Sabtu siang, di tanggal 25 November 2023, kos yang dihuni oleh Meranti dan Putri akhirnya dibongkar oleh pemiliknya. Dua belas kamar kosong di atas teras belakang, kini telah menjadi ruangan lapang tanpa sekat dan lorong. Ini adalah pilihan terbaik yang menurut Bapak kos perlu dilakukan. Supaya, mental istrinya bisa membaik lagi.
Dengan tidak mempertahankan dua belas kamar kosong tak berpenghuni, perasaan ibu kos yang sehari-hari menghabiskan waktu di rumah, bisa jadi lebih tenang dan tidak mengharapkan apa-apa lagi dari usaha mereka yang perlu diistirahatkan dalam waktu yang cukup lama.
Meranti dan Putri hanya bisa menatap proses pembongkaran tersebut dengan perasaan nelangsa. Meski berada di kamar terpisah, namun tak jarang dahulunya mereka sering ke belakang sekedar pergi menggosip.
“Aku kasihan sama Ibu kos, Mer.”
Putri menyeka air di sudut mata. Ia baru saja mengintip Ibu kos yang hanya terduduk lemah sambil menatap ke arah pintu menuju teras belakang. Biasanya anak-anak suka lalu-lalang melewati pintu tersebut.
“Ini udah jalannya.”
“Kadang aku mikir, kok Kak Ella tega banget, ya. Bundir di sini. Padahal, tempat ini milik orang lain. Kenapa nggak di mana, gitu?”
Pertanyaan Putri memancing tatap heran dari Meranti. “Maksudnya, nggak masalah gitu Kak Ella bundir asal jangan di sini?”
“Eh, maksudku bukan mendukung perbuatan tersebut. Cuma, kan, lihat-lihat tempat dan sikonlah. Kalau memang ada masalah, seharusnya Kak Ella berbagi sama orang yang dia percaya ….”
“Kan udah, Put. Sama temannya itu. Tapi apa yang didapat? Nggak ada. Tetap bundir juga,” potong Meranti, seolah bisa memahami apa yang dirasakan oleh Ella sebelum memutuskan mengakhiri hidup.
“Iya, sih.”
Putri merebahkan tubuh di atas kasur. Seharian ini ia hanya ingin bermalas-malasan di kos. Besok mau pulang kampung rencana. Namun, ia masih memikirkan Meranti. Kalau gadis itu tinggal sendirian, apa aman?
"Kamu jadi pergi malmingan sama Mario?" tanya Putri mengalihkan pembicaraan.
Dahi Meranti bertaut. “Malmingan? Sama Mario? Nggak ada janji.” Kepalanya menggeleng.
"Lho, kata Dika kamu pergi sama Mario malam ini.”
“Oh.” Meranti tersenyum kecil. “Nggak, kok. Aku cuma males aja pergi sama Dika. Makanya kasih alasan gitu.”
“Eh, kok males pergi sama Dika. Emang kamu nggak suka sama dia?” Putri memberikan atensi penuh kepada Meranti. Ia perlu tahu jawaban dari gadis itu. Jangan sampai usahanya untuk menjodohkan mereka jadi sia-sia hanya karena salah menduga—Meranti menyukai Dika.
“Aku nggak tahu, Put.”
“Maksudnya?”
“Aku nggak ngerti apa yang kurasakan. Dan nggak kepikiran juga soal begituan sekarang.”