MARAPI

Da Pink
Chapter #28

#28. Evakuasi

Bu Yuli mengangguk cepat. “Iya, Mama mau pergi ke sana Debi. Mama mau tahu kondisi Meranti. Tolong bawa Mama ke sana,” pintanya penuh harap.

Debi melirik ayahnya yang langsung menghela napas, lalu mengangguk.

“Kalau begitu. Malam ini, kita tidur dulu. Besok Abang akan ajukan izin ke kantor.”

Bu Yuli kembali mengangguk. Ia ingin sekali bisa segera sampai di Marapi. Ia ingin menemukan anaknya. Itu saja.

*

Subuh, Senin tanggal 04 Desember 2023. Tim gabungan sudah mulai menanjak. Mario ikut bergerak. Ia bersama tim SAR, TNI, Polri dan para pemuda atau warga Batu Palano yang serta mengambil peran dalam aksi evakuasi kali ini.

Sebelumnya, hampir seratus orang ikut mendaki, sudah mendapatkan pengarahan dan peralatan yang memadai. Satu tim, bisa terdiri dari delapan hingga sepuluh orang. Masing-masing tim membawa setidaknya satu tandu, tiga kantong mayat. Meski besar harapan mereka hanya menemukan korban yang selamat tanpa status MD atau meninggal dunia, tetapi menilik fakta dari fenomena yang ada, kecil kemungkinan berkisar tiga puluhan orang yang akan mereka cari, semuanya dalam keadaan hidup.

“Di puncak kabarnya masih ramai orang yang terjebak,” celetuk salah satu warga yang berada satu tim dengan Mario.

“Kecil banget kemungkinan selamat itu,” sahut yang lainnya.

TNI dan Polri memimpin di depan, melangkah terus. Sedangkan tim SAR di belakangnya, membawa tandu dengan semangat pula. Warga di posisi paling belakang, tepatnya berjalan setelah Mario.

“Itu cewek yang viral, satu udah selamat. Yang satu lagi moga-moga ketemu. Dari video yang beredar, posisinya dekat Tugu Abel.”

“Ragu masih bernyawa,” bisik salah satu tim SAR yang berada tepat di depan Mario.

“Semoga ada keajaiban, Bang.”

Kali ini Mario ikut menimpali. Selanjutnya perjalanan ditempuh dalam hening. Rute pendakian Marapi tidak semudah saat sebelum erupsi terjadi. Sehingga, memakan waktu yang lebih lama untuk bisa sampai di puncak.

Pukul sepuluh pagi, tim yang dibersamai Mario berhenti tepat di posisi Cadas. Mereka menemukan satu korban meninggal dunia dengan posisi kaki yang sudah remuk dan kepala berdarah. Tim segera memasukkan korban tersebut ke dalam kantong mayat yang dibawa. Satu kantong mayat, bisa diusung oleh dua orang. Dalam hal ini, TNI yang memutuskan kembali turun.

Tim tersisa melanjutkan perjalanan. Perlahan dan hati-hati, mereka terus mencoba menapaki batu cadas. Erupsi terus saja berlangsung tiada henti. Setiap kali terjadi gemuruh lalu disusul muntahan abu, tim evakuasi bersembunyi mencari perlindungan. Takut, kalau-kalau terjadi lontaran batu dari dalam kawah kembali.

Beberapa saat kemudian, sayup-sayup terdengar suara laki-laki meminta tolong.

Lihat selengkapnya