MARAPI

Da Pink
Chapter #24

#24. Erupsi Terjadi

“Udah jam satu, salat dulu, yok. Sekitar setengah jam lagi, baru kita kumpul di lapangan bola sana, ada sedikit acara, serah terima jabatan ketua Mapala ke Seto, sesuai dengan rapat anggota.”

Dika mengomando. Sejak mengetahui betapa berartinya posisi Mario di hati Meranti melalui surat yang tadi difoto oleh gadis itu, perasaannya jadi sedikit kacau. Namun, hal tersebut tentu tidak boleh mengganggu kegiatan mereka kali ini. Dika adalah leader dalam rombongan dan tanggung jawabnya sangat besar, tak hanya perihal keselamatan saja, pun mempertahankan suasana yang tercipta tetap kondusif.

Semuanya bergerak menuju posisi strategis sambil menggelar tikar dan sajadah. Bergantian.

Meranti masih berdiri di Tugu Abel. Ia sedang mencoba mencari sinyal yang kadang hilang di atas sana. Saat mendapatkan, segera dikirimkan foto tersebut pada Mario. Tak lama, ia pun beranjak untuk salat Zuhur.

Tepat jam setengah dua, mereka mulai melangkah menuju lapangan bola. Sekitar setengah jam perjalanan dari Tugu Abel. Ada beberapa survival yang sudah beranjak turun, bertemu di Tugu Abel, saling menyapa dan berkenalan dengan grup mereka. Sekitar dua puluhan orang masih asyik bersantai di Puncak Merpati. Posisi tertinggi di Gunung Marapi.

Bau belerang mulai pekat tercium. Dekat lapangan bola itu ada kawah yang terus mengeluarkan kabut dengan aroma khasnya. Perasaan Meranti lagi-lagi tidak tenang. Namun, saat melihat kawan-kawannya yang lain, terutama Putri yang mengabaikan perihal itu, ia pun kembali menatap pikiran dan perasaan. Tidak akan ada yang terjadi. Ia hanya sedang grogi saja karena baru pertama kali menginjakkan kaki di salah satu gunung berapi aktif Sumatera Barat.

“Ayo, Mer. Sini, berdiri deket aku.”

Putri menarik lengan Meranti. Mereka telah berada di lapangan bola. Dika meminta waktu sebentar, hanya sepuluh menit untuk menyerahkan simbolis wewenang ketua yang satu tahun ini ia emban kepada Seto. Ditutup oleh sesi foto bersama, selesai.

“Mau ke puncak?” tanya Dika pada Putri dan Meranti yang masih asyik melangkah dan saling mengambil rekaman diri.

“Udah nggak ada orang, ya? Pada turun.” Putri melihat orang-orang yang tadinya ada di Puncak Merpati mulai berangsur pergi.

“Iya. Kayaknya mereka udah sejak tadi di sana. Lagian udah jam dua lewat ini.” Dika menunggu jawaban. Kalau Meranti berkata iya, dirinya bersedia menemani. Sebab, teman-teman yang lain, belum tampak ada pergerakan menuju puncak. Mereka masih berputar-putar di lapangan bola ini saja.

“Mau naik, Pak?” tanya salah seorang dari grup yang menuju ke arah mereka, kepada Dika.

Dika hanya tersenyum. Belum ada jawaban dari Meranti soalnya.

“Bau belerangnya makin pekat, makanya kami turun,” jawab yang lain dari grup itu.

Dika melirik jam di pergelangan tangan. Pukul 14.25 menit. Entah kenapa ia melakukan hal itu.

“Kami turun ke Abel dulu, ya. Mau cepet-cepet sampai bawah. Takut nanti kemalaman.”

Lihat selengkapnya