MARAPI

Da Pink
Chapter #19

#19. Sahabat Sejati

Tak tinggal diam, Mario berinisiatif mencari Meranti ke luar taman, arah menuju Pasar Bawah. Entah kenapa ia sampai berpikir ke sana. Dan benar saja, rupanya Meranti duduk meringkuk di trotoar yang menurun. Bahkan Mario sempat melewati sebelum akhirnya menyadari, bahwa gadis itu tengah menyembunyikan tangisannya dalam kedua lipatan tangan.

“Mera,” panggilnya lembut. Sebelah tangan sudah menyentuh pundak Meranti yang langsung mendongak. Air mata tak tertahankan. Menemukan Mario bak bersua dengan sosok yang ditunggu sekian lama.

“Mario.”

Meranti meraung seraya bangkit mengikuti tuntunan sahabatnya yang sudah menarik kedua lengan dengan lembut pula.

“Aku di sini,” ucap Mario meremas kedua tangan gadis itu. Ia tak bisa berbuat apa-apa, selain hanya mengusap kepala Meranti hingga pundak untuk menenangkan.

Setelah tangis itu mereda, digenggamnya lagi sebelah jemari Meranti lalu membawa kembali ke Taman Jam Gadang.

“Aku mau pergi dari sini,” ucap gadis yang terus menunduk di sisi Mario. Ia tak melepaskan pegangan pada pemuda yang selalu ada untuknya.

“Kita pulang aja, ya. Ini udah terlalu malam buat balik.”

Meranti mengangguk. Perjalanan menuju Kota Padang menghabiskan waktu setidaknya dua jam perjalanan tanpa berhenti.

Setelah membayar parkir dan memastikan Meranti sudah berada di boncengan, Mario memacu sepeda motor membelah jalanan Kota Bukittinggi yang cukup ramai di tengah kota.

Setengah jam berlalu, mereka telah berada di Koto Baru. Mario menunjuk salah satu jalan sembari melambatkan laju kendaraan.

“Ini salah satu akses menuju Marapi. Aku dan kawan-kawan biasa masuk lewat jalur ini.”

Meranti mengikuti arah telunjuk Mario tadi, lalu mengangguk. Marapi oh Marapi. Pikirannya kini dipenuhi oleh salah satu destinasi pendakian paling eksotis di Sumatera Barat. Setiap akhir pekan, Marapi tak pernah sepi dikunjungi para survival.

Udara dingin mulai menusuk, kala mereka memasuki Kota Padang Panjang nan dingin. Malam yang terus merambat naik membuat iklim pun bertambah sejuk. Tak banyak penduduk Kota Padang Panjang yang dijuluki Kota Serambi Mekah, keluar di malam hari. Hanya beberapa, itu pun bila ada keperluan. Kebanyakan yang meramaikan tempat makan dan kafe yang ada di sana adalah para wisatawan yang kebetulan lewat, lalu singgah untuk makan.

Satu jam setengah tak terasa pun telah berlalu, mereka sudah memasuki Lubuk Alung. Jarak menuju ke Padang lebih kurang tiga puluh menit. Mario memacu kendaraan dengan kecepatan di atas 60 km/jam. Meranti sejak tadi asyik diam sambil melingkarkan tangan di perut pemuda yang mengendarai sepeda motor. Sesekali, Mario mengecek sahabatnya dari spion. Gadis itu tidak tidur. Ia hanya menyandarkan kepala yang ditutup helm di bahu Mario.

Tepat pukul setengah sepuluh malam, mereka sudah sampai di depan rumah kos. Kebetulan bapak kos sedang ada teman yang berkunjung, sehingga pintu rumah pun masih terbuka lebar.

Lihat selengkapnya