MARAPI

Da Pink
Chapter #30

#30. Kenangan

Saat Dodi dan tim lain yang mendengar teriakan Mario hendak mendekat, kawah kembali mengeluarkan abu vulkanik. Mereka berlindung sejenak, hingga erupsi kecil itu berakhir. Namun, tidak demikian dengan Mario. Ia mengabaikan apa yang terjadi di sekitar. Fokusnya hanya pada jasad Meranti. Sudah lama sahabatnya terkubur di bawah kumpulan abu vulkanik. Entah masih utuh atau tidak raga itu.

Mario tak berhenti meneteskan air mata, hingga netranya benar-benar menangkap wujud Meranti yang hampir tidak bisa dikenali. Cepat-cepat ia mengambil surat yang digenggam Meranti lalu memasukkan ke dalam saku celana yang dilapisi mantel keselamatan. Kemudian, dengan sisa tenaga yang ada, perlahan diangkatnya tubuh Meranti yang bagian kaki hingga pangkal paha, keduanya lebur. Lalu sebagian bahu yang juga telah lunak. Air matanya kembali berderai. Ia nyaris tidak lagi menemukan wajah Meranti nan cantik dari jasad kaku yang berada dalam gendongan.

Beberapa menit melangkah menuju Tugu Abel, bertepatan dengan menyingkirnya sisa-sisa abu akibat muntahan kecil sebentar tadi, tubuh Mario pun ambruk. Tim evakuasi mengejar dari belakang.

*

Belum sudah jagad maya dihebohkan oleh aksi heroik salah satu pemuda Batu Palano yang menggendong korban meninggal dunia di punggungnya turun hingga ke Cadas. Kini, tindakan sama yang telah dilakukan oleh Mario berdiri gagah sambil menggendong Meranti yang sudah tak bernyawa di tengah gerombolan abu vulkanik yang keluar dari kawah Marapi, menjadi trending tersendiri di sosial media.

Dodi yang merekam, lalu mengirimkan ke grup Mapala kampus. Kemudian, entah siapa yang menyebarkan ke dunia maya hingga menjadi topik hangat tersendiri. Kisah persahabatan Mario dan Meranti pun langsung menyebar ke seluruh penjuru maya. Tidak ada yang bisa menahan orang lain untuk bersimpati kepada sosok pemuda tampan—Mario—dan sahabatnya yang elok rupa—mendiang Meranti.

Mario membuka mata setelah tak sadarkan diri hampir empat jam lamanya. Selang oksigen tersemat di lubang hidung. Ia kini berada di rumah sakit Ahmad Mukhtar Bukittinggi. Sang ibu yang menemani di sana, menunggu hingga ia sadar.

“Mario, alhamdulillah, kamu sadar juga.”

Wanita yang gelisah menunggu putranya siuman, tersenyum lega. Ia mengusap kepala Mario dengan lembut. Sementara sosok yang terbaring justru memejam beberapa kali. Otaknya mencoba mengingat sesuatu yang telah terjadi sebelum ia dibawa ke rumah sakit ini.

“Kamu pingsan saat di atas gunung.” Sang Mama meneteskan air mata. Entah sesal atau bangga yang ia rasakan kepada Mario kini. Yang jelas, perbuatan Mario terlibat dalam aksi evakuasi korban erupsi Gunung Marapi, mendatangkan perasaan haru tersendiri bagi diri wanita yang telah melahirkan pemuda itu.

“Kamu telah berhasil menemukan Meranti. Semua orang kini menunggu kabar darimu, Mar.”

Mario bergeming. Dahinya bertaut. Tiba-tiba selaksa kenangan indah bersama Meranti menari-nari di depan mata.

“Makasih, ya. Kamu udah jemput dan ngajak aku makan di kampung halamanku.”

“Ih, emang dasar nggak peka banget jadi cowok.”

“Ada, mau pergi sama Mario. Dia minta temani ke mana, gitu. Ya kan, Mar?”

Lihat selengkapnya