MARAPI

Da Pink
Chapter #26

#26. Berat

“Tolong saya, Bang.”

Putri mendengar suara beberapa pemuda yang berteriak mencari korban yang hendak mereka selamatkan. Sekuat tenaga ia mengeluarkan suara. Gadis itu terjebak di sebuah lubang besar, sejenis jurang kecil. Ia sudah tak berdaya. Gelap. Dingin. Sendirian. Sejak tadi, Putri berusaha berlindung bersama Fikri dan Reno. Namun, dua temannya itu tidak ditemukan saat berlarian mencari persembunyian.

Putri sempat bertemu dengan seseorang. Pendaki lain dari kampus berbeda. Mereka tak saling kenal. Namun, pemuda yang sudah lemah tak berdaya dengan kaki remuk, memintanya agar terus melangkah pergi. Posisi di Cadas. Karena raga yang semakin lelah dan kehausan, Putri sempat limbung hingga akhirnya terjatuh ke salah satu lubang.

Ia hanya bisa pasrah setelah itu. Mendekap raga yang sakit akibat luka bakar. Kepala berdarah. Pun dingin yang mulai merayap akibat mentari telah kembali ke peraduan.

Pukul sepuluh malam. Akhirnya bantuan pun datang. Putri menjadi salah satu yang beruntung ditemukan oleh warga.

“Kamu di mana?” tanya pemuda yang menyorot senter ke dalam lubang.

“Saya di dalam sini, Bang,” jawab Putri lemah.

“Kamu beneran manusia? Bukan hantu, kan?” tanya yang lainnya.

“Saya manusia, Bang. Saya bisa lihat cahaya senter Abang.”

Tanpa pikir panjang, salah satu dari warga yang membantu evakuasi, turun dibantu penerangan oleh rekannya dari atas.

Dua dari warga yang lain, menuju ke warung Mak Naro. Di sana juga ada yang berteriak meminta tolong.

“Saya haus, Bang,” ucap Putri pada pemuda yang menolongnya. Tak lama, pemuda setempat memberikan air yang dibawa. Tinggal setengah.

“Saya masih haus, Bang.” Putri masih meminta air. Ia tidak tahan dengan rasa yang diderita. Abu yang masuk ke dalam kerongkongan membuat organ dalam tubuhnya kering. Hingga menyebabkan ia butuh air yang banyak.

“Kamu bawa air nggak? Adik ini masih haus.” Pemuda itu berteriak sambil menengadah pada temannya yang memberikan penerangan.

“Ada.” Tak butuh waktu lama, satu botol air pun diberikan kepada Putri yang langsung kalap meminumnya. Namun, ia masih berkata haus.

“Kita udah kehabisan air. Kamu saya bawa dulu ke atas, ya. Bisa berdiri?” tanya pemuda itu kepada Putri.

“Tubuh saya sakit semuanya, Bang.”

Lagi-lagi pemuda itu berteriak pada temannya.

Lihat selengkapnya