudian terbuka, kami disambut baik oleh seorang wanita apalagi setelah dia mengetahui kami adalah pendoa.

“Hello, my name is Leon, I am a pastor, and this is Clement, my student, he is still an undergraduate student majoring in Theology. He will be a pastor too.”

“Hello, I am Amrita, thank you for coming. This is my husband Vijay, he is now sick, and I don’t know why. We went to the hospital but we don’t get the answer about his illkness.”

“Oh, let us pray for him.”

“Okay, I will pray too.”

  Pastor Leon menawarkan untuk mendoakan Vijay. Pastor mendekati Vijay yang terkapar lemas di kasur. Pastor menaruh tangannya di atas kepala Vijay kemudian mulai mendoakannya. Aku juga ikut berdoa bersama mereka.

“In the name of Jesus, you will free, from every illness, from any dark and evil spirit, Jesus Christ our Lord, please forgive us, and forgive this man Vijay, bless him and please set him free. In the name of Jesus Christ, Amen.”

“Our Father, Who art in heaven, hallowed be Thy name; Thy kingdom come; Thy will be done on earth as it is in heaven. Give us this day our daily bread and forgive us our trespasses as we forgive those who trespass against us. And lead us not into temptation, but deliver us from evil. Amen.”

  Selesai kami menyelesaikan doa kami, kami melihat perubahan pada Vijay, dia terlihat seperti membaik dalam seketika. Auranya sungguh berbeda.

“How do you feel now ? Do you feel better ?”

“Y-yes, suddenly.”

  Vijay mengatakan bahwa secara tiba tiba dia merasa lebih baik dari sebelumnya. Dia sepertinya sudah lebih membaik sekarang. Amrita juga terlihat senang melihat suaminya yang sudah bisa tersenyum, seolah sesuatu sudah terlepas dari tubuhnya.

“Thank you, thank you very much, I feel better now.”

“No, thanks to Jesus, He is the one and only who healed you.”

”Thank you Jesus.”

  Singkat cerita, setelah menyelesaikan tugas kami, kami pulang ke hotel kami untuk istirahat. Besok akan ada beberapa orang lagi yang harus kami datangi dan doakan. Kami begitu semangat bisa mendoakan orang orang yang sakit. Sesampainya di hotel, kami mandi lalu tidur di kasur kami masing masing.

“Clement, bagaimana ? Apa kau senang dengan misi yang kita jalankan ?”

“Tentu, aku merasa senang bisa membantu banyak orang beberapa hari ini.”

“Baguslah, kau harus semangat, masih ada 4 negara lainnya yang harus kita kunjungi, dan besok masih harus pelayanan lagi ke beberapa orang.”

“Baiklah, saya akan semangat, Pastor.”

“Sekarang tidurlah, istirahat sebelum memulai lagi besok pagi.”

“Baiklah, selamat malam Pastor.”

  Aku berdoa sebelum tidur, kemudian aku tidur. Seperti biasa aku harus memeluk guling ketika aku tidur karena aku merasa lebih nyenyak ketika memeluk guling.

 

Keesokan harinya

“Huammm, selamat pagi Pastor- eh ? Pastor ?”

  Aku melihat ke kasur Pastor namun dia sudah tidak ada. Sepertinya dia sudah mandi dan sedang keluar untuk mencari makan. Namun, dia tidak kunjung kembali. Akhirnya, aku memutuskan untuk pergi menuju toilet untuk mandi dan bersiap. Aku mengenakan pakaian yang rapi kemudian Pastor Leon masuk ke dalam kamar.

“Pastor ? Pastor darimana ?”

Lihat selengkapnya