MARAPI

Da Pink
Chapter #5

#5 Tak Bisa Menahan Diri

Satu tahun berlalu. Meranti mulai merasakan hal yang tidak baik terjadi pada sang mama di rumah itu. Hanya saja, Bu Yuli terus saja menutupi. Sampai pada akhirnya, ketika Meranti kebetulan pulang tanpa pemberitahuan, ia mendengar Debi—putri sulung Pak Hadi—tengah membentak ibunya.

“Bibi ini gimana, sih? Kan tahu kalau aku itu nggak suka kamarku di pindah-pindahin posisinya. Bukuku itu ada di meja, tapi kenapa udah pindah aja ke rak buku! Bibi ngerti, nggak, sih. Itu nggak boleh. Aku jadi pusing nyarinya! Bodoh banget jadi orangtua. Entah kenapa Papi mau nikahin Bibi. Nggak becus kerja. Nggak guna! Jangan pikir aku bakalan nganggap Bibi pengganti mamiku, sampai mati pun enggak akan pernah! Bibi cuma pembantu di rumah ini. Paham!”

Dada Meranti bergemuruh bukan main saat mendengar ibunya dibentak seperti itu. Rupanya, jika tidak ada Pak Hadi di rumah, perlakuan Debi kepada Bu Yuli sangat buruk sekali. Meranti baru tahu itu sekarang.

Dibukanya pintu dengan keras tanpa mengucap salam sama sekali.

“Meranti, kapan datang, Nak?” Cepat Bu Yuli menyongsong sang anak yang sedang dikuasai amarah memuncak. Sorot Meranti pun tajam menatap Debi yang malah bersilang tangan di depan tubuh menoleh padanya.

“Sama seperti yang kamu ucapkan ke papiku waktu itu. Aku pun nggak akan pernah sudi nganggap mama kamu ini pengganti mamiku. Dia tetap menjadi orang lain buatku, paham!”

Debi malah melawan Meranti yang sudah ditahan Bu Yuli agar jangan terjadi pertengkaran di antara mereka di rumah ini.

“Mera, sabar, Nak.”

“Sabar kata Mama! Mama nggak pernah tahu gimana perasaan Meranti ngeliat Mama diperlakukan kayak gini sama orang lain. Mama itu mamanya Mera! Mera nggak bisa terima semua ini.”

“Sayang, tapi Mama nggak masalah, kok. Papi ….”

“Om, Mera nggak pernah menyebut dia Papi!” potong Meranti berang.

“Ya, Om Hadi, dia baik banget sama Mama dan kita, Nak. Dia selalu memperhatikan kebutuhan kamu. Dia selalu nanya ….”

“Iya, dan berkat kebaikan papiku, kamu masih bisa kuliah sampai sekarang. Emang mental pengemis dan pembantu. Dikit-dikit minta duit. Dikira cari uang gampang!”

Debi saat ini masih sudah duduk di bangku kelas tiga SMA, tetapi mulutnya kasar sekali. Sikapnya juga teramat tidak sopan terhadap Bu Yuli. Punca sakit hatinya sama dengan Meranti. Ia tak ingin ayahnya menikah lagi, apalagi dengan Bu Yuli yang miskin dan pastinya hanya akan merepotkan perekonomian papinya saja.

“Mulutmu sampah, Debi!” Meranti meradang. Hampir saja ia hempas tubuh Bu Yuli, jika ia tak menyadari bisa saja menyakiti raga Bu Yuli kalau sampai itu dilakukan. Akhirnya pertengkaran sengit di siang hari itu, teredam begitu saja. Kondisi rumah membaik hingga Pak Hadi pulang dari bekerja sore harinya.

Ketika makan malam bersama, Meranti tadinya tidak mau ikut, tetapi Bu Yuli memaksa.

Lihat selengkapnya