MARAKAYANGAN: Yang Tertolak Dua Dunia

Trippleju
Chapter #3

Sambutan

Jalanan sempit dan rusak yang kerikilnya terpental ketika beradu dengan ban motor itu seolah tidak memiliki ujung. Jangkrik dan serangga malam lainnya terdengar gaduh, seperti tengah mengolok-olok ketiga pengendara sepeda motor yang terus berusaha menancap gas di tengah kegelapan malam yang belum juga sampai ke tempat tujuan. Wajah-wajah lelah tergambar jelas pada ketiga penumpang yang tetap duduk setia di jok belakang motor. Terlebih Chlory yang masih mengeratkan kepalan tangan dan pandangannya sampai detik itu.

"Masih lama?" tanya Aden dengan suara bergetar akibat perpaduan antara vibrasi motor dengan jalanan yang rusak.

"Sebenarnya, dari tugu perbatasan yang dekat warung kopi tadi itu jaraknya hanya tiga kilometer menuju pesantren, Kang. Biasanya hanya setengah jam, tap-"

"What the fuck! Ini udah hampir dua jam!" potong Aden kemudian.

"Tapi Kang, mungkin ini karena faktor barang bawaan juga yang banyak. Jadi ... rada lelet," jelas Ihsan terdengar sedikit ragu, karena ia pun merasa perjalanan membelah sunyi itu tidak kunjung berakhir.

Aden menahan dirinya untuk tidak mengeluarkan kata-kata kasar pada situasi yang melelahkan ini. Hanya suara knalpot dari motor tua yang menyisir sepi jalanan. Tidak ada angin yang meriakkan daun pada pohon di kanan kiri jalan, sehingga jalanan itu seperti ruang hampa yang tidak memiliki udara. Namun, tim aubade malam tetap memeriahkannya dengan jeritan-jeritan yang mereka bisa, meski terdengar memekakan telinga.

Ketiga motor yang mesinnya masih bekerja itu berjalan beruntun, dengan posisi paling depan adalah Fahmi dan Boby, kedua diisi oleh Ozi dan Chlory, dan posisi Aden adalah yang terakhir bersama motor yang dikendarai oleh Ihsan. Jarak antara ketiganya masing-masing terpaut cukup jauh, karena mereka tidak mungkin berkendara secara beriringan, melihat kondisi jalan yang rusak dan hanya mampu dilewati untuk ukuran satu mobil kecil saja.

Punggung Chlory yang diangkut oleh Ozi tidak lagi terlihat dalam pandangan Aden, terlebih Boby yang sudah berada jauh di depan. Aden menghembuskan nafasnya kasar. Berapa lama lagi perjalanan ini akan berakhir, gerutu Aden dalam hatinya. Pergerakan motor tetiba tersendat-sendat yang diakhiri dengan matinya mesin dan lampu motor yang ditumpangi oleh Ihsan dan Aden itu.

"Lu lupa isi bensin?!" ujar Aden setengah berteriak kepada Ihsan ketika turun dari motor dengan pergerakan yang kasar.

"Tidak, Kang. Sebelum ke sini, saya isi dulu."

Ihsan segera memeriksa isi bensin dalam tangki motornya dengan bantuan pencahayaan dari flash di ponsel Aden.

"Masih penuh, Kang. Sok lihat coba!" Aden mencoba menundukkan kepalanya menghadap tangki, memeriksanya yang ternyata memang masih cukup dan tidak akan membuat motor mogok. Lalu? Pikirnya.

Aden mengernyitkan dahinya tanda berpikir. Rasa janggal mulai datang perlahan-lahan pada benak Aden. Bukan pada sesuatu yang tidak dipercayainya, melainkan pada tindak kriminalitas yang motifnya sudah bermacam-macam, dan mungkin ini salah satunya, pikir Aden.

Sekilas ekor mata Aden menangkap Ihsan yang sedang mengusap-ngusap dagunya yang ditumbuhi bulu-bulu kasar sembari terus memeriksa bagian-bagian motor yang berpotensi untuk mogok. Aden melihat kebingungan di raut wajah Ihsan yang sepertinya memang benar-benar sedang kebingungan, tidak ada sandiwara pada mimik wajahnya. Tetapi ia harus tetap waspada. Jangan sampai cover Ihsan dengan setelan koko dan celana panjangnya itu mengelabui dirinya. Ia tidak boleh langsung percaya begitu saja, batin Aden.

"Saya jadi bingung, Kang," ujar Ihsan yang tidak menemukan celah kesalahan pada motor tua tersebut. "Klep-nya pas dan busi motornya masih bagus, olinya juga saya ingat betul baru diganti seminggu yang lalu."

"Gua gak jago masalah mesin motor, yang jelas gua pengen cepet-cepet istirahat!" ujar Aden penuh penekanan di setiap katanya yang semakin menambah kegelisahan pada benak Ihsan.

Di lain sisi, merasa deru motor tidak segaduh sebelumnya, Fahmi yang jaraknya sudah terpaut agak jauh dari dua pengendara di belakangnya itu akhirnya menghentikan motor dan melihat keadaan Ozi serta Ihsan yang sudah tidak lagi terlihat dalam jarak pandangnya.

"Kang, sepertinya kita tunggu dulu yang lain," saran Fahmi pada Boby yang sedang mengotak-atik ponselnya.

"Iye, serah lu dah!"

Lihat selengkapnya